Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus merosot dalam beberapa hari terakhir. Pelemahan tersebut merupakan imbas dari kemenangan Donald Trump sebagai Presiden baru Amerika Serikat (AS) yang memicu isu kenaikan suku bunga The Fed di Desember ini.
Hal ini dijelaskan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio saat Konferensi Pers Kinerja IHSG di Hardrock Cafe, Jakarta, Senin (14/11/2016). "Secara psikologis, benar terjadi Trump Effect. Terjadi ketidakpastian. Ketidakpastian biasanya orang bertindak jangka pendek sehingga ongkos tinggi," ujar Tito.
Trump Effect, kata Tito, membuat investor atau pelaku pasar meyakini kabar kenaikan Fed Fund Rate di akhir tahun lalu. Faktor lainnya, ketidakpastian apakah arah kebijakan Trump akan renegosiasi perdagangan dengan China, dan negara lainnya.
Advertisement
"Tapi fundamental kita masih bagus, baik ekonomi secara makro maupun perusahaan kita. Pertumbuhan masih 15 persen, artinya masih bagus. Kenapa kena guncangan, karena IHSG naiknya paling tinggi 19 persen di kawasan dan dunia secara year to date, mengalahkan Thailand 15,5 persen," jelas Tito.
"Fundamental semua saham sebagai komoditas masih bagus-bagus. Jadi kita tidak takut. Ingat kasus 1998, fundamental perusahaan jebol tapi di 2015, fundamental perusahaan bagus, jadi naiknya juga cepat," dia menerangkan.
Baca Juga
Pada perdagangan pagi tadi, IHSG terkoreksi 2,21 persen sehingga membuat pertumbuhan indeks secara year to date berada di bawah Thailand sebesar 16,03 persen. Sementara IHSG mencatatkan pertumbuhan 11,49 persen secara year to date.
"Tapi itupun indeks kita nomor dua di dunia. Jadi jangan takut selama fundamental kita kuat, karena ini beda dengan 2007-2008 yang jatuh sektor riil-nya. Ini kan masih persepsi, tapi tidak bisa juga dibilang panic selling karena masih ada yang transaksi beli, kalau panik kan semua jual," jelas Tito.
Untuk diketahui, IHSG melemah 2,6 persen atau sekitar 137,71 poin ke level 5.094,25 pada penutupan sesi pertama perdagangan saham Senin (14/11/2016).
Investor asing pun melakukan aksi jual mencapai Rp 1,3 triliun. Tekanan IHSG tersebut juga didorong saham-saham berkapitalisasi besar yang merosot.
Berdasarkan data RTI, saham-saham yang merosot antara lain saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) turun 5,56 persen ke level Rp 3.740 per saham, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) tergelincir 5,64 persen ke level Rp 11.300 per saham, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) susut 3,07 persen ke level Rp 14.225 per saham.
Selain itu, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melemah 4,84 persen ke level Rp 10.325 per saham, saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) melemah 6,52 persen ke level Rp 645 per saham, saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) susut 4,23 persen ke level Rp 7.350 per saham, saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) tergelincir 4,09 persen ke level Rp 61.525 per saham. (Fik/Gdn)