Melihat Potensi Saham Sektor Kesehatan hingga Akhir 2021

Sektor saham kesehatan menjadi perhatian seiring pandemi COVID-19. Lalu bagaiaman potensi sektor saham kesehatan hingga akhir 2021?

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 31 Okt 2021, 12:19 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2021, 12:19 WIB
Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung mengabadikan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi yang terjadi membuat saham di sektor kesehatan menjadi salah satu yang paling menarik dan dilirik investor.

Meski demikian, saat ini pemerintah telah menentukan sejumlah kebijakan terkait penanganan kasus Covid-19, tak terkecuali harga tes PCR.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks sektor saham IDX sector healthcare naik 7,15 persen ke posisi 1.404,01 secara year to date (ytd) hingga Jumat, 29 Oktober 2021.

Melihat hal ini, Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana menyebut, saham sektor kesehatan masih sangat menarik karena kebutuhan masyarakat akan sektor ini.

"Saya rasa kesehatan akan tetap menarik karena terus berkembang dan melihat jumlah penduduk kita yang terus bertambah sehingga kebutuhan akan pelayanan kesehatan juga terus meningkat," katanya kepada Liputan6.com, ditulis Minggu (31/10/2021).

Tak hanya itu, Wawan juga menyebut, masyarakat yang memiliki rencana melakukan pengobatan tapi tertunda karena pandemi juga mulai berani memeriksakan diri kembali ke rumah sakit.

"Jadi aktivitas sektor kesehatan saya rasa akan terus meningkat, tapi mungkin tidak akan sebesar saat pandemi karena adanya lonjakan jumlah pasien. Kalau sekarang jumlah pasien juga cenderung normal jadi peningkatannya akan lebih organik," tutur dia.

Pada akhir tahun, Wawan prediksi bila saham kesehatan akan tetap menjadi salah satu yang diburu investor karena sektor ini akan selalu dibutuhkan masyarakat.

"Saya rasa pengaruh pada Desember karena biasanya ada kenaikan harga IHSG, investor farmasi dan rumah sakit saya rasa akan tetap dilirik oleh investor. Tapi untuk investasi saham tetap saya sarankan bukan hanya jangka pendek, karena risiko pasti ada," tuturnya.

Terlepas dari pandemi yang terjadi, Wawan menyebut sektor kesehatan menjadi salah satu yang terus mengalami kenaikan setiap tahun. Hal ini tak terlepas dari kebutuhan terkait pengobatan.

"Jadi memang kalau dilihat dari kebutuhan masyarakat dua hal yang tumbuh ya di sektor kesehatan dan pendidikan, terlepas adanya pandemi atau tidak," ujar dia.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kemenkes Tetapkan Batas Tarif Tertinggi PCR

Ilustrasi tes Swab, PCR
Ilustrasi tes Swab, PCR. (Photo by Mufid Majnun on Unsplash)

Sebelumnya, mengutip Kanal Health Liputan6.com, Kementerian Kesehatan kembali melakukan evaluasi mengenai tarif batasan tarif tertinggi pemeriksaan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Hal ini termaktub dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/1/3843/2021.

Sebagaimana salinan surat edaran yang diterima Health Liputan6.com, Kamis, 28 Oktober 2021, dalam pelayanan pemeriksaan RT-PCR oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pemeriksa lain yang ditetapkan untuk memerhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Batas tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR temasuk pengambilan swab:

Untuk pemeriksaan RT-PCR di Pulau Jawa dan Bali sebesar Rp275.000,(Dua Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah)Untuk pemeriksaan RT-PCR di luar Pulau Jawa dan Bali sebesar Rp300.000 (Tiga Ratus Ribu Rupiah)2. Batas tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku untuk masyarakat sendiri/mandiri yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan

3. Batas tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak berlaku untuk kegiatan penelusuran kontak (contact tracing) atau rujukan kasus COVID-19 ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapatkan bantuan pemeriksaan RT-PCR dari pemerintah atau merupakan bagian dari penjaminan pembiayaan pasien COVID-19

Di dalam surat edaran yang diteken Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Abdul Kadir tertanggal 27 Oktober 2021, pengawasan dan pembinaan juga dilakukan kepada dinas kesehatan masing-masing.

Evaluasi juga dilakukan secara berkala.

4. Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemberlakuan pelaksanaan batas tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR berdasarkan kewenangan masing-masing pembinaan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

5. Pemerintah akan melakukan evaluasi secara periodik terhadap ketentuan batas tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR dalam surat edaran ini

Dengan berlakunya surat edaran terbaru ini, Surat daran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/1/2845/2021 tentang Batas tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya