Wall Street Lesu Setelah Laba Bank Besar AS Mengecewakan

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 0,46 persen atau 142,62 poin menjadi 30.630,17.

oleh Agustina Melani diperbarui 15 Jul 2022, 06:21 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2022, 06:21 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan Kamis, 14 Juli 2022 seiring laba bank besar mengecewakan. Di sisi lain, pelaku pasar menilai kemungkinan bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) akan lebih memperketat kebijakan moneter dan kekhawatiran resesi masih ada.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 0,46 persen atau 142,62 poin menjadi 30.630,17. Indeks S&P 500 merosot 0,3 persen menjadi 3.790,38. Indeks Nasdaq naik tipis 0,03 persen menjadi 11.251,19.

Saham berada di wilayah negatif tetapi jauh dari posisi terendahnya. Pada satu titik, indeks Dow Jones anjlok 628 poin, indeks Nasdaq dan S&P 500 masing-masing turun lebih dari dua persen. Saham berada di wilayah negatif pada pekan ini.

“Jika bank adalah barometer ekonomi secara keseluruhan, serta apa yang mungkin kita dapatkan dari laporan laba lainnya ke depan, itu akan menjadi kuartal yang buruk,” ujar Chief Investment CFRA, Sam Stovall dikutip dari laman CNBC, Jumat (15/7/2022).

Laba dari bank-bank besar pada Kamis pekan ini menawarkan petunjuk lebih lanjut tentang kesehatan ekonomi AS, ketakutan akan resesi.

Saham JPMorgan Chase merosot 3,5 persen setelah bank menambah cadangan kredit macet dan menghentikan pembelian kembali sahamnya atau buyback, menandakan prospek ekonomi yang lebih hati-hati. Ketika laba turun, CEO Jamie Dimon memperingatkan ekonomi dapat terkena dampak dari lonjakan inflasi, ketegangan geopolitik, dan berkurangnya kepercayaan konsumen di masa depan.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Gerak Saham di Wall Street

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)

Melanjutkan tren, saham Morgan Stanley tergelincir sekitar 0,4 persen seiring penurunan tajam pendapatan investment banking. Sementara itu, saham Goldman Sachs melemah hampir 3 persen.

Rilis laba dari bank-bank besar berlanjut pada Jumat pekan ini. Saham Wells Fargo dan Citigroup masing-masing turun 0,8 persen dan 3 persen pada perdagangan Kamis pekan ini.

Hasil dari bank menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut seiring perkiraan laba mungkin telah meningkat terlalu banyak dalam beberapa bulan terakhir. Chief Investment Officer Crossmark Global Investments, Bob Doll menuturkan, berapa banyak angka-angka itu menurun tergantung pada keadaan ekonomi dan seberapa keras resesi melanda kapan jika itu menyerang.

“Pasar akhirnya khawatir tentang fakta perkiraan, yang naik hampir tanpa henti selama paruh pertama tahun ini, akan berada di bawah tekanan, dan tentu saja pelakunya hari ini adalah JPMorgan,” ujar dia.

“Bagaimana perusahaan Amerika Serikat, di tengah ekonomi yang melambat dan tekanan biaya memiliki laba yang diharapkan oleh konsensus. Angka-angka itu harus turun,” kata dia.

 


Koreksi Saham Bank

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Koreksi dari JPMorgan, Goldmand Sachs, dan American Express memimpin koreksi Dow Jones pada Kamis pekan ini. Sementara itu, energi, material dan keuangan termasuk di antara sektor berkinerja terburuk S&P 500. Saham Mosaic turun 5,7 persen, sementara perusahaan energi Halliburton, Diamondback Energy dan EOG Resources masing-masing turun lebih dari tiga persen.

Saham teknologi besar beragam pada Kamis pekan ini dengan teknologi informasi naik hampir 1 persen. Saham Apple bertambah 2 persen, dan Nvidia naik lebih dari 1 persen. Saham platform Meta dan Salesforce tergelincir.

“Kami pikir penurunan saham lebih mungkin terjadi, terutama karena harapan pendapatan terlalu tinggi,” ujar Jamie Fahy dari Citi.

Sementara itu, pergerakan pasar pada Kamis pekan ini terjadi setelah indeks harga konsumen pada Juni menjadi panas di 9,1 persen dan membuka pintu bagi kenaikan suku bunga the Federal Reserve yang besar akhir bulan ini memacu spekulasi kenaikan suku bunga the Fed sebanyak 100 basis poin.


Bank Sentral Diperkirakan Tetap Agresif

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Komentar dari Gubernur the Fed Christopher Walker meredakan sejumlah ketakutan itu karena mengatakan siap untuk mempertimbangkan kenaikan yang lebih besar, tetapi pasar semacam maju dengan sendirinya.

"Pengambilan bagi investor adalah kebijakan the Fed tetap bergantung pada data dan bank sentral akan melanjutkan jalur pengetatan yang agresif sampai tekanan inflasi memuncak secara meyakinkan,” ujar Analis BCA Research dalam sebuah catatan.

“Tekanan harga yang terus menerus meminta kenaikan jumbo lainnya pada FOMC 26-27 Juli, tetapi masih ada ruang untuk data membaik sebelum pertemuan 8 September, 8 minggu kemudian,”

Harga minyak bergejolak pada Kamis pekan ini dengan harga minyak mentah West Texas Intermediate mencapai level terendah sejak Februari 2022. Sementara itu, laporan indeks harga produsen Juni yang mengukur harga dibayarkan kepada produsen barang dan jasa menunjukkan harga grosir naik 11,3 persen dibandingkan tahun lalu karena harga energi melonjak dan menawarkan wawasan lebih lanjut tentang tekanan inflasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya