Liputan6.com, Jakarta - Kuliner tradisional Indonesia sangat kaya akan variasi makanan berbasis beras atau ketan, salah satunya adalah Luba Laya, hidangan khas suku Dayak di Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara.
Sekilas, makanan ini memiliki kemiripan dengan lontong, tetapi Luba Laya memiliki cita rasa yang lebih gurih dan sedikit manis karena adanya tambahan santan serta bumbu khas yang digunakan dalam pembuatannya.
Advertisement
Makanan ini tidak hanya sekadar makanan pokok, tetapi juga memiliki makna budaya yang erat dengan tradisi masyarakat Dayak, khususnya dalam berbagai acara adat dan perayaan.
Advertisement
Baca Juga
Dalam proses pembuatannya, Luba Laya dibuat dari beras ketan putih yang dimasak dengan santan dan garam, lalu dibungkus dengan daun pisang sebelum dikukus atau direbus.
Perbedaan utama antara Luba Laya dan lontong terletak pada teksturnya yang lebih lembut dan sedikit lengket akibat penggunaan ketan, serta rasanya yang lebih kaya karena tambahan santan.
Selain itu, Luba Laya juga sering kali diberi sedikit gula, yang membuatnya memiliki sedikit rasa manis yang khas, kontras dengan lontong yang umumnya tawar. Proses memasak yang cukup lama membuat aroma dari daun pisang meresap sempurna ke dalam ketan, memberikan cita rasa yang harum dan khas.
Sebagai makanan tradisional, Luba Laya sering disajikan dalam berbagai acara adat suku Dayak, seperti pesta panen, pernikahan, atau upacara keagamaan. Masyarakat Dayak percaya bahwa makanan ini melambangkan keberkahan dan kebersamaan, sehingga sering dibagikan kepada keluarga dan kerabat dalam acara besar.
Dalam penyajiannya, Luba Laya biasanya dinikmati bersama lauk khas seperti ikan bakar, ayam masak habang (ayam masak merah khas Kalimantan), atau sambal terasi yang pedas. Kombinasi antara rasa gurih, manis, dan aroma khas dari Luba Laya menjadikannya makanan yang sangat istimewa dan menggugah selera.
Keunikan Luba Laya juga terletak pada bahan bakunya yang alami dan mudah ditemukan di Kalimantan. Beras ketan yang digunakan biasanya merupakan hasil panen lokal yang ditanam secara tradisional oleh masyarakat Dayak, sehingga memiliki kualitas yang sangat baik.
Mengguggah Selera
Santan yang digunakan pun berasal dari kelapa segar yang diperas sendiri, sehingga menghasilkan cita rasa yang lebih otentik dibandingkan dengan santan kemasan. Proses pembungkusannya dengan daun pisang juga bukan hanya untuk estetika, tetapi juga berfungsi sebagai pengawet alami yang membuat makanan ini dapat bertahan lebih lama tanpa bahan pengawet buatan.
Di tengah modernisasi dan perubahan pola konsumsi masyarakat, Luba Laya tetap bertahan sebagai salah satu kuliner tradisional yang dijaga keberlangsungan oleh masyarakat Dayak Nunukan. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah kurangnya promosi dan dokumentasi mengenai makanan ini, sehingga tidak banyak orang di luar Kalimantan yang mengenalnya.
Oleh karena itu, upaya untuk memperkenalkan Luba Laya ke tingkat nasional maupun internasional sangat penting agar kuliner khas Dayak ini bisa mendapat tempat di hati masyarakat luas.
Beberapa komunitas dan pelaku usaha kuliner di Kalimantan Utara sudah mulai mempopulerkan Luba Laya melalui media sosial dan festival makanan, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan kekayaan kuliner tradisional Indonesia.
Dengan rasa yang unik, proses pembuatan yang sarat nilai tradisi, serta makna budaya yang mendalam, Luba Laya pantas mendapat perhatian lebih di kancah kuliner Nusantara.
Jika Anda berkesempatan mengunjungi Kalimantan Utara, khususnya Kabupaten Nunukan, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi Luba Laya dan menikmati kelezatan khasnya yang autentik dan menggugah selera.
Penulis: Belvana Fasya Saad
Advertisement
