Liputan6.com, Jakarta Perjanjian pembelian kembali atau Repurchase Agreement (Repo) merupakan salah satu bentuk investasi pada dunia saham.
Secara garis besar, Repo dapat diartikan sebagai perjanjian pinjaman dengan agunan berupa saham atau surat utang.
Jika peminjam gagal membayar pinjaman pada saat jatuh tempo, pemberi pinjaman berhak menyita saham yang diagunkan oleh peminjam sebagai agunan.
Advertisement
Skema repo adalah menggunakan saham sebagai agunan untuk pinjaman tertentu. Biasanya sebuah perusahaan menjual repo yang dapat dibeli oleh investor perorangan.
Biasanya pinjaman memiliki tenor yang relatif pendek. Hal itu mempertimbangkan fluktuasi pasar saham yang relatif tinggi.
Melansir Finansialku, Sabtu (4/2/2023), biasanya jika peminjam menggunakan saham sebagai agunan, nilai pinjaman yang diberikan adalah sebesar 50 persen dari total saham yang diagunkan atau dijaminkan.
Sementara jika menggunakan Surat Utang Negara (SUN) atau obligasi nilai pinjaman bisa mencapai 70 persen.
Transaksi Repo ini diatur dalam Peraturan OJK Nomor 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement bagi Lembaga Jasa Keuangan dan diikuti oleh peresmian Global Master Repurchase Agreement (GMRA) Indonesia, yang merupakan dokumen perjanjian transaksi Repo yang wajib digunakan oleh Lembaga Jasa Keuangan di Indonesia.
Repo Jadi Indikator Berkah atau Musibah?
Pada dasarnya Repo bukanlah sesuatu yang illegal. Berinvestasi pada saham Repo diperbolehkan karena sistemnya cukup jelas.
Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah risiko fluktuasi pasar yang cukup tinggi. Risiko ini seringkali membuat Investor Repo merugi.
Sebagai perbandingan, seseorang yang mengambil pinjaman atau kredit beragunan di bank dengan jaminan sebuah rumah cenderung berkesempatan memperoleh tenor pinjaman lebih panjang.
Hal itu lantaran harga rumah selaku aset yang dijaminkan relatif stabil, sehingga dalam jangka waktu pendek maupun panjang pihak bank tidak terlalu khawatir.
Sebaliknya, dalam Repo aset yang diagunkan adalah surat berharga yang berfluktuasi cukup tinggi.
Inilah alasan mengapa pinjaman yang diberikan dalam repo dengan agunan saham hanya mencapai 50 persen dari nilai saham yang diagunkan.
Jika sewaktu-waktu nilai saham turun drastis, investor memiliki cadangan sebesar 50 persen dari nilai saham yang dijaminkan.
Tetapi pada kasus tertentu, banyak saham yang nilainya bisa turun secara drastis bahkan lebih rendah dari 50 persen. Jika hal tersebut terjadi maka investor bisa rugi jika peminjam tidak melunasi pembayarannya ketika jatuh tempo.
Advertisement