Haruskah Investor Sell In May?

Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada menilai idiom Sell in May and Go Away kerap menjadi momok bagi banyak pelaku pasar.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 01 Mei 2021, 10:51 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2021, 10:51 WIB
20160331- Festival Pasar Modal Syariah 2016-Jakarta- Angga Yuniar
Sebuah layar tentang tabel saham dipajang saat Festival Pasar Modal Syariah 2016, Jakarta, Kamis (31/3). Pertumbuhan pangsa pasar saham syariah lebih dominan dibandingkan dengan nonsyariah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Memasuki kuartal kedua 2021, investor dihadapkan pada perkembangan pasar terkait sentimen inflasi, pajak, dan defisit. Di sisi lain, memasuki Mei, investor pasar modal biasanya akan sering mendengar maupun membaca informasi mengenai fenomena Sell in May and Go Away.

Diketahui, pada Mei, investor pasar modal cenderung melakukan aksi jual guna menghindari terjadinya penurunan kinerja pasar modal pada Mei hingga Oktober. Kendati tak selalu terjadi tiap tahun, Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada menilai idiom Sell in May and Go Away kerap menjadi momok bagi banyak pelaku pasar.

"Sebagai gambaran, laporan keuangan emiten di Maret dan April sudah keluar. Dividen juga sudah disampaikan. Maka di Mei ibaratnya jadi minim sentimen. Jadi banyak pelaku pasar yang keluar pasar menunggu sentimen selanjutnya,” ujar dia kepada Liputan6.com, Sabtu (1/5/2021).

Lantas, keputusan investasi apa yang sebaiknya diambil? Dilansir dari Forbes, kepala investasi dan kepala pengelola di Commonwealth Financial Network Brad McMillan menilai ada sejumlah alasan untuk tidak melakukan penjualan pada Mei.

Pertama, Brad melihat pasar masih cenderung naik di musim panas atau kuartal ketiga tahun ini. Kedua, aksi jual berpotensi menciptakan masalah tambahan. Seperti memutuskan kapan harus menginvestasikan kembali.

Selain itu, ada juga alasan yang lebih umum. Menurut Brad, ekonomi dan pendapatan perusahaan cenderung terus membaik selama beberapa kuartal berikutnya. "Tidak masuk akal untuk bertaruh melawan pasar dalam keadaan seperti itu,” kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

IHSG Melemah pada 26 April-30 April 2021

IHSG Menguat
Layar yang menampilkan informasi pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/6/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,34% ke level 5.014,08 pada pembukaan perdagangan sesi I, Senin (8/6). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lesu selama sepekan pada 26-30 April 2021. Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), Sabtu, 1 Mei 2021, IHSG turun 0,35 persen ke posisi 5.995,61. Pada pekan lalu tepatnya 19-23 April 2021, IHSG ditutup ke posisi 6.016,86.

Kapitalisasi pasar saham pun turun 0,35 persen. Kapitalisasi paar saham dari Rp 7.121,39 triliun pada pekan lalu menjadi Rp 7.096,12 triliun.

Rata-rata volume transaksi harian bursa merosot 0,70 persen selama sepekan. Rata-rata volume transaksi harian bursa menajdi 14,662 miliar saham dari 14,765 miliar saham pada pekan lalu.

Di sisi lain rata-rata nilai transaksi harian bursa meningkat sebesar 13,16 persen menjadi Rp 9,796 triliun dari Rp 8,657 triliun pada pekan lalu.

Peningkatan juga diikuti rata-rata frekuensi transaksi harian selama sepekan menjadi 905.671 kali transaksi dari 897.876 kali transaksi pada pekan sebelumnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya