BEI: IPO Startup Unicorn Pakai Skema Saham Hak Suara Multipel Itu Pilihan

BEI menyebutkan perusahaan yang memenuhi syarat menggunakan multiple voting share atau klasifikasi saham dengan hak suara multiple (SHSM) boleh menggunakan dan tidak.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 29 Jun 2021, 20:44 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2021, 20:44 WIB
FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 111 saham menguat, 372 tertekan, dan 124 lainnya flat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mematangkan aturan terkait penerapan dual class share dengan Multiple Voting Shares atau Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM).

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, aturan mengenai MVS ini berada di bawah wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Aturan tersebut termasuk dalam POJK.04/2021 tentang penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel oleh emiten dengan inovasi dan tingkat pertumbuhan tinggi yang melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas.

"Terkait dengan giant e-commerce yang go public, draft peraturan MVS adalah draf peraturannya OJK. Kami tentunya di bursa bekerja sama dengan intens bersama OJK sebagai partner untuk berdiskusi dan merumuskan MVS,” kata Nyoman dalam video konferensi, Selasa (29/6/2021).

MVS merupakan praktik yang lazim diberlakukan untuk perusahaan rintisan di luar negeri, seperti SGX, HKEX, NYSE, dan Nasdaq.

"Perkembangan yang terakhir, rule making rule process sudah selesai. Dengan demikian OJK saat ini sedang finalisasi. Kita tunggu saja," Nyoman menambahkan.

Baik BEI maupun OJK berharap aturan ini dapat segera rampung jika sudah tidak ada tanggapan yang substansial dari para stakeholder.

Menurut Nyoman, lebih cepat lebih baik. Sebagai catatan, Nyoman menekankan skema ini merupakan pilihan yang diberikan bursa bagi perusahaan yang memang mau menggunakannya. Sementara bagi yang tidak perlu menggunakan skema MVS juga tak jadi soal.

"Untuk perusahaan yang eligible  menggunakan MVS, saya  garis bawahi, boleh memilih menggunakan atau tidak. Jadi tidak semua e-commerce menyatakan akan menggunakan karena itu sebuah pilihan,” kata dia.

Adapun perusahaan yang akan menggunakan fasilitas MVS, kata Nyoman, harus dinyatakan dalam anggaran dasar perusahaan terlebih dahulu. Jika tidak, artinya perusahaan memang tidak akan menggunakan skema MVS dalam pencatatannya.

"Kalau perusahaan itu memilih untuk menggunakan MVS musti di state di anggaran dasarnya. Dalam hal di anggaran dasarnya belum dicantumkan, maka perusahaan tersebut tidak akan memanfaatkan MVS,” kata Nyoman.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

25 Perusahaan Antre IPO

Akhir 2019, IHSG Ditutup Melemah
Pengunjung melintas dilayar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (30/12/2019). Pada penutupan IHSG 2019 ditutup melemah cukup signifikan 29,78 (0,47%) ke posisi 6.194.50. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengantongi daftar sejumlah perusahaan yang berencana go public (Initial Public Offering/IPO).

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menuturkan, hingga 23 Juni 2021, ada 25 perusahaan antre di pipeline pencatatan saham BEI.

"Hingga saat ini, terdapat 25 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI,” kata Nyoman kepada awak media, Jumat, 25 Juni 2021.

Dari jumlah tersebut, 8 di antaranya akan melakukan IPO Juli 2021. Sedikit bocoran, Nyoman mengatakan salah satunya merupakan  perusahaan e-commerce. Namun, ia enggan membeberkannya lebih detil.

Sebelumnya, Nyoman mengatakan untuk nama calon perusahaan tercatat, BEI belum dapat menyampaikan sampai dengan adanya persetujuan dari OJK atas penerbitan prospektus awal kepada publik.

Merujuk pada POJK Nomor 53/POJK.04/2017, klasifikasi aset perusahaan yang saat ini berada dalam pipeline. Antara lain, 3 Perusahaan aset skala kecil dengan aset aset di bawah Rp 50 miliar, 10 Perusahaan aset skala menengah dengan aset antara Rp 50 miliar sampai dengan Rp 250 miliar. Serta 12 Perusahaan aset skala besar dengan aset di atas Rp 250 miliar.

Sementara rincian sektornya adalah sebagai berikut: 

• 1 Perusahaan dari sektor Basic Materials; 

• 4 Perusahaan dari sektor Industrials; 

• 2 Perusahaan dari sektor Transportation & Logistics; 

• 3 Perusahaan dari sektor Consumer Non-Cyclicals; 

• 3 Perusahaan dari sektor Consumer Cyclicals; 

• 1 Perusahaan dari sektor Properties & Real Estate;  

• 3 Perusahaan dari sektor Technology; 

• 2 Perusahaan dari sektor Healthcare; 

• 3 Perusahaan dari sektor Energy; 

• 3 Perusahaan dari sektor Financials.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya