Penyakit Anthrax Kembali Muncul di Gunungkidul, Ini Saran dari Ahli UGM 

Penyakit anthrax kembali muncul di Kabupaten Gunungkidul tepatnya di  Kapanewon Gedangsari, di mana satu orang warga ditengarai menjadi suspek penyakit anthrax.

oleh Yanuar H diperbarui 13 Mar 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2024, 19:00 WIB
Kasus Anthrax di Gunung Kidul, Kementan Terjunkan Tim Kesehatan Hewan
(Foto:Dok.Kementerian Pertanian RI)

Liputan6.com, Yogyakarta - Satu orang di Kapanewon Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul ditengarai menjadi suspek penyakit anthrax. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM bidang Mikrobiologi  Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni mengatakan bahwa spora dari Bacillus anthracis yang bersumber dari hewan yang disembelih atau dari lingkungan ternak ini sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun menjadi penyebab munculnya kembali antrax. 

“Di tubuh hewan saat hidup, spora ini belum terbentuk. Namun saat disembelih dan bakteri yang ada dalam darah itu keluar lalu berinteraksi dengan udara akan membentuk spora,” kata Minggu 10 Maret 2024.

Ia menjelaskan spora dapat terbentuk saat bakteri Bacillus anthracis terkena oksigen sehingga spora tidak pernah dijumpai dalam tubuh penderita atau dalam bangkai yang tidak dibuka. Ia menyarankan hewan yang terserang anthrax maupun lokasi yang menjadi sumber anthrax harus ketat isolasinya dengan tidak boleh ada satu pun lalu lintas ternak yang keluar masuk lokasi. 

“Tidak boleh juga sembarang orang keluar masuk di wilayah tersebut dan hanya petugas yang sudah ditetapkan,” ujarnya.

Saran lainnya pentingnya peternak meningkatkan biosekuriti dan melakukan pengobatan pada hewan yang sakit serta memberi tambahan suplemen, karena hewan yang terjangkit bakteri anthrax dapat diobati. Bakteri ini mudah mati jika diberi antibiotik, antiseptik, desinfektan dan mati pada suhu diatas 54 derajat celcius selama 30 menit. 

Pemberian vaksinasi kepada hewan yang sehat  selama dua kali selama setahun. Sementara Dosen Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Don mengatakan sebagai pencegahan penyakit anthrax menyebar dengan tidak memotong hewan yang sakit atau mengkonsumsi hewan yang sudah menjadi bangkai. 

“Daging bangkai tidak boleh dikonsumsi karena matinya karena zoonosis bisa menular ke manusia. Tahun lalu di Semanu, ada 11 orang tertular dan satu orang  meninggal," katanya.

Sementara perlu adanya isolasi untuk hewan yang sakit dan memberikan pengobatan hingga benar benar sehat. Saat menemukan hewan yang mati diduga karena penyakit anthrax sebaiknya dikubur atau dikremasi di lokasi

“Jika tidak ada alat kremasi, maka dikubur saja ditimbun lalu disemen tidak boleh dibongkar selamanya karena spora sangat awet, anti desinfektan sehingga penting adanya literasi dan edukasi agar kasus seperti ini tidak terulang kembali,” ujarnya.

Ia menyarankan agar hewan yang mati tidak dipindah ke tempat lain sebab jika hewan mati tersebut mengeluarkan darah maka tercecer dan menyebarkan spora di sepanjang jalan. “Jika dipindah, besar kemungkinan spora tercecer ke mana-mana,” ujarnya.

Kasus penyakit Anthrax sesuai data pada tahun 2019 di Kapanewon Karangmojo dan Ponjong ditemukan 12 orang positif dan satu orang meninggal. Selanjutnya tahun 2021, di Desa Hargomulyo, Gedangsari, terdapat 7 orang positif tertular anthrax. Selanjutnya tahun 2022, ada 13 orang positif anthrax di Ponjong. Sedangkan tahun 2023 lalu, di Dusun Jati, Desa Candirejo, Semanu ditemukan 87 orang positif, 18 bergejala dan satu orang meninggal.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya