2 Mahasiswa UGM Dapat Penghargaan Internasional, Salah Satunya karena Burung Paruh Bengkok

Asian Ornithological Conference pada 14 -17 November lalu di Beijing, China dihadiri 528 delegasi dari 39 negara terdiri dari 76 Universitas, 37 Lembaga Penelitian. Konferensi ini merupakan peningkatan pertukaran akademik antar negara dikawasan Asia, mempromosikan penelitian dan konservasi di bidang ornithology salah satunya burung paruh bengkok.

oleh Yanuar H diperbarui 01 Des 2024, 22:00 WIB
Diterbitkan 01 Des 2024, 22:00 WIB
Burung paruh bengkok
Untuk mendukung sarana pendidikan dan wisata, PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mendukung pengembangan Gedung Pusat Informasi.

Liputan6.com, Yogyakarta - Dua mahasiswa UGM Dudi Nandika mahasiswa doktoral dari Fakultas Biologi UGM dan Dwi Agustina mahasiswa magister dari fakultas Biologi UGM mendapatkan penghargaan internasional di Asian Ornithological Conference pada 14 -17 November lalu di Beijing, China. Dudi dengan risetnya berjudul “Recent Data Analysis Feeding Guilds Bird Community as a Bioindicator for Manusela National Park Management, in Maluku” yang mencari tahu data populasi dan komposisi jenis burung di Taman Nasional (TN) Manusela, Maluku utamanya Burung Paruh Bengkok.

Riset ini menurut Dudi sangat penting karena akan menjadi dasar dalam pengelolaan kawasan dan update data dalam penentuan kebijakan penentuan status suatu jenis burung karena sangat penting untuk ekosistem. Dasar riset ini berawal adanya ancaman perburuan liar yang terjadi di wilayah Maluku, dimana 86% satwa yang diburu merupakan satwa dari keluarga aves sehingga dibutuhkan adanya atensi khusus terhadap perlindungan satwa aves.

“Perburuan liar merupakan ancaman terbesar yang dihadapi oleh burung liar di wilayah Maluku 86 persen jenis yang satwaliar yang berhasil disita oleh BKSDA adalah dari keluarga Aves,” kata Dudi dalam keterangan yang ditulis Liputan6.com, Sabtu 30 November 2024.

Dudi mengatakan burung di Taman Nasional ini umumnya adalah jenis yang dapat mewakili kondisi tipe habitat dan ketinggian berada dalam Kawasan TN Manusela. Menurutnya, burung seperti Burung Paruh Bengkok memiliki peranan yang sangat penting dalam ekosistem dan bisa menjadi indikator kesehatan lingkungan dan perubahan ekologi/habitat.

“Sangat diperlukan kebijakan yang dapat melindungi satwa jenis aves yang berada di Taman Nasional Manusela,” ujarnya.

Dwi Agustina mempresentasikan risetnya di koenferensi itu dengan judul “Aligning Cockatoo Conservation Efforts with Local Huaulu Customary Wisdom on Seram Island, Maluku, Indonesia.” Riset ini membahas konflik kepentingan di antara masyarakat adat Huaulu di Maluku dengan Pemerintah, di mana masyarakat adat Huaulu ingin memburu burung Kakatua untuk mendapatkan bulu jambulnya untuk kepentingan adat, tentu ini bertentangan dengan kepentingan konservasi pemerintah.

“Riset ini dilaksanakan untuk mendapatkan solusi guna menyelesaikan konflik ini secara damai,” ujarnya.

Dwi mengatakan hasil riset berhasil menemukan solusi dari permasalahan konflik itu yaitu penggunaan bulu burung kakatua yang sudah rontok dalam pelaksanaan upacara adat. Sehingga masyarakat adat bisa tetap menggelar upacara adat mereka tanpa memburu burung kakatua dan usaha konservasi pemerintah bisa tetap berjalan.

“Kesepakatan ini juga menjadi jalan tengah untuk menyelaraskan upaya konservasi burung khususnya kakatua maluku dengan kearifan lokal Negeri adat Huaulu,” jelas Dwi.

Dwi berharap proses konservasi di Maluku ini bisa berjalan lancar dan hewan-hewan yang terancam punah dapat dipulihkan populasinya.

“Dapat mengaktifkan kembali “seli kaitahu” untuk memulihkan populasi hewan buruan dan mengatur pemanfaatan hutan di dalam Negeri Adat, sehingga populasi hewan buruan yang berkurang dapat pulih kembali,” Ucap Dwi.

Penghargaan yang diterima oleh kedua mahasiswa ini, berupa penghargaan “First Prize Poster Award” untuk Dudi Nandika dan “First Prize Presentation Awards” untuk Dwi Agustina. Selain itu, keduanya mendapatkan Travel Award dari AOC Committee.

Dekan Fakultas Biologi UGM, Budi Setiadi Daryono, berharap penghargaan dan hasil riset mahasiswanya bisa memberikan manfaat pada masyarakat Indonesia dan menjadi sebuah motivasi untuk upaya penelitian dan konservasi burung di Indonesia.

Menurutnya, kedua mahasiswa ini telah lama menjadi praktisi dalam dunia konservasi burung khususnya burung paruh bengkok, namun konferensi ini tentu merupakan ajang mempromosikan diri dan meningkatkan jaringan di dunia yang lebih luas, serta menambah wawasan.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya