Liputan6.com, Poso - Antusias warga sudah tampak sejak sehari sebelum festival itu dimulai. Di antara mereka bahkan datang dari desa yang berjarak puluhan kilometer seperti dari desa-desa di Lembah Lore dan Poso Pesisir. Bagi warga festival itu juga merupakan temu rindu setelah aksi seperti itu urung dilaksanakan selama pandemi.
Festival yang diikuti ratusan warga dari 22 desa itu dimulai dengan karnaval budaya dan hasil bumi. Nyanyian ‘Desaku’ dan ‘Tanah, Air, Hutan’ yang diciptakan khusus untuk Festival Mosintuwu, mengawali perjalanan karnaval warga.
Berbagai hasil pertanian dan perkebunan dibawa warga selama perjalanan sepanjang sekitar 3 kilometer dari taman Kota Tentena hingga area festival di Kecamatan Pamona Puselemba. Uniknya mereka membawanya dengan ciri khasnya masing-masing mulai dari pakaian adat hingga tabuhan alat musik tradisional.
Advertisement
Sepanjang perjalanan itu juga mereka membawa pesan agar kekayaan alam di Poso; tanah, air, dan hutan yang penting nilainya bagi kehidupan masyarakat tetap dijaga dan dirawat serta menjadi pertimbangan dalam setiap kebijakan pemerintah baik daerah maupun pusat.
Karnaval itu sendiri diakhiri dengan saling tukar hasil bumi antarkelompok warga dari desa-desa yang berbeda. Momen itupun menjadi ajang saling mengenal warga dan kekayaan sumber daya pertaniannya.
"Ini aksi yang sangat baik karena melibatkan masyarakat akar rumput. Kita diajak membangun kebersamaan tetapi tidak melupakan budaya," Leni Palese, peserta karnaval dari Desa Sangele mengatakan, Rabu (9/11/2022).
Upaya Menjaga Kemakmuran Desa dengan Budaya
Karnaval dan festival selama 4 hari itu sendiri merupakan upaya mengingat, menjaga, dan merayakan tanah, air, dan hutan dengan kebudayaan masyarakat Poso di tengah investasi dan pembangunan yang cenderung mengancam sumber daya alam yang menjadi sandaran masyarakat desa.
"Ini adalah proklamasi kebudayaan antardesa juga lintas generasi terhadap situasi dan dimanika persoalan yang dihadapi sekarang; tanah yang mulai dirampas, hutan yang digusur, dan air yang dikuasai sehingga memungkinkan kemakmuran desa akan hilang," Ketua Mosintuwu Institut, Lian Gogali menerangkan.
Budaya-budaya lawas Poso yang kental dengan semangat kebersamaan dan keberagaman diangkat kembali dalam Festival Mosintuwu, seperti Kayori atau tradisi bercerita, Molimbu atau makan bersama dengan sajian olahan hasil pertanian warga desa, serta Modero, sebuah tarian massal yang membentuk lingkaran dengan iringan tetabuhan gong, dan gendang.
Advertisement