Liputan6.com, Jakarta - Saham Deutsche Bank merosot lebih dari 11 persen pada perdagangan saham Jumat, (24/3/2023) menyusul lonjakan credit default swap (CDS) pada Kamis malam. Hal ini seiring kekhawatiran tentang stabilitas bank-bank Eropa tetap ada.
Dikutip dari CNBC, saham Deutsche Bank yang tercatat di Frankfurt melemah dalam tiga hari berturut-turut dan kini kehilangan lebih dari seperlima nilai pasarnya pada Maret 2023. Credit default swap (CDS), suatu bentu asuransi untuk pemegang obligasi perusahaan terhadap default melompat ke 173 basis poin pada Kamis malam dari sebelumnya 142 basis poin.
Baca Juga
Penyelamatan darurat Credit Suisse oleh UBS setelah runtuhnya Silicon Valley Bank yang berbasis di Amerika Serikat telah memicu kekhawatiran penularan di kalangan investor, yang ditambah oleh pengetatan kebijakan moneter lebih dari the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS pada Rabu pekan ini. The Fed kerek suku bunga 0,25 persen.
Advertisement
Regulator Swiss dan global serta bank sentral berharap perantara penjualan Credit Suisse ke saingan domestiknya UBS akan membantu menenangkan pasar. Namun, investor jelas tidak yakin kesepakatan itu akan cukup atasi tekanan di sektor perbankan.
Obligasi tingkat satu (AT1) tambahan Deutsche Bank, kelas aset yang menjadi berita utama pekan ini setelah penghapusan AT1 Credit Suisse yang kontroversial sebagai bagian dari kesepakatan penyelamatannya juga dijual dengan tajam.
Saham Deutsche Bank memimpin penurunan di antara saham perbankan dengan saingannya dari Jerman Commerzbank yang susut 9 persen. Sedangkan saham Credit Suisse, Societe Generale, dan UBS masing-masing turun lebih dari 7 persen. Saham Barclays dan BNP Paribas merosot lebih dari 6 persen.
Deutsche Bank telah melaporkan laba kuartal dalam 10 kali berturut-turut setelah selesaikan restrukturisasi bernilai miliaran euro yang dimulai pada 2019 dengan tujuan mengurangi biaya dan dongkrak keuntungan. Perseroan membukukan pendapatan 5 miliar euro pada 2022, atau naik 159 persen dari tahun sebelumnya.
Penutupan Wall Street 23 Maret 2023
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melonjak pada perdagangan saham, Kamis, 23 Maret 2023 di tengah sesi perdagangan yang bergejolak. Pergerakan wall street itu terjadi di tengah pelaku pasar bertaruh the Federal Reserve (the Fed) mungkin mendekati akhir dari siklus kenaikan suku bunga.
Dikutip dari CNBC, Jumat (24/3/2023), indeks S&P 500 melonjak 0,29 persen, indeks Nasdaq bertambah 1 persen. Indeks Dow Jones menanjak 73,66 poin atau 0,23 persen. Indeks Nasdaq sempat menguat 481,38 poin.
Saham teknologi mengungguli karena investor mengurangi taruhan kenaikan suku bunga dan imbal hasil obligasi pemerintah AS menurun. Sementara itu, SDPR Techology Select Sector menguat 1,63 persen. Saham Microsoft, Nvidia dan Apel menguat.
Adapun sektor teknologi menjadi terpukul karena the Federal Reserve menaikkan suku bunga sembilan kali berturut-turut dalam waktu 1 tahun. Pergerakan suku bunga yang lebih rendah pada bulan ini menyebabkan investor memutar kembali saham teknologi.
Di sisi lain, saham regional cenderung turun dengan SPDR S&P Regional Banking ETF susut 2,78 persen. Adapun hal itu terjadi setelah Menteri Keuangan Janet Yellen mengatakan pemerintah siap mengambil “tindakan tambahan jika diperlukan” untuk menstabilkan sistem perbankan Amerika Serikat.
The Fed menaikkan suku bunga 25 basis poin pada Rabu, 22 Maret 2023 seperti yang diharapkan pelaku pasar. Ini juga isyaratkan kebijakan moneter yang ketat untuk melawan inflasi dapat mendekati akhir dengan penghapusan frase peningkatan yang sedang berlangsung dari pernyataannya.
Keputusan the Fed dan komentar selanjutnya oleh Ketua the Fed Jerome Powell pada akhir pertemuan dua hari pembuat kebijakan telah membebani saham.
Advertisement
Potensi Masalah Kredit
Sementara itu, Powell menuturkan, pemotongan suku bunga tidak dalam radarnya pada sisa 2023. Pelaku pasar prediksi, ekspektasi penurunan suku bunga bank sentral terjadi pada 2023.
"Bahkan jika kejatuhan perbankan telah diatasi dan pelarian deposito telah berakhir, saya tidak berpikir mereka akan menjadi satu-satunya berita utama yang menimbulkan risiko bagi perekonomian,” ujar Head of Investment Strategy SoFi, Liz Young.
Ia menuturkan, apa yang mungkin lebih mungkin terjadi dalam beberapa bulan mendatang adalah semacam masalah kredit karena utang perusahaan jatuh tempo dan mereka perlu kembali membiayai operasi dengan tingkat jauh lebih tinggi dari sebelumnya.
Young menambahkan, untuk waktu yang lama dalam siklus ini, jarak kredit hampir tidak bergerak. “Hampir tidak ada rasa takut di tingkat investasi dan imbal hasil tinggi, sampai saat ini. Ini jelas dipengaruhi oleh tajuk utama bank, tetapi jika kita menggunakan pasar sebagai mekanisme berwawasan ke depan, peningkatan jarak menunjukkan kenaikan ke depan,” ujar dia.