Liputan6.com, Cirebon - Tawurji merupakan salah satu tradisi warisan Sunan Gunung Jati Cirebon yang diperingati setiap akhir bulan safar. Tepatnya setiap hari Rabu terakhir di bulan safar yang dikenal sebagai Rebo Wekasan.
Tradisi Tawurji digelar untuk mendoakan orang-orang yang mampu dan menjadi bagian sedekah. Tradisi tawurji salah satunya digelar keluarga Keraton Kanoman Cirebon.
Keluarga Keraton Kanoman Cirebon mengundang secara terbuka kepada warga sekitar untuk membagikan uang receh. Namun, tidak banyak orang yang mengetahui sejarah tradisi tawurji yang ada di Cirebon.
Advertisement
Baca Juga
Patih Kasultanan Kanoman Cirebon Pangeran Patih Raja Mohamad Qodiran menjelaskan, tradisi tawurji ada sejak Syekh Siti Jenar meninggal.
Saat itu, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga mempersilakan santri Syekh Siti Jenar untuk mencari dana dengan mendoakan orang lain yang punya uang.
"Wur Tawurji Tawur, Selamat Dawa Umur. Itu penggalan syair tawurji sebenarnya doa dari Santri Syekh Siti Jenar kepada orang yang mampu," kata Patih Qodiran, Selasa (20/9/2022).
Dia menjelaskan, kata Tawur berarti menebar dan Ji diambil dari kata Haji. Tawurji merupakan doa santri Siti Jenar kepada orang yang mampu bahkan kepada orang yang belum naik haji juga didoakan agar naik haji.
Saksikan video pilihan berikut ini:Â
Tolak Bala
Umumnya, Tawurji digelar setiap akhir bulan Safar dalam kalender jawa. Tawurji bisa diartikan menebar barokah kepada warga sekitar dengan bersedekah.
Dahulu, tradisi Tawurji hanya dilakukan di internal keluarga keraton. Namun saat ini, tradisi Tawurji melibatkan masyarakat luas.
"Tawurji juga bagian dari menolak bala atau tolak sial. Karena bulan Safar identik dengan bulan sial dan bahaya," ujar dia.
Pada akhir bulan Safar dalam kalender jawa, sebagian meyakini sebagai bulan yang penuh sial. Biasanya, cobaan dan bencana alam datang pada setiap akhir Bulan Safar.
"Dipunahkannya dengan kue apem yang diyakini sebagai penolak bala," kata Qodiran.
Advertisement