Kapitalisasi Saham Syariah Tembus Rp 3.362 Triliun

Berdasarkan Reventitive Islamic Finance Development Report 2020, keuangan syariah Indonesia tumbuh menjadi salah satu yang terbesar di dunia.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 23 Jan 2021, 11:51 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2021, 11:51 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Aset keuangan syariah berkembang di Indonesia. Akan tetapi, Indonesia masih memiliki tantangan untuk meningkatkan pangsa pasar keuangan syariah.

Berdasarkan Reventitive Islamic Finance Development Report 2020, keuangan syariah Indonesia tumbuh menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Indonesia berada peringkat empat untuk sektor ekonomi syariah global. Sementara keuangan syariah global, Indonesia berada peringkat posisi enam.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyampaikan, per November 2020, total aset keuangan syariah Indonesia (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp 1.770,32 triliun. Terdiri dari perbankan syariah Rp 592,35 triliun, Industri Keuangan Non Ban (INKB) Rp 113,16 triliun, dan pasar modal syariah Rp 1.063,81 triliun.

Untuk sektor pasar modal syariah, per 20 November 2020, kapitalisasi saham syariah mencapai Rp 3.362,66 triliun. Sementara itu jumlah outstanding sukuk korporasi dan sukuk negara masing-masing Rp 31,63 triliun dan Rp 960,38 triliun. Selain itu, reksa dana syariah mencatatkan total nilai aktiva bersih mencapai Rp 71,8 triliun.

Namun demikian, Wimboh menyebutkan pangsa pasar dari keuangan syariah masih relatif rendah.  Pangsa pasar keuangan syariah tercatat 9,9 persen. Angka ini masih jauh dari cita-cita 20 tahun lalu yang diharapkan 20 persen.

Menurut Wimboh, hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang secara mayoritas masih didorong oleh keuangan konvensional.

Di sisi lain, literasi keuangan syariah juga masih rendah, yakni  sebesar 8,93 persen. Jauh tertinggal dari inklusi literasi keuangan nasional 38,03 persen. Sementara itu, inklusi keuangan syariah 9,1 persen juga masih jauh tertinggal dibandingkan nasional 76,19 persen.

"Ini semua karena umat masyarakat ekonomi syariah lebih banyak di daerah-daerah yang mungkin belum tersentuh oleh edukasi dan literasi. Ini adalah tantangan kita bersama ke depan,” ujar Wimboh dalam MUNAS V Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Sabtu (23/1/2021).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Adopsi Teknologi

DPR - OJK Rapat Bareng Bahas Anggaran 2019
Ketua Dewan Komisoner OJK Wimboh Santoso mengikuti rapat panja dengan Komisi XI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/12). Rapat tersebut membahas rencana anggaran OJK tahun 2019. (Liputan6.com/JohanTallo)

Selanjutnya, Wimboh mengatakan diferensiasi model bisnis produk syariah masih terbatas. Produk-produk syariah belum bisa setidaknya menyamai produk-produk konvensional.  Selain itu, adopsi teknologi juga belum memadai, seperti pada layanan financial technology (fintech).

"Ini harus kita lihat bersama apakah ada satu birokrasi yang menghambat, sehingga harus kita atasi, setiap produk fintek selalu yang datang pertama adalah yang konvensional,” kata Winboh.

Serupa, pemenuhan SDM juga dinilai masih belum optimal. Sehingga ini menjadi pekerjaan rumah dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Ke depan, Wimboh berharap agar jika ada peluncuran produk konvensional baru, maka mestinya juga ada versi syariahnya. “Terutama produk-produk yang berbasis teknologi,” ujar dia. 

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya