Liputan6.com, Yogyakarta - Dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Rachma Wikandari mendapatkan penghargaan The Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award setelah meneliti mikroprotein atau protein alternatif yang memiliki kandungan nutrisi protein yang berada di antara daging dan kedelai kurang lebih selama 4 tahun ini. Menurutnya, kandungan asam amino yang dimiliki juga lebih lengkap dibanding kedelai.
Ia mengatakan mikroprotein terbuat dari Miselium jamur tempe yang ditumbuhkan pada media cair. Tekstur hasil panen seperti adonan kue (dough) sehingga mudah untuk dibentuk seperti bakso atau sosis. “Hanya saja masih perlu adanya pengembangan untuk tekstur hasil panen supaya mirip seperti daging ayam,” kata Rachma, Selasa (4/2/2025).
Rachma menjelaskan selain dari segi nutrisi keunggulan dari mikroprotein lainnya adalah proses pembuatan Mikroprotein yang cukup singkat yaitu 2 hari dengan hasil panen mencapai satu kilogram. Bahkan ukuran reaktor yang dibutuhkan hanya 1x1 meter sehingga tidak memakan tempat. “Enzim yang terkandung di dalamnya bisa tumbuh dalam berbagai macam substrat contohnya seperti air rebusan kedelai,” jelasnya.
Advertisement
Baca Juga
Ia mengatakan tidak hanya pada kandungan nutrisi, produksi mikroprotein dapat menanggulangi permasalahan limbah yang dihasilkan industri tempe serta menambah pendapatan bagi pedagang tempe. Sekarang, Rachma tengah membuat model sterilisasi media dan sedang dikaji lebih mendalam untuk reaktor agar dapat lebih sederhana sehingga dapat dikomersilkan.
Risetnya soal mikroprotein ini tidak hanya membawanya memenangkan penghargaan Hitachi Awards, sebelumnya Ia juga sudah beberapa kali memenangkan penghargaan salah satunya L’Oreal - Unesco for Women in Science National Fellowship 2024 Award Academy.
Penghargaan ini menjadikan Rachma termotivasi untuk terus memberikan kontribusi nyata terhadap masyarakat dengan risetnya. Soal mengenalkan produknya ini Dosen Fakultas Teknologi Pertanian ini mengatakan masyarakat Indonesia cenderung tidak mudah menerima olahan pangan baru yang dianggap asing atau biasa disebut food neophobia.
Padahal jamur yang ada dalam produk mikroprotein ini sebenarnya sama dengan jamur yang ada pada tempe sehingga masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengkonsumsi olahan mikroprotein. “Memang untuk pengolahannya harus dipanaskan terlebih dahulu karena mengandung RNA yang berpotensi menyebabkan asam urat. Namun, produk mikroprotein ini aman untuk dikonsumsi seperti layaknya tempe,” katanya.
Rachma mengatakan bulan Desember 2024 lalu, mikroprotein telah diperkenalkan kepada masyarakat dengan bekerja sama dengan seorang chef untuk mengolah produk tersebut menjadi spaghetti. Tanggapan dari masyarakat pun positif dan banyak yang menyukai olahan mikroprotein dimana olahan mikroprotein memiliki tekstur yang mirip dengan sosis. Ia berharap, riset potensi pangan alternatif yang ia kembangkan ini bisa berkontribusi menyelesaikan masalah di masyarakat dengan mencari dan memanfaatkan potensi pangan lokal.