PLTU Ancaman Kesehatan dan Lingkungan, Indonesia Belum Merdeka dari Batu Bara

Penggunaan batubara untuk PLTU turut menyumbang racun di udara yang dihirup masyarakat. Sumatera Barat memiliki masalah dengan batu bara dan memiliki dua PLTU yang menggunakan batubara, yakni Ombilin dan Teluk Sirih.

oleh Tim Regional diperbarui 24 Agu 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2024, 10:00 WIB
Kampanye energi bersih di PLTU Teluk Sirih Kota Padang. (Liputan6.com/ Roehana Project)
Kampanye energi bersih di PLTU Teluk Sirih Kota Padang. (Liputan6.com/ Roehana Project)

Liputan6.com, Padang - Memperingati HUT RI ke-79, Roehana Project dan Trend Asia mengajak masyarakat sipil untuk lebih kritis atas dampak energi kotor, khususnya industri batu bara, terhadap lingkungan.

Lewat diskusi publik, pameran foto, dan nonton bareng film dokumenter Baradwipa, Roehana Project dan Trend Asia ingin membangkitkan kesadaran akan urgensi segera melepas ketergantungan atas energi kotor batu bara dan beralih ke energi yang lebih bersih dan terbarukan.

Diskusi Publik 'Tidak Ada Kemerdekaan di Udara Tercemar' dimulai dengan pemutaran film Baradwipa yang diproduksi oleh jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) bersama Watchdoc, pada Senin (19/9).

Film tersebut menyoroti dampak nyata yang dialami masyarakat di Pulau Sumatera akibat pengembangan industri batubara, sekaligus menggarisbawahi betapa mendesaknya kebutuhan untuk beralih dari energi fosil.

"Kami melihat bahwa eskalasi kerusakan lingkungan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan kesadaran kita untuk menyelamatkannya. Percepatan kerusakan itu tentunya disebabkan oleh aktivitas industri batu bara," ujar Jaka HB dari Roehana Project.

"PLTU di seluruh Indonesia menjadi sumber polusi yang mengancam kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh lingkungan, tetapi juga oleh generasi mendatang," tambah Novita Indri, Juru Kampanye dari Trend Asia.

Sedangkan, Diki Rafiqi selaku Koordinator Advokasi LBH Padang, menyorot PLTU Sawahlunto di Sumatera Barat yang menyebabkan masalah kesehatan, khususnya terkait pernapasan.

"Di Sawahlunto, salah satu lokasi terdampak, skala kerusakan mungkin tidak besar, tetapi dampaknya sangat signifikan bagi masyarakat. Hasil pemeriksaan medis tahun 2017-2018 menunjukkan peningkatan penyakit paru-paru di kalangan penduduk yang tinggal di sekitar PLTU," katanya.

Karena itu, ada urgensi besar untuk penanganan masalah kesehatan yang terkait dengan aktivitas PLTU di Sawahlunto. Menurut Diki pencemaran udara akibat asap dan debu PLTU yang beroperasi di Sumatera berdampak besar terhadap masyarakat, seperti tingginya angka ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).

Akibatnya perubahan ekonomi sebab nelayan yang melaut semakin jauh, sehingga ada pengeluaran lebih untuk melaut bahkan pengobatan penyakit pernapasan.

 

 

Merdeka dari Batubara

Sementara, Novia Harlina dari AJI Padang mengatakan, jurnalis menghadapi banyak tantangan untuk memberitakan polemik yang dihadapi masyarakat, seperti dampak kehadiran PLTU batu bara terhadap kerusakan lingkungan.

"Tak banyak jurnalis yang mendapatkan dukungan dari redaksi untuk meliput masalah lingkungan. Padahal, peran media sangat penting dalam mengungkap fakta-fakta terkait dampak energi kotor," kata Novia.

Diskusi publik ini merupakan bagian dari serangkaian kegiatan kampanye Merdeka dari Batu Bara yang bertujuan untuk mengingatkan tak ada kemerdekaan di udara yang tercemar.

Pada Minggu, (18/8) Roehana Project dan Trend Asia mengibarkan banner yang menyoroti dampak buruk dari aktivitas PLTU batubara di Sumatera Barat.

Mulai dari PLTU Teluk Sirih yang secara administratif bagian dari Kota Padang sebagai sumber pembangkit listrik yang menggunakan batu bara, pantai Air Manis yang terkait dengan legenda terkenal Malin Kundang dan kedurhakaannya pada orang tua, terakhir landmark Kota Padang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Barat.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya