Ritual Dolop, Pengadilan Tuhan Ala Suku Dayak Agabag

Masyarakat Dayak Agabag meyakini bahwa roh leluhur akan hadir dan membantu memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi

oleh Switzy Sabandar Diperbarui 28 Feb 2025, 05:00 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2025, 05:00 WIB
Ilustrasi tarian Suku Dayak, Kalimantan, Indonesia, budaya
Ilustrasi tarian Suku Dayak, Kalimantan, Indonesia, budaya. (Photo by Ainun Jamila on Unsplash)... Selengkapnya

Liputan6.com, Nunukan - Di pedalaman Kalimantan Utara, tepatnya di Kabupaten Nunukan, masih berlangsung sebuah tradisi peradilan adat yang penuh makna spiritual. Ritual dolop merupakan sistem pengadilan terakhir dalam menyelesaikan perselisihan di kalangan suku Dayak Agabag yang tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah biasa.

Mengutip dari berbagai sumber, ritual dolop dilaksanakan melalui tes menyelam di dalam air. Kedua pihak yang berselisih harus menyelam bersamaan, dan yang pertama kali muncul ke permukaan dinyatakan sebagai pihak yang bersalah.

Sistem peradilan ini didasarkan pada kepercayaan bahwa leluhur dan alam akan berpihak pada kebenaran. Sehingga, orang yang tidak bersalah akan mendapat kemampuan bernafas lebih lama di dalam air, seolah-olah berada di daratan.

Penyelenggaraan ritual dolop tidaklah sederhana dan memerlukan persiapan yang rumit serta biaya yang tidak sedikit. Para peserta yang akan menjalani ritual harus menyediakan tebusan berupa guci kuno yang harganya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Selain itu, berbagai sesembahan juga harus dipersiapkan, seperti beras kuning, jantung pisang, kain kuning, kain merah, dan pohon kalam buku sebagai persyaratan untuk memulai ritual. Sebelum ritual dimulai, tetua adat akan melakukan upacara pemanggilan roh leluhur dengan cara menggebuk-gebuk jantung pisang ke tanah selama lima menit.

Masyarakat Dayak Agabag meyakini bahwa roh leluhur akan hadir dan membantu memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi. Mereka juga percaya bahwa orang yang bersalah akan diganggu oleh makhluk-makhluk air sehingga tidak mampu bertahan lama di bawah permukaan.

Ritual dolop tidak dilaksanakan sembarangan untuk menyelesaikan perselisihan kecil. Tradisi ini biasanya ditempuh sebagai jalan terakhir ketika musyawarah adat tidak mencapai titik temu.

Berbagai permasalahan yang bisa dibawa ke ritual dolop antara lain kasus perselingkuhan, pencurian, sengketa tanah, bahkan kasus pembunuhan yang sulit dibuktikan. Tetua adat selalu mengutamakan penyelesaian secara musyawarah terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan melaksanakan ritual dolop.

Hal ini tidak hanya karena pertimbangan biaya yang mahal, tetapi juga karena ritual ini dianggap sebagai upacara sakral yang melibatkan kekuatan supernatural. Masyarakat Dayak Agabag meyakini bahwa dengan melibatkan leluhur dalam penyelesaian masalah, keputusan yang diambil akan lebih adil dan sesuai dengan nilai-nilai yang mereka junjung tinggi.

Saat ritual berlangsung, seluruh warga berkumpul di tepi sungai atau danau untuk menyaksikan proses peradilan adat ini. Suasana hening menyelimuti area tersebut saat kedua pihak yang berselisih bersiap untuk menyelam.

Tetua adat akan memimpin doa sebelum memberikan aba-aba untuk memulai penyelaman. Kedua peserta kemudian menyelam bersamaan, sementara warga dan tetua adat dengan seksama mengamati siapa yang akan muncul terlebih dahulu.

Hasil dari ritual dolop bersifat final dan mengikat. Pihak yang kalah dalam ritual ini harus menerima konsekuensi sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku. Keputusan yang dihasilkan melalui ritual ini dianggap sebagai keputusan yang datang langsung dari leluhur dan kekuatan spiritual, sehingga tidak ada yang berani menentangnya.

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Promosi 1

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya