MUI Sebut Aliran Sesat 'Puang Nene' di Bone Menyalahi Aqidah Islam

MUI Kabupaten Bone telah mengambil langkah persuasif untuk membina para pengikut aliran yang diduga sesat tersebut.

oleh Fauzan diperbarui 28 Mar 2023, 01:30 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2023, 01:30 WIB
Pimpinan aliran 'Puang Nene', Grento Walinono (Liputan6.com/Istimewa)
Pimpinan aliran 'Puang Nene', Grento Walinono (Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Bone - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bone akhirnya angkat bicara usai warga dihebohkan dengan kemunculan aliran Puang Nene. MUI menyebut bahwa aliran yang berada di bawah naungan yayasan Al-Mukarrama Al-Khaerat Mukminin Segitiga Emas Sunda Nusantara itu menyimpang dari akidah Islam. 

Ketua MUI Kabupaten Bone, Prof KH Amir HM menjelaskan alasan mengapa aliran Puang Nene dianggap menyimpang dari akidah Islam adalah karena adanya akrivitas yang mengarah kepada penyembahan berhala. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan tahunan aliran tersebut yang membawa sesajen ke sungai sebagai ritual. 

"Memang ada ajaran menyimpang yang mengarah ke penyembahan berhala, dengan mengantar sesajen ke sungai dan melakukan ritual. Ini perbuatan musyrik," kata Prof Amir, Senin (27/3/2023).

Meski begitu Prof Amir menyebutkan bahwa kabar tentang adanya larangan salat lima waktu bagi para pengikut aliran Puang Nene adalah tidak benar adanya. Menurut dia hal tersebut hanyalah isu belaka karena sebagian dari para pengikut aliran sesat tersebut masih melaksanakan Salat Jumat

"Mungkin ada sebagian masyarakat melihat mereka yang lain dan jarang melakukan salat jumat, mungkin ada yang salat jumat di masjid yang lain, atau musafir sehingga tidak sempat salat Jumat," jelasnya.

"Kami juga sedang melakukan pembinaan dengan mengirim dai (pendakwah) kami dari MUI Kecamatan Libureng untuk khutbah jumat dan berceramah selama Ramadan di masjid setempat," Prof Amir menambahkan.

Pihak MUI pun mengambil langkah persuasif untuk meyikapi kemunculan aliran Puang Nene ini. Pasalnya selain melakukan ritual dan menyiapkan sesajen, tak ada lagi aktivitas lain yang dilakukan oleh para pengikutnya yang mengarah kepada hal-hal yang tidak baik. 

"Tim kami dari MUI di Kecamatan Libureng Bone sudah melakukan pendekatan, menurut keterangan yang diperoleh dari pengikutnya mereka hanya melakukan kajian tarekat dan tasawuf saat malam," katanya.

Prof Amir juga mengaku, persoalan musyrik memang sudah ada sejak dulu dan perbuatan musyrik juga sudah dilakukan oleh masyarakat, dimanapun tempat dan lokasinya hal itu tetap ada.

"Saya kira masih banyak juga terjadi (perbuatan musyrik) di masyarakat kita sehingga tugas dai harus berdakwah tentang tauhid. Tauhid jadi perkara yang sulit bahkan sejak jaman dahulu sehingga nabi berkata yang paling berat saya hadapi dari umatku adalah masalah kemusyrikan," tambah Prof Amir.

Diselidiki Polisi

Pimpinan aliran 'Puang Nene', Grento Walinono (Liputan6.com/Istimewa)
Pimpinan aliran 'Puang Nene', Grento Walinono (Liputan6.com/Istimewa)

Satuan Reserse Kriminal Polres Bone pun kini tengah turun tangan menyelidiki keberadaan aliran sesat tersebut. Pasalnya sejumlah warga yang berada di Kabupaten Bone sudah mulai dibuat resah dengan kemunculan aliran sesat itu.

"Iya sementara masih diselidiki dulu dugaan aliran sesat ini," kata Kasubsi PIDM Sihumas Polres Bone, Ipda Rayendra, Rabu (22/3/2023).

Sementara itu, Kepala Desa Mattirowalie, Andi Swandi mengatakan bahwa aliran sesat ini didirikan oleh Grento Walinono alias Puang Nene yang berasal dari Kabupaten Soppeng. Sementara untuk di Wilayah Bone dipimpin oleh Hasang alias Acang. 

"Aliran sesat ini dipimpin oleh warga Kabupaten Soppeng yang sementara berdomisili di Kecamatan Libureng, bernama Walinono alias Puang Nene bersama satu orang Bone sendiri yakni, Hasang alias Acang yang memiliki berperan sebagai khalifah," sebutnya.

Dalam ajarannya, para pengikut Al-Mukarrama Al-Khaerat Mukminin Segitiga Emas Sunda Nusantara tidak dianjurkan melaksanakan salat lima waktu. Tak hanya itu, para pengikutnya juga diwajibkan untuk membayar sejumlah uang kepada pemimpin aliran sesat tersebut.

"Jadi ajarannya itu tidak salat lima waktu, memberikan ilmu tarekat kepada pengikutnya atau tidak Salat Jumat, kemudian mewajibkan para pengikutnya untuk memberikan mahar sebagai ongkos pembeli kursi nantinya untuk hari akhir," jelasnya.

Belum diketahui pasti berapa jumlah pengikut Al-Mukarrama Al-Khaerat Mukminin Segitiga Emas Sunda Nusantara. Namun polisi memastikan bawa aliran yang diduga sesat itu rutin menggelar pertemuan setiap akhir tahun dengan membebankan pembayaran Rp750 ribu kepada setiap pengikutnya. 

"Selain itu, setiap bulan selalu memberi sesajen berupa makanan di pinggir sungai di Desa Mattirowalie Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone," imbuhnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya