Bursa AS Mendatar, S&P Berjuang Capai Rekor Tertinggi

Di Bursa AS, indeks S&P sempat diperdagangkan di atas rekor penutupan tertinggi pada posisi 3.386,15.

oleh Nurmayanti diperbarui 14 Agu 2020, 06:16 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2020, 06:16 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Steven Kaplan (tengah) saat bekerja dengan sesama pialang di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, Jakarta Bursa Amerika Serikat (AS) mendatar pada penutupan perdagangan Kamis waktu setempat. Usai S&P 500 sekali lagi gagal mencapai rekor tertinggi dari Februari 2020.

Melansir laman CNBC, Dow Jones Industrial Average naik hanya 20 poin, atau 0,1 persem. Indeks S&P 500 dan Nasdaq 100 diperdagangkan sedikit lebih tinggi.

S&P menutup sesi reguler dengan turun 0,2 persen. Sebelumnya, indeks ini sempat diperdagangkan di atas rekor penutupan tertinggi pada posisi 3.386,15.

Perputaran antara keuntungan dan kerugian sepanjang hari terjadi karena saham teknologi mengungguli sementara nama-nama yang akan mendapat manfaat dari pembukaan ekonomi kembali masih berjuang.

Seperti saham Facebook, Netflix, dan Alphabet semuanya ditutup menguat. Bahkan Apple mencapai ke level tertinggi sepanjang masa.

Sementara itu, saham Gap dan American Airlines sama-sama turun setidaknya 1,8 persen. JPMorgan Chase turun 0,6 persen.

"Pembalikan negatif SPX dan ketidakmampuannya untuk mencapai titik tertinggi baru pada hari ini akan menerima banyak berita utama. Tetapi aksi jual intra-hari jauh lebih ringan daripada Selasa kemarin, "kata Frank Cappelleri, Direktur Eksekutif di Instinet, dalam sebuah catatan.

Jika S&P 500 memecahkan rekor baru, itu akan menjadi pemulihan tercepat indeks dari penurunan tajamnya dalam sejarah yang mencapai 30 persen, menurut data yang dikumpulkan Ned Davis Research.

Indeks S&P 500 tetap 0,7 persen lebih tinggi pada minggu ini meskipun ada penurunan pada hari Kamis. Indeks pasar yang lebih luas juga telah menguat lebih dari 50 persen dari level terendah intraday pada 23 Maret.

 ** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan video di bawah ini:

Wall Street Sebelumnya

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Spesialis Michael Mara (kiri) dan Stephen Naughton berunding saat bekerja di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Bursa saham Wall Street kembali menguat pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta), menempatkan indeks acuan S&P 500 di bawah rekor tertinggi sepanjang masa yang ditorehkan pada Februari kemarin.

Pendorong kenaikan bursa saham di New York Amerika Serikat (AS) ini adalah penguatan saham-saham di sektor teknologi setelah sebelumnya mengalami tekanan yang cukup dalam.

Mengutip CNBC, Kamis (13/8/2020), indeks S&P 500 naik 1,4 persen dan merupakan lombatan terbesar dalam hitungan satu hari Indeks ini ditutup di angka 3.380,35.

Menjelang penutupan, indeks acuan ini menpat menyentuh angka 3.386,15. Namun akhirnya S&P 500 mengakhiri sesi 0,4 persen di bawah level tertinggi sepanjang masa dalam perdagangan intraday di 3,393,52.

Sedangkan Dow Jones Industrial Average melonjak 289,93 poin, atau naik 1,1 persen dan ditutup pada 27.976,84. Untuk Nasdaq Composite menguat 2,1 persen menjadi 11.012,24.

Saham-saham teknologi seperti Facebook, Amazon dan Netflix semuanya naik setidaknya 1,5 persen. Sementara Alphabet naik 1,8 persen. Saham Microsoft dan Apple masing-masing kenaikannya berada di atas 2,8 persen.

Namun, saham yang akan sebenarnya diuntungkan dengan adanya pembukaan kembali ekonomi justru mengalami tekanan. Saham Karnaval yang adalah operator kapal pesiar turun 4 persen. Saham JPMorgan Chase, Bank of America dan Citigroup semuanya juga melemah.

“Saat ini sedang terjadi debat besar di pasar saham,” kata analis global dari StoneX, Yousef Abbasi. Perdebatan tersebut apakah kenaikan saham-saham teknologi akan terus berlanjut atau berbalik arah karena adanya harapan penemuan vaksin.

"Pengumuman kinerja kuartal II yang lebih baik dari perkiraan dan harapan data ekonomi yang kuat mulai membenarkan gagasan bahwa sudah saatnya untuk keluar dari saham teknologi?" tambah Abbasi.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya