Polda Sulsel Baru Serahkan 2 Tersangka Korupsi Bandara Mangkendek ke Kejati Sulsel

Setelah sekian lama, penyerahan tersangka dan barang bukti itu baru dilakukan.

oleh Eka Hakim diperbarui 05 Apr 2022, 20:40 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2022, 20:30 WIB
Ilustrasi tersangka
Ilustrasi (Liputan6.com)

Liputan6.com, Makassar - Setelah sekian lama dinyatakan lengkap (P-21), Polda Sulsel akhirnya menyerahkan barang bukti dan tersangka (tahap dua) dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Senin (4/4/2022). Itupun, dari total 8 orang tersangka, baru 2 orang tersangka yang kabarnya diserahkan ke Jaksa Penuntut Kejati Sulsel.

"Iya, sudah dilakukan penyerahan baru tadi siang hari ini tanggal 4 April 2022," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi.

Para tersangka yang diserahkan oleh pihak Polda Sulsel tadi, lanjut Soetarmi, masing-masing Enos Karoma, Mantan Sekretaris Daerah (Setda) Kabupaten Tana Toraja yang berperan sebagai Ketua Panitia Sembilan (pengadaan tanah) dalam kegiatan pembebasan lahan Bandara Mengkendek, Tana Toraja saat itu. 

Tersangka lainnya yang diserahkan adalah Ruben Rombe Randa. Dia merupakan Mantan Camat Mengkendek yang berperan sebagai anggota panitia sembilan (pengadaan tanah) pada proyek pembebasan lahan Bandara Mengkendek, Tana Toraja.

"Dua tersangka ini yang tahap dua," jelas Soetarmi.

 

Sempat simpang siur

Sebelumnya, penyerahan para tersangka dan barang bukti (tahap dua) dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Mangkendek, Tana Toraja ini sempat berpolemik.

Pasalnya, meski telah lama menyandang status lengkap (P-21) dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), kabar pelimpahan tahap perkara yang telah menyeret 8 orang tersangka itu sempat simpang siur.

Pihak Polda Sulsel melalui Kasubdit III Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel Kompol Fadli sebelumnya telah menegaskan jika pihaknya tak ada lagi masalah dengan pelimpahan tahap dua perkara dugaan korupsi yang telah ditangani bertahun-tahun tersebut.

"Kita sudah tahap dua kemarin," singkat Fadli via telepon, Kamis 13 Januari 2022.

Sementara pihak Kejati Sulsel melalui Kasi Penuntutan, Adnan Hamzah sebelumnya mengaku belum ada kegiatan tahap dua atas perkara dugaan korupsi yang telah menjerat 8 orang tersangka tersebut.

"Belum ada," ucap Adnan via telepon, Senin 24 Januari 2022.

Ia menjelaskan, dari total delapan orang tersangka dalam perkara yang ditaksir merugikan negara miliaran rupiah tersebut, baru dua orang tersangka diantaranya berkas perkaranya telah dinyatakan lengkap. Itupun, kata Adnan, belum ditindaklanjuti dengan rencana pelimpahan tahap dua. Pelimpahan tahap dua atas dua tersangka tersebut sementara masih dikoordinasikan dengan penyidik Polda Sulsel.

"belum tahap dua, berkas dua tersangka sudah kita nyatakan lengkap cuman belum di tindaklanjuti dengan tahap dua. Untuk tahap duanya masih sementara dikoordinasikan dengan penyidik," terang Adnan sebelumnya.

Menanggapi kabar belum disidangkannya perkara tersebut bahkan kabar pelimpahan tahap dua perkaranya yang masih simpang siur, Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Kadir Wokanubun pun juga sempat angkat bicara dan mendorong agar Jaksa Agung maupun Kapolri segera membentuk tim bersama untuk menelusuri ke mana berlabuhnya pelimpahan tahap dua perkara yang mendapat perhatian serius publik itu.

"Saya kira kalau Jaksa Agung dan Kapolri atensi masalah ini, apalagi melibatkan KPK, tentunya sangat mudah menelusuri ada apa sebenarnya dengan pelimpahan tahap dua perkara tersebut. Betul-betul ini sangat unik. Perkara yang sudah lama P-21, tapi tahap duanya gak jelas. Jangan-jangan ada dugaan kekuatan besar yang mengintervensi agar perkara ini tidak masuk persidangan. Kami harap Jaksa Agung maupun Kapolri turun tangan atensi segera persoalan ini," jelas Kadir.

Seharusnya, lanjut Kadir, kedua lembaga penegak hukum dalam hal ini Polda Sulsel maupun Kejati Sulsel tidak menciptakan kegaduhan apalagi menutup-nutupi pelimpahan tahap dua perkara tersebut.

"Perkaranya kan sudah lama P-21. Ngapain pelimpahan tahap duanya terkesan ditutup-tutupi. Janganlah membuat gerakan yang membuat publik berfikir negatif menaruh curiga yang tidak-tidak," cetus Kadir.

 

Bupati Hingga Ketua DPRD Turut Diperiksa

Pasca dibuka kembali sejak bulan April 2019, penyidik subdit tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel telah memeriksa sejumlah saksi masing-masing mantan Bupati Tana Toraja, Theofelus Allorerung yang kini kembali menjabat Bupati Tana Toraja, mantan Sekretaris Daerah (Setda) Kabupaten TanaToraja yang juga bertindak selaku ketua panitia pengadaan tanah, Enos Karoma, mantan Kepala Bappeda Kabupaten Tana Toraja selaku anggota panitia pengadaan tanah, Yunus Sirante dan mantan Camat Mangkendek selaku anggota panitia pengadaan tanah, Ruben Rombe Randa.

Kemudian, saksi lainnya yakni mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Tana Toraja yang juga bertindak selaku Pengguna Anggaran (PA), Meyer Dengen dan mantan Bendahara Pengeluaran pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Tana Toraja, Aspa Astri Rumpa.

Serta turut juga memeriksa Ketua DPRD Kabupaten Tana Toraja yang saat itu bertindak sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Tana Toraja tahun anggaran 2010, Welem Sambolangi dan mantan Ketua Komisi 3 DPRD Tana Toraja tahun anggaran 2010, Yohannes Lintin Paembongan.

Usai memeriksa para saksi, penyidik lalu lakukan gelar perkara dan menetapkan kembali 8 orang tersangka yang jauh sebelumnya sudah pernah berstatus tersangka namun bebas demi hukum karena masa penahanannya di tahap penyidikan kala itu usai.

"Tersangka masih yang dulu," singkat Kombes Pol Yudhiawan Wibisono yang saat itu menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Minggu 22 September 2019.

 

Diatensi KPK

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saat itu dijabat oleh Laode Muhammad Syarif juga sempat kaget mendengar kabar penyidikan dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Mangkendek Kabupaten Tana Toraja yang ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel belum rampung saat itu.

Sementara kasus tersebut, kata dia, telah disupervisi dan dilakukan gelar perkara bersama dengan menghadirkan penyidik Polda Sulsel dan tim peneliti Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel di gedung KPK.

"Hasil supervisi sudah jelas. Itu juga merupakan permintaan Polda Sulsel dan Kejati Sulsel. Kita juga sudah lakukan gelar perkara bersama di KPK. Oh ya belum rampung yah saya coba cek nanti," singkat Laode kala itu saat ditemui usai menghadiri acara Bung Hatta Tour yang digelar Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar di gedung Aula Fakultas Pertanian Unhas, Rabu 6 September 2017.

 

Kronologi Panjang Kasus Bandara Mangkendek

Penyelidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Mangkendek dilakukan Polda Sulsel sejak tahun 2012. Kemudian dalam perjalanannya kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan 8 orang tersangka di tahun 2013.

Usai penetapan 8 orang tersangka, penyidik pun langsung menahan 2 orang diantaranya yakni mantan Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tana Toraja Enos Karoma dan mantan Camat Mengkendek Ruben Rombe Randa. Namun karena masa penahanan keduanya habis, mereka pun dikeluarkan dari sel titipan Lapas Klas 1 Makassar demi hukum.

Setelah keduanya terlepas dari jeratan hukum, penyidik Polda Sulsel diam-diam membuka kembali penyidikan kasus itu dan menahan kembali 6 orang tersangka sebelumnya. Mereka adalah Mantan Kepala Bappeda Yunus Sirante, Mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Tana Toraja, Haris Paridy, Mantan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informatika, Pos dan Telekomunikasi Tana Toraja, Agus Sosang, Mantan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tana Toraja, Yunus Palayukan, Mantan Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Tana Toraja, Gerson Papalangi dan Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tana Toraja, Zeth John Tolla

Hanya selang beberapa bulan kemudian, 6 tersangka tersebut akhirnya dilepas lantaran proses penyidikan belum rampung dan masa penahanan para tersangka telah habis.

Karena kewalahan merampungkan penyidikan, Polda Sulsel kemudian berinisiatif meminta KPK melakukan supervisi. Dan di tahun 2017, KPK pun melakukan supervisi dan mengundang pihak Polda Sulsel dan Kejati Sulsel untuk melakukan gelar perkara terbuka di gedung KPK. Hasilnya pun telah dikembalikan ke Polda Sulsel untuk segera ditindak lanjuti. Namun faktanya hingga saat ini penyidikan tak kunjung juga rampung.

Dari hasil penyidikan, para tersangka yang bertindak selaku panitia pembebasan lahan atau tim sembilan diduga telah menyelewengkan anggaran. Mereka melakukan pembayaran kepada warga yang sama sekali tidak memiliki alas hak atas lahan tersebut.

Para tersangka melakukan mark up dana yang dialokasikan sebagai dana ganti rugi pembebasan lahan untuk persiapan pembangunan bandara baru Mangkendek sebesar Rp38,2 miliar.

Khusus tersangka Enos yang bertindak sebagai Ketua Panitia pembebasan lahan di ketahui langsung berinisiatif sendiri menetapkan harga lahan basah senilai Rp40. 250 per meter persegi. Sementara hal itu belum di sepakati sehingga belakangan banyak lahan menjadi sengketa.

Dari hasil musyawarah antara panitia pembebasan lahan dengan para pemilik lahan yang berlangsung di ruang pola Kantor Bupati Tana Toraja tepatnya 28 Juni 2011, disepakati harga tanah untuk jenis tanah kering non sertifikat senilai Rp21.390 per meter persegi, tanah kering bersertifikat Rp25.000 per meter persegi, tanah basah non sertifikat Rp35.000 permeter per segi serta untuk jenis tanah basah bersertifikat belum disepakati.

Tak hanya itu, dari hasil penyidikan juga ditemukan terjadi pemotongan PPH sebesar 5 persen dan administrasi 1,5 persen dalam proses pembebasan lahan. Panitia pengadaan tanah tidak mengacu pada peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 5 tahun 1960 tentang UUPA, Perpres 65 tahun 2006 tentang pengadaan tanah untuk pemerintah bagi kepentingan umum dan Perka BPN RI Nomor 3 tahun 2007 tentang ketentuan pelaksanaan Perpres 65 tahun 2006 hingga menimbulkan perkara kepemilikan lahan.

Atas perbuatannya para tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) sub pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 Jo UU RI Nomor 20 tahun 2001 atas perubahan UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Kasus ini pun sempat menyebut keterlibatan Bupati Tana Toraja (Tator) kala itu, Thefelius Allererung. Dimana keterlibatannya terungkap dari keterangan beberapa saksi yang telah di periksa penyidik saat itu.

Beberapa saksi telah mengaku dan membenarkan jika ada pertemuan pembahasan ganti rugi lahan yang digelar di rumah jabatan Bupati, Thefelius Allererung.

Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan (Sulsel) disimpulkan terjadi kerugian negara sebesar Rp21 miliar dari total anggaran Rp 38 miliar yang digunakan dalam proyek pembebasan lahan bandara tersebut. Meski belakangan nilai kerugian itu dianulir setelah dilakukan audit ulang oleh BPKP Sulsel. Dimana kerugian ditetapkan hanya senilai Rp7 miliar lebih.

Anggaran proyek sendiri diketahui bersumber dari dana sharing antara APBD Kabupaten Tana Toraja dan APBD Provinsi Sulsel. Dari data yang dihimpun, kesalahan pembayaran dalam proyek pembebasan lahan dikuatkan oleh putusan perdata dari pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan, namun tak mendapatkan haknya. Malah pihak yang bukan pemilik lahan justru menerima pembayaran ganti rugi.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya