Didenda Imbas Hengkang dari Rusia, Laba ExxonMobil Malah Meroket Terkerek Harga Minyak

Pendapatan di ExxonMobil melonjak 53 persen

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 30 Apr 2022, 15:58 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2022, 15:58 WIB
exxon-belum-tunjuk130108b.jpg
Exxon Mobil.

Liputan6.com, Jakarta ExxonMobil mengumumkan kinerjanya untuk periode tiga bulan pertama di 2022. Pada periode tersebut, perusahaan berhasil meraih kenaikan laba kendati harus membayar sejumlah uang terkait keputusannya untuk hengkang dari Rusia.

Pendapatan di ExxonMobil melonjak 53 persen menjadi USD 90,5 miliar atau sekitar Rp 1.314,52 triliun (kurs Rp 14.252 per USD).

Bahkan meski perusahaan dikenai charge atas keputusannya keluar dari Rusia, sebesar USD 3,4 miliar atau sekitar Rp 49,4 triliun, perusahaan masih mampu mengukuhkan laba bersih yang berlipat ganda menjadi USD 5,4 miliar atau setara Rp 78,44 triliun karena harga minyak yang tinggi.

Jumlah itu tidak termasuk item khusus yang tercatat naik lebih dari tiga kali lipat menjadi USD 8,8 miliar dari USD 2,7 miliar tahun sebelumnya.

Meski begitu, pendapatan per saham tidak termasuk item khusus tercatat sedikit lebih rendah dari perkiraan analis.

Pada Maret lalu, ExxonMobil mengumumkan akan menghentikan proyek Sakhalin-1 di Rusia. Melansir CNN, Sabtu (30/4/2022), hal itu dilakukan sekitar seminggu setelah tindakan Rusia ke Ukraina.

Meskipun dikenai biaya besar atas hengkangnya ExxonMobil dari Rusia, namun hal itu rupanya tak berimbas manyak bagi perusahaan.

Laporan keuangan ExxonMobil untuk tahun buku 2021 mencatat nilai aset Rusianya sebesar USD 4,1 miliar. Besaran itu hanya mewakili kurang dari 2 persen dari aset perusahaan di seluruh dunia.

 

Buyback Saham

SKK Migas-KKKS Gelorakan Industri Hulu Migas Saat Pandemi Covid-19
Ilustrasi Migas.

ExxonMobil juga mengumumkan akan meningkatkan pembelian kembali (buyback) sahamnya, dan sekarang berencana untuk membeli kembali USD 30 miliar sahamnya sendiri.

Perusahaan telah mengumumkan program pembelian kembali USD 10 miliar tiga bulan lalu ketika melaporkan hasil kuartal keempat.

Langkah kontroversial tersebut dipandang sebagai cara untuk mendukung harga saham. Upaya semacam itu telah menjadi umum di seluruh industri minyak. Tetapi beberapa pihak mengkritik langkah tersebut yang dinilai kurang efisien.

Di mana perusahaan mengalokasikan keuntungan untuk aksi korporasi berupa buyback dan dividen ketimbang mengalokasikannya untuk eksplorasi minyak dan peningkatan produksi.

Padahal, jika dana yang dimiliki perusahaan dialokasikan untuk penembangan usaha, itu bisa membantu menutupi kekurangan minyak yang berasal dari Rusia dan dapat menekan harga minyak.

Infografis Heboh Kabar China Klaim Natuna hingga Tuntut Setop Pengeboran Migas. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Heboh Kabar China Klaim Natuna hingga Tuntut Setop Pengeboran Migas. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya