‘Pertiwi Menari’, Film Dokumenter Terbaru Ismail Basbeth Dukungan Ruang Aman Perempuan lewat Tarian

Film dokumenter yang disutradarai oleh Ismail Basbeth ini bercerita tentang Dia Ambar, Diendha Febrian, Inggit Kilihening, Kinanti Sekar, Lyza Anggraheni, dan Santi Saidan.

oleh Tim Regional Diperbarui 08 Mar 2025, 21:45 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2025, 18:31 WIB
Pertiwi Menari
Ruang Basbeth Bercerita pada Sabtu ini, 8 Maret 2025 merilis sebuah film dokumenter berjudul Pertiwi Menari. Film dokumenter yang dapat di akses melalui kanal YouTube milik Ruang Basbeth Bercerita.... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Ruang Basbeth Bercerita pada Sabtu ini, 8 Maret 2025  merilis sebuah film dokumenter berjudul Pertiwi Menari. Film dokumenter yang dapat di akses melalui kanal YouTube milik Ruang Basbeth Bercerita. 

Film ini lahir sebagai respon atas acara Dara Setara. Sebuah konser musik dalam genre rock yang dibuat khusus penonton perempuan dan ditujukan untuk menjadi ruang konser musik yang aman bagi penonton perempuan. Enam orang penari yang menjadi karakter utama dokumenter ini, menjadi satu-satunya penampil yang bukan band musik di acara Dara Setara.

Film dokumenter yang disutradarai oleh Ismail Basbeth ini bercerita tentang Dia Ambar, Diendha Febrian, Inggit Kilihening, Kinanti Sekar, Lyza Anggraheni, dan Santi Saidan. Enam perempuan muda dalam status istri dan ibu, bertemu di masa pandemi dalam sebuah kelompok tari, dengan dipandu oleh Kinanti Sekar seorang penari yang memiliki sanggar tempat mereka berlatih. 

Selama setahun, dalam pertemuan seminggu sekali mereka mengambil waktu untuk berjeda dari rutinitas sebagai istri dan ibu dengan berlatih menari Jawa. Pada mulanya kegiatan dilakukan untuk mengisi waktu beristirahat sejenak dari keriuhan dan tumpang tindih perkara domestik rumah tangga.

Proses latihan gerak tubuh yang rutin dijalani mengungkap banyak hal lain dalam diri mereka, di luar urusan sebagai istri dan ibu. Ada trauma dan luka batin yang dengan sadar maupun tidak, terurai dan menemukan ruang hangat bagi pelukan dan dukungan.  Selain menemu dan mengenali endapan psikis yang tersimpan, mereka melakukan proses penyembuhan atas luka batin dan trauma tersebut.  

Film dokumenter  yang masuk ke dalam “Shortlisted Best Documentary Festival Film Indonesia 2023” adalah rekaman atas persiapan dan penampilan publik pertama kelompok tari ibu-ibu Sanggar Kinanti Sekar. Gambar-gambar yang muncul memberikan sebuah realitas di mana aktivitas seni, budaya, dan pendekatan kultural bisa menjadi cara yang ampuh untuk memproses problem kesehatan psikis selain bantuan ahli dan pendekatan ilmu psikologi. 

Lewat gerak tari, enam perempuan muda menemukan kembali kekuatan, suara, dan persaudaraan. Sebuah bukti bahwa kekayaan khazanah kultur di masyarakat kita bisa memberikan ruang yang hangat, aman, dan penuh dukungan bagi perempuan yang mengalami banyak tekanan dalam kehidupan di struktur patriarki.

Melalui film ini, Ismail Basbeth menemukan bahwa tubuh yang bergerak adalah tubuh yang mengingat. Ingatan-ingatan yang muncul menumbuhkan keberanian untuk mengakui, membicarakan, dan memproses pengalaman-pengalaman berat dalam dialog bersama diri sendiri maupun bersama kelompok secara intens. 

Promosi 1

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya