Liputan6.com, Jakarta - Saham Didi Global Inc atau Didi Chuxing. anjlok tiga hari berturut-turut hingga Rabu waktu setempat di Amerika Serikat, dan mencapai posisi terendah baru. Hal itu lantaran otoritas China diketahui tengah mempertimbangkan untuk menutup celah yang digunakan oleh perusahaan yang mencatatkan saham mereka di luar negeri.
Dilansir dari Bloomberg, Kamis (8/7/2021), perusahaan ride-hailing itu turun 4,6 persen dalam perdagangan di Bursa New York menjadi ditutup pada USD 11,91. Kapitalisasi pasar saham Didi telah kehilangan lebih dari USD 17 miliar sejauh minggu ini, termasuk sekitar USD 15 miliar pada Selasa, 6 Juli 2021.
"Pemerintah China telah memperjelas bahwa mereka bertindak sesuai dengan apa yang mereka yakini sebagai kepentingan terbaik mereka sendiri," kata Steve Sosnick, kepala strategi di Interactive Brokers.
Advertisement
"Ini tidak mengesampingkan gagasan bahwa seseorang dapat atau harus berinvestasi di China, itu hanya mengubah premi risiko yang diperlukan,” ia menambahkan.
Regulator di Beijing sedang merencanakan perubahan aturan yang memungkinkan mereka untuk memblokir perusahaan China agar tidak listing di luar negeri, bahkan jika unit penjualan saham didirikan di luar China. Otoritas setempat, berencana untuk merevisi aturan tentang listing luar negeri yang telah berlaku sejak 1994.
Perubahan tersebut nantinya juga dapat berdampak pada perusahaan yang telah go public menggunakan skema ’Variable Interest Entity model’.
China pada Selasa mengeluarkan peringatan menyeluruh kepada beberapa perusahaan terbesarnya, berkomitmen untuk memperketat pengawasan keamanan data dan listing di luar negeri. Itu memberi tekanan jual lebih lanjut pada sejumlah perusahaan teknologi terbesar China. Termasuk Alibaba Group Holding Ltd. dan Baidu Inc., yang keduanya ditutup lebih rendah selama lima hari berturut-turut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Otoritas China Blokir Didi Chuxing
Sebelumnya, regulator dunia maya China memerintahkan toko penyedia aplikasi smartphone untuk berhenti menawarkan Didi Chuxing. Hal ini memberikan pukulan besar bagi raksasa ride-hailing yang beberapa hari lalu melakukan salah satu penawaran umum perdana (IPO) terbesar AS dalam dekade terakhir.
Administrasi Cyberspace China (Cyberspace Administration of China/CAC) mengumumkan larangan tersebut pada Minggu, sebagai buntut atas pelanggaran serius pada pengumpulan dan penggunaan informasi pribadi pengguna Didi Global Inc., secara ilegal.
Dilansir dari Bloomberg, Senin, 5 Juli 2021, saham SoftBank Group Corp., pemegang saham utama Didi Chuxing, turun sebanyak 5,9 persen pada Senin, penurunan intraday terbesar sejak 13 Mei.
Sementara itu, perusahaan bahkan kehilangan 11 persen dari nilai pasarnya pada perdagangan Jumat lalu, setelah CAC mengungkapkan penyelidikan, atau mengalami penurunan 5,3 persen dalam harga sahamnya menjadi USD 15,53.
Berkaitan dengan penyelidikan tersebut, Regulator memerintahkan Didi untuk memperbaiki masalahnya dan mengikuti persyaratan hukum serta standar nasional. Kemudian mengambil langkah-langkah untuk melindungi informasi pribadi penggunanya.
Pada Minggu, perusahaan mengatakan di media sosial bahwa mereka telah menghentikan pendaftaran pengguna baru pada 3 Juli, dan sekarang bekerja untuk memperbaiki aplikasinya sesuai dengan persyaratan peraturan. Dalam sebuah pernyataan lainnya, Didi mengatakan langkah regulasi mungkin memiliki “dampak buruk” pada pendapatannya di China.
Advertisement
Investasi Terbesar Softbank
Didi merupakan salah satu investasi terbesar dalam portofolio SoftBank, mengalahkan Uber Technologies Inc. di China pada 2016 sebelum memulai ekspansi internasional yang ambisius. Saham Didi mulai diperdagangkan pada hari Rabu di New York, setelah penawaran umum perdana senilai USD 4,4 miliar, sekaligus merupakan debut terbesar oleh perusahaan China di AS setelah Alibaba.
Namun, Didi harus puas melantai dengan nilai pasar yang jauh lebih rendah dari target sebelumnya. Didi memulai debutnya sekitar USD 67 miliar, hampir tidak naik dari putaran terakhir pendanaannya pada 2019, dan jauh dari ekspektasi paling bullish sebesar USD 100 miliar.