Liputan6.com, Paris - Sejumlah negara anggota Uni Eropa telah menyatakan dukungan mereka terhadap rencana rekonstruksi Jalur Gaza yang didukung oleh negara-negara Arab, dengan biaya mencapai USD 53 miliar. Rencana ini bertujuan untuk menghindari pemindahan paksa warga Palestina dari wilayah tersebut.
Rencana yang disusun oleh Mesir dan didukung oleh para pemimpin Arab ini telah ditolak oleh Israel dan Presiden Donald Trump, yang justru mengusulkan visinya sendiri untuk mengubah Jalur Gaza menjadi "Riviera Timur Tengah".
Advertisement
Baca Juga
Pada Sabtu (8/3/2025), menteri luar negeri Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris menyambut baik proposal yang menyerukan pembangunan kembali Jalur Gaza dalam lima tahun, menandainya sebagai rencana yang realistis. Demikian seperti dilansir BBC, Minggu (9/3).
Advertisement
Dalam pernyataan, mereka menyebutkan bahwa proposal ini menjanjikan perbaikan cepat dan berkelanjutan terhadap kondisi hidup yang buruk bagi penduduk Palestina di Jalur Gaza.
Rencana yang didukung Arab mengusulkan agar Jalur Gaza untuk sementara waktu dikelola oleh sebuah komite yang terdiri dari para ahli independen dan pasukan penjaga perdamaian internasional akan ditempatkan di wilayah tersebut.
Komite tersebut akan bertanggung jawab untuk mengawasi bantuan kemanusiaan dan sementara mengelola urusan Jalur Gaza di bawah pengawasan Otoritas Palestina.
Proposal ini merupakan alternatif dari gagasan Trump yang menginginkan AS mengambilalih Jalur Gaza dan memindahkan penduduknya.
Baik Otoritas Palestina dan Hamas menyambut baik rencana yang diajukan oleh Mesir dalam pertemuan darurat Liga Arab pada Selasa (4/3). Namun, Gedung Putih maupun Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan rencana ini gagal mengatasi realitas di Jalur Gaza.
"Penduduk tidak dapat hidup secara layak di wilayah yang dipenuhi puing-puing dan bahan peledak yang belum meledak," kata Brian Hughes, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Trump, pada Selasa malam.
"Presiden Trump tetap pada visinya untuk membangun kembali Gaza tanpa Hamas."
Tekanan Israel
Pernyataan yang dikeluarkan oleh keempat negara Eropa pada Sabtu menggarisbawahi pula bahwa mereka "berkomitmen untuk bekerja sama dengan inisiatif Arab" dan menghargai "sinyal penting" yang diberikan oleh negara-negara Arab dengan mengembangkan rencana ini.
Selain itu, pernyataan yang sama juga menyebutkan bahwa Hamas "tidak boleh lagi memerintah Gaza atau menjadi ancaman bagi Israel" dan bahwa keempat negara tersebut "mendukung peran sentral Otoritas Palestina dan pelaksanaan agenda reformasinya."
Proposal ini disusun di tengah kekhawatiran yang semakin besar bahwa kesepakatan gencatan senjata yang rapuh atas Jalur Gaza bisa runtuh setelah fase pertama yang berlangsung enam minggu berakhir pada 1 Maret.
Israel telah memblokir bantuan yang masuk ke Jalur Gaza demi menekan Hamas agar menerima proposal AS untuk memperpanjang gencatan senjata sementara, di mana lebih banyak sandera yang ditahan di Jalur Gaza akan dibebaskan sebagai imbalan atas tahanan Palestina.
Hamas bersikeras bahwa fase kedua harus dimulai sesuai kesepakatan, yang mengarah pada berakhirnya perang dan penarikan penuh pasukan Israel.
Hampir seluruh dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak permusuhan dimulai. Israel memulai operasi militer setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang diklaim menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya.
Jalur Gaza mengalami kehancuran besar-besaran dengan dampak kemanusiaan yang sangat parah. Menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas, lebih dari 48.000 warga Palestina tewas selama aksi militer Israel, dan banyak infrastruktur di seluruh Jalur Gaza hancur akibat serangan udara.
Advertisement
