Liputan6.com, Tangerang - Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 11 Juli 2023 dan resmi ditandatangani Presiden RI Jokowi pada 8 Agustus lalu. Undang-undang yang terdiri dari 20 bab dan 458 pasal ini menjadi isu yang menjadi perhatian dunia kesehatan di Indonesia.
Merespons isu tersebut, Program Magister Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) menggelar Seminar Nasional dengan tema “Perlindungan Hukum Kepada Tenaga Medis dan Pasien Pasca Diundangkannya Undang-Undang Kesehatan”.
Ketua Program Studi (Kaprodi) Magister Hukum UPH, Prof. Agus Budianto menyampaikan bahwa, terbitnya aturan baru tersebut dianggap memiliki tantangan bagi tenaga kesehatan, masyarakat umum, dan pemerhati hukum.
Advertisement
“Pembentukan undang-undang ini harus kita mengerti maksudnya dan bagaimana proyeksi ke depannya. Tidak hanya untuk dunia kesehatan, tetapi juga dunia hukum. Saya rasa sebagai mahasiswa dan akademisi hukum, kita juga harus up to date dengan perkembangan-perkembangan ini,” kata Dekan Fakultas Hukum (FH) UPH, Dr. Velliana Tanaya.
Melalui rekaman video, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Prof. Dante Saksono Harbuwono mengatakan, undang-undang yang diinisiasi DPR tersebut diharapkan dapat mengakselerasi pelaksanaan transformasi kesehatan di Indonesia dan menjawab berbagai macam masalah kesehatan.
Mulai dari pelayanan primer, pelayanan rujukan, ketahanan kesehatan, pendanaan, Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, dan teknologi kesehatan.
Prof. Dante kemudian memberikan contoh terkait masalah SDM kesehatan, di mana produksi tenaga kesehatan yang kurang, distribusi tidak merata, perizinan yang rumit, hingga rentannya kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan. Menurutnya, masalah-masalah itu dapat diatasi dengan tiga manfaat dari UU Kesehatan.
"Pertama, jumlah dan distribusi tenaga kesehatan menjadi cukup dan merata. Kedua, proses perizinan akan menjadi cepat, mudah, dan sederhana. Ketiga, tenaga kesehatan yang rentan dikriminalisasi akan mendapatkan perlindungan hukum secara khusus," katanya.
Baca Juga
Selanjutnya, Wamenkes juga menyoroti permasalahan hukum terkait meningkatnya kasus malapraktik yang mencapai 370 kasus pada tahun 2020. Tingginya sengketa medis ini, menurutnya berpotensi menciptakan defensive medicine.
Yaitu kondisi ketika dokter menghindari melakukan prosedur medis yang berisiko tinggi, dengan tujuan untuk menghindari tuntutan atau gugatan yang berlebihan dari pasien dan hakim. Guna mencegah hal tersebut, Prof. Dante memandang, hadirnya Undang-undang Kesehatan berupaya menyeimbangkan perlindungan hukum bagi tenaga medis, tenaga kesehatan, dan pasien.
“Ada dua upaya yang terdapat dalam UU Kesehatan. Pertama, adanya majelis yang berfungsi melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran pidana dan perdata. Upaya ini akan menghasilkan rekomendasi apakah terdapat ketidaksesuaian dengan standar profesi, standar pelayanan atau standar prosedur operasional. Kedua, mengutamakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme keadilan restoratif,” jelas Prof. Dante.
Sementara, dengan kegiatan ini, UPH berharap dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Seminar ini juga bermanfaat bagi para mahasiswa untuk lebih memahami perkembangan hukum yang berlaku. Harapannya, para mahasiswa MH UPH semakin diperlengkapi untuk dapat menjadi profesional di bidang hukum yang berintegritas dan berdampak positif.