Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi Indonesia berdampak terhadap sektor usaha termasuk otomotif. Hal ini ditunjukkan dari penjualan mobil menurun sejak tahun lalu.
Tercatat penjualan mobil mencapai 1,01 juta unit atau melemah 16,12 persen secara year on year (YoY). Hal sama juga terjadi pada kinerja penjualan sepeda motor merosot 17,6 persen secara YoY pada 2015.
Perlambatan ekonomi itu juga mempengaruhi kinerja PT Astra International Tbk (ASII). Mengutip riset PT BNI Securities pada 6 Januari 2016 seperti ditulis Rabu (20/1/2016), penjualan mobil dan motor PT Astra International masing-masing turun 19,71 persen YoY dan 13,99 persen YoY hingga sembilan bulan pertama 2015.
Advertisement
Baca Juga
Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga mempengaruhi komponen bisnis perseroan seperti pengurangan margin manufaktur dan volume penjualan rendah.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2015, kontribusi laba bersih dari sektor otomotif turun 10 persen menjadi Rp 5,3 triliun. Hal itu disebabkan lemahnya permintaan otomotif karena ekonomi melambat. Ditambah diskon harga di pasar mobil disebabkan kelebihan kapasitas.
Analis PT BNI Securities, Thennesia Debora menuturkan, pendapatan perseroan dari sektor otomotif akan turun 15 persen YoY menjadi Rp 92,19 triliun. Ini sejalan dengan lemahnya pembelian di sektor otomotif. Secara total, pendapatan perseroan turun 11,18 YoY menjadi Rp 179,16 triliun pada 2015.
Prediksi 2016
Prediksi 2016
Thennesia memperkirakan, kinerja PT Astra International Tbk akan lebih baik pada 2016 ketimbang 2015. Pendapatan perseroan diperkirakan naik 4,36 persen YoY.
Hal itu tak lepas dari ekonomi melambat akan membatasi daya beli masyarakat. Ditambah suku bunga kredit bank tinggi dan melemahnya rupiah terhadap dolar AS juga membebani jumlah penjualan mobil di Indonesia.
Lantaran nilai tukar rupiah melemah berdampak negatif untuk impor bahan baku dan komponen otomotif. Thennesia menambahkan, produsen juga akan sulit untuk menaikkan harga karena lemahnya daya beli masyarakat.
"Kami melihat tren pelemahan bisnis otomotif masih berlanjut pada 2016," kata Thenesia.
Hal senada dikatakan Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada. Reza menuturkan, kinerja PT Astra International Tbk masih dipengaruhi nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan harga komoditas. Ditambah perlambatan daya beli masyarakat juga masih akan terjadi.
"Harga komoditas masih melemah sehingga kontribusi dari alat berat dan perkebunan yang merupakan anak usaha PT Astra International belum signifikan. Kinerja menurun itu berdampak ke PT Astra International Tbk," kata Reza saat dihubungi Liputan6.com.
Akan tetapi, Reza menuturkan, suku bunga acuan/BI Rate turun menjadi 7,25 persen dari posisi 7,5 persen dapat memberikan sentimen positif untuk PT Astra International Tbk. "Sektor otomotif akan terbantu dari penurunan suku bunga. Namun itu juga tergantung dari seberapa cepat bank untuk menurunkan suku bunga kredit," kata Reza.
Di tengah tantangan tersebut, PT Toyota Astra Motor yang bagian dari grup PT Astra International Tbk meluncurkan All New Kijang Innova pada 23 November 2015. Produk itu diproduksi oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia dengan kapasitas 5.000 unit per bulan. Sekitar 1.500 unit akan diekspor ke Asia, Afrika, Karibia, Amerika Latin dan Timur Tengah.
Thennesia memperkirakan produk baru itu akan menjadi salah satu produk yang dapat mengisi pasar di tengah daya beli masyarakat melemah. Produk baru tersebut tidak hanya meningkatkan investasi tetapi juga menambah kontribusi ekonomi Indonesia.
Hal itu karena perseroan akan menambah karyawan dan aktivitas produksi. Saat ini juga komponen lokal produk tersebut juga naik dari 80 persen menjadi 85 persen.
Thennesia juga melihat bisnis low cost green car (LCGC) juga akan menjanjikan bagi perseroan meski saat ini kontribusinya masih kecil. Kenaikan harga jual LCGC dan insentif dari PPnBM diharapkan dapat mendukung perseroan. Saat ini pangsa pasar PT Astra International Tbk di bisnis LCGC naik menjadi 56,58 persen dari total keseluruhan LCGC hingga November 2015.
Rekomendasi Saham
Thenesia memperkirakan, laba bersih perseroan menjadi Rp 17,48 triliun pada 2016 dengan earning per share (EPS) 2016 sebesar Rp 431,74. Pertumbuhan EPS diperkirakan 6,79 persen dan margin laba sebesar 9,35 pada 2016.
Dengan melihat kondisi itu, Thenesia merekomendasikan beli dengan target harga saham Rp 7.000 dalam satu tahun. (Ahm/Igw)
Advertisement