Liputan6.com, Yogyakarta - Pelukis alam sepi dengan gaya naturalis filosofis, Godod Sutejo masih menyisakan kesan kuat di mata para seniman. Bukan hanya pelukis, namun juga dari disiplin seni yang berbeda.
Berikut ini adalah kumpulan impresi mereka yang pernah bergaul dengan sang pelukis. Ditulis secara ringkas oleh Mahmoud Elqadrie, seorang seniman serba bisa dan juga kurator lukisan.
Advertisement
Seperti hendak meninggalkan tanda, pelukis senior Yogyakarta Godod Sutejo pergi ke alam baka, saat sedang menghelat pameran bersama ”Moksa” di Rumah Budaya Tembi.
Advertisement
Beberapa hari sebelumnya pelukis Godod Sutejo juga menggelar pameran tunggalnya yang ke 18. ”Manjing” di Kiniko Art Manajemen yang tak bisa dihadiri karena jatuh sakit menjelang pembukaan pameran.
Semenjak itu Godod Sutejo keluar masuk rumah sakit menjalani perawatan intensif di RSD Wirosaban dan di RS Bethesda Yogyakarta. kemudian meninggal dunia (28 Agust 2024 jam 12.00 WIB) saat kedua pamerannya tengah berlangsung.
Kepergiannya meninbulkan duka yang mendalam bagi istrinya Atik Sugiarti yang setia menemani perjalanan karir Godod Sutejo. juga putra putrinya yang tak kuasa menahan duka. Bahkan kabar meninggalnya Godod Sutejo juga mengagetkan dunia senirupa Indonesia dan Yogyakarta pada khususnya.
Dua tanda even pameran “Manjing” dan “Moksa" menjadi momen yang meninggalkan jejak tanda bagi Godod Sutejo.
Dalam beberapa percakapan dan perenungan saat-saat persiapan pameran tunggal ke18 yang kemudian menjadi tunggal terakhirnya tersebut. Godod Sutejo banyak berdiskusi dengan Agus Yaksa kuratornya tentang istilah” Manjing”.
Manjing, Merasuk
Dikatakan bahwa Manjing menjadi pilihan tema karena memberi makna daya hidup semangat dalam berkarya. Manjing dalam istilah jawa merupakan dorongan kehendak yang kuat dalam mengelola inspirasi dan eksistesi seseorang. Maka bisa dimaknakan bahwa setiap seniman dalam proses berkarya harus mencurahkan totalitas dirinya dan tidak boleh berhenti.
Dalam pameran tunggal Manjing, Godod Sutejo seperti hendak memberi pesan bahwa tanggung jawab seorang pelukis adalah berkarya tanpa mengenal menyerah dalam situasi dan kondisi apapun,
Tajuk” Manjing” seperti hendak memberi pesan isyarat pameran tunggalnya yang terakhir , dalam waktu yang hampir bersamaan Godod Sutejo juga menggelar pameran dalam Festival Moksa. Seperti seakan hendak memberi jejak tanda perjalanan kreativitas yang terakhir. Disaat kuasa takdir menghendaki pelukis Godod Sutejo dipanggil Tuhan yang maha kuasa.
Perjalanan panjang Godod Sutejo telah mencapai puncak paripurna. Sang sosok pelukis alam sepi, sunyi yang nglangut itu tetap tekun dan konsisten dengan gaya naturalis filosofis, tentang kebesaran alam dan obyek manusua kecil-kecil berbagai aktivitas menjadi pesan utama bahwa hakekat manuasia bagaikan debu di tengah alam semesta.
Ide dan ciri khas karya lukisannya menurut pengakuannya berawal dari kegelisahannya dalam rangka mencari jati diri dalam lukisannya. Karena tuntutan kurikulum di jurusan seni lukis ASRI. Godod lalu pergi menyepi ke pantai Samas. Ketika dia sedang duduk merenung dari kejauhan ia melihat kerumunan dan gerak gerik orang yang tampak kecil sekali.
Pemandangan ini menggugah kesadaran estetisnya. Untuk melukis diatas kanvas . Sejak kesadaran tersebut lebih kurang tahun 1974 . Godod Sutejo merasa mantap dengan pilihan gayanya yang ia pegang teguh sampai akhir hayatnya
Sebagai pelukis papan atas di Indonesia dengan jam terbangnya yang panjang tentu meninggalkan kesan yang mendalam bagi sahabat dan kawan-kawan seniman dan kumunitas spiritual yang dia jalani
Advertisement
Kesaksian
Kesan-kesan tentang sosok Godod Sutejo oleh Drs.Subroto SM, M,Hum sebagaimana disampaikan pada saat pembukaan pameran tunggalnya, bahwa Godod Sutejo sebagai pelukis yang konsisten terhadap idealismenya.
"Dalam pandangan saya karya lukisan Godod mempunyai pesan agar manusia sadar, rendah hati dan jangan jumawa. Oleh karenanya kalo manusia ingin bahagia, harus bisa menjaga kesatuan hidup yang harmonis dengan sesama, dengan alam dan dengan sang pencipta langit, bumi dan seisinya," kata Subroto SM. Dan dalam pandanganya Godod Sutejo pribadi yang menjalankan semua itu.
Sementara itu, Titoes Libert mantan dosen senirupa ISI yang juga kawan sesama seniman yogya juga menyampaikan rasa duka citanya dengan berpulangnya sosok Godod Sutejo yang dia kenal sebagai pribadi yang gigih dan konsisten dengan aliran lukisan natural filosofis tentang obyek kebesaran alam. Gagasan dan pencapaian estetisnya memberi ruang perenungan tentang kesadaran manusia terhadap harmonisasi alam semesta.
Ada juga Washi Subroto teman karib seangkatan saat di ASRI/STSRI merasa kehilangan sosok Godod Sutejo yang sangat dia kenal, karena sempat merasakan suka duka bersama. Washi mengenang Godod Sutejo karena pernah tinggal satu kos saat masih kuliah.
Godod adalah sosok yang “Gede Prihatine” (Menjalani hidup dalam kesederhanaan dan laku tirakat) “Sumarah” (Berserah diri kepada Tuhan).
Ledek Sukadi salah satu perupa ternama Yogyakarta menyebut sangat mengenal dekat Godod Sutejo, karena berinteraksi secara langsung. Godod Sutejo dalam pandangan Ledek Sukadi adalah seniornya.
"Godod Sutejo adalah seorang motivator yang baik dan sangat menekankan akan kedisiplinan dan tanggung jawab sebagai seniman. Terutama dalam mengelola karya dan memanajemenya. Ledek bahkan mengingat bagaimana Godod Sutejo merancang konsep manajemen lukisan, bahkan jauh sebelum muncul gallery lelang yang mempraktekkan lelang karya lukisan," katanya.
Godod Sutejo sudah menjalankan setrategi pasar dan praktek lelang lukisan, juga event-event budaya, seperti organizer Pameran, Bursa lukisan, OTS, Organisai seniman bahkan koperasi seniman dll
Pardiman Joyonegoro musisi kontemporer dan dikenal pendiri Omah Cangkem melihat sosok Godod Sutejo sebagai pribadi yang rendah hati dan peduli terhadap seni tradisi. Godod turut berpartisipasi membina kesenian tradisi terutama jawa. Latar tradisi dan spiritual jawanya yang kental menjadikan Godod Sutejo akrab dengan kebudayaan jawa yang menjadi sikap dan indentitasnya didalam berkesenian.
Rina Nikandaru dramawan dan ketua GRK Asrdafi yang menganggap Godod Sutejo adalah figur seniman yang ngayomi dan membaur dengan lintas seni yang lain. Godod sutejo juga dekat dengan seniman teater dan rajin menonton setiap pertunjukkan drama.
"Beliau selalu mensuport proses kreatif seniman muda yang mencari jati diri dengan ikhlas. Kita semua merasa kehilangan atas perginya bapak Godod Sutejo," kata Rina.
Selamat jalan sang pelukis alam sunyi sepi. Godod Sutejo!
(Catatan Mahmoud Elqadrie untuk liputan6.com)