Liputan6.com, Manado - Abid Takalamingan, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI 2024 Dapil Sulut mengkritisi real count yang diunggah di website Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dia menilai data yang ditampilkan tidak valid.
Bahkan Abid Takalamingan mengatakan, real count atau penghitungan suara berdasarkan data yang diperoleh dari dokumen Formulir Model C1 Plano (catatan hasil penghitungan perolehan suara Pemilu) di TPS yang dimuat di server KPU melalui Sirekap itu, merugikan dirinya.
“Pada real count KPU ditemukan banyak kejanggalan. Hal ini pun akan memengaruhi opini publik jika tidak segera ditindaklanjuti,” ujarnya, Jumat (16/2/2024).
Advertisement
Dia mengatakan, pihaknya melihat di real count itu ada banyak kejanggalan, di mana rekapitulasi C1 form resmi menurut konstitusi itu tidak menjadi alat untuk mengukur data atau informasi mereka.
Dalam kurun waktu sejam tim IT pihaknya telah menemukan kurang lebih 20 kasus, misalnya ada TPS yang memiliki jumlah mencapai 3.000 suara.
Dia memaparkan, mengacu PKPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum, beber Takalamingan, penetapan jumlah pemilih di TPS untuk pemilu tahun 2024 tidak lebih dari 300 orang. Dalam satu jam timnya sudah menemukan sekitar 20 kasus dan itu mirip-mirip.
“Ada TPS yang jumlah pemilihnya itu sampai 3.000 orang. Di C1 misalnya TPS 1 Nuangan saya sebutkan supaya tidak jadi fitnah, itu jumlah saya 121 kemudian nomor urut yang lain dia 33 dan kemudian ada yang mendapatkan 3. Tapi setelah direkap oleh informasi KPU tersebut saya dinaikan jumlahnya, tidak 121 tapi saya ini menjadi 425," beber Takalamingan.
"Nah lucunya lagi yang 33 itu dinaikan menjadi 833, yang hanya mendapat suara 3 itu dinaikan menjadi 803 suara. Kalau kita akumulasi jumlahnya itu bisa mencapai 2000-an suara di satu TPS," sambungnya.
Abid mengatakan, anggaran KPU yang digelontorkan melalui APBN seharusnya memberikan informasi yang benar kepada publik, bukan sebaliknya.
"KPU harus bertanggung jawab karena dana yang digunakan ini APBN dan tidak boleh kemudian KPU melaksanakan atau cuek terhadap hal ini menggunakan dana APBN bukan memberikan informasi yang benar kepada publik, tapi malah mengelabui publik dengan cara-cara seperti itu," tuturnya.
Dia menduga perolehan suara yang naik signifikan di server real count KPU dilakukan secara sengaja dan sistematis untuk menguntungkan pihak lain, bahkan dinilai adanya modal suara untuk menaikan calon incumbent atau petahana.
"Saya kira KPU ini melakukan pembiaran atau kesengajaan. Saya bisa menduga, yah karena mereka-mereka yang menaikan suara itu incumbent. Itu yang terjadi, apakah mereka memberikan modal suara lebih dulu sehingga grafiknya tidak pernah bisa kami lewati," tutur Takalamingan.
Baca Juga
SImak Video Pilihan Ini:
Minta Real Count Di-takedown
Dia mengatakan, rekapitulasi KPU melalui real count dan kemudian menjadi rujukan data publik di media sosial selain memengaruhi opini publik, bakal berpotensi terjadi kekacauan.
Untuk itu dia meminta KPU agar segera men-takedown real count di server mereka dan memberi atensi terhadap masalah ini demi tegaknya penegakan hukum demi tegaknya Pemilu yang bersih, jurdil, rahasia dan adil.
"Dengan kesadaran penuh kita mengerti yang menentukan nanti bahwa rekapitulasi akhir yang akan dilaksanakan oleh KPU secara berjenjang, maka saya kira server ini atau informasi yang digunakan KPU ini untuk mengelabui opini masyarakat, membangun citra bahwa yang menang adalah pihak tertentu. Maka menurut saya itu harus di take down karena ini merugikan sekali dan akan berpotensi konflik di tengah-tengah masyarakat," ujarnya.
Abid mengatakan, jika sampai Sabtu 17 Februari ini masih menayangkan real count pihaknya akan mengerahkan massa melakukan demonstrasi di kantor KPU Sulut.
"Kalau sampai besok itu masih ada, saya akan kerahkan pendukung saya untuk demo di KPU, paling dekat tentu KPU Sulut, supaya barang ini tidak menjadi sesuatu yang meresahkan masyarakat," tegas Abid Takalamingan.
Ketua KPU Provinsi Sulut Kenly Poluan saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya tak bisa men-takedown data dari server tersebut.
“Itu kewenangan KPU RI,” ujar Kenly Poluan.
Soal dugaan kecurangan, dia menyebut proses penetapan calon dilakukan secara berjenjang dan acuannya nanti adalah hasil akhir dalam pleno KPU.
“Saya kira semua mengawasi proses tersebut, dari tingkat TPS ada pengawas, saksi dan juga disaksikan masyarakat, kita sebaiknya menunggu hasil pleno berjenjang ini,” kata Kenly Poluan.
Advertisement