Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia disebut lebih bertahan selama periode krisis beberapa waktu terakhir. Termasuk saat bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed agresif mengerek suku bunga acuan untuk mengatasi inflasi.
Vice President of Sales and Distribution PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AMOR), Felicia Iskandar menilai ekonomi Indonesia sudah tidak lagi sepenuhnya mengekor pada Amerika Serikat. Sehingga sentimen yang terjadi di negara itu, akan berdampak relatif minim untuk ekonomi Indonesia.
Baca Juga
"Kondisi perekonomian Indonesia sudah tidak terlalu mengekor AS. Jika ada dampak, itu lebih ke sisi kurs mata uang. Misalnya saat suku bunga naik, kurs rupiah terhadap dollar menguat. Artinya rupiah melemah," ujar Felicia dalam Money Buzz, Selasa (28/3/2023).
Advertisement
Di sisi lain, Felicia mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia bersama Bank Sentral Indonesia, Bank Indonesia (BEI) dalam upaya untuk mewujudkan hilirisasi. Menurut dia, upaya tersebut berdampak positif pada surplus neraca dagang RI. Sehingga ekonomi domestik cukup resilien meski terjadi ketidakpastian pada ekonomi global.
"Ekonomi Indonesia sudah cukup independen. Ini prestasi dari pemerintah dan BI dalam 5-6 tahun terakhir yang melakukan perubahan yang struktural. Downstreaming atau hilirisasi, ini sukse tidak hanya naikkan ekspor, tapi juga jaga stabilitas rupiah,” ujar dia.
Melalui hilirisasi, Felicia mengatakan lebih banyak dollar masuk. Bersamaan dengan itu, ekspor naik setidaknya 10 kali lipat hingga mengalami current account surplus. Kondisi ini menunjukkan Indonesia telah masuk pada pertumbuhan yang lebih baik, dari sebelumnya yang mungkin terhambat ongkos impor saat rupiah tertekan.
"Selama ini kita kalau mau tumbuh harus impor lebih banyak, rupiah melemah. Sekarang rupiah stabil, current account surplus. Kalau mau genjot impor untuk pertumbuhan ekonomi itu tidak terhambat," tutur Felicia.
Volatilitas Masih Terjadi
Sementara di pasar modal, Felicia mengatakan volatilitas masih mungkin terjadi. Namun melihat ekonomi domestik yang masih positif, dia menilai pasar modal Indonesia berpotensi mengalami tren serupa. “Kalau pasar modal, investor mau lebih dulu untuk mengambil momentum atau kesempatan. Jadi pasti volatilitas ada. Tapi secara keseluruhan, indonesia punya katalis domestik yang bisa gerakkan pasar modal indonesia,” ujar dia.
Konsumsi Jelang Pemilu Bakal Melesat 5 Persen, Ditopang Belanja Generasi Muda
Sebelumnya, konsumsi jelang pemilihan umum (pemilu) disebut bakal meningkat sekitar 5 persen dibandingkan kondisi biasa. Vice President of Sales and Distribution PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AMOR), Felicia Iskandar menuturkan, kenaikan konsumsi pada pemilu kali ini utamanya digerakkan oleh generasi muda.
"Yang menarik, tingkat konsumsi kali ini akan digerakkan oleh generasi yang propensity to consume-nya tinggi, atau sederhananya generasi yang punya kecenderungan boros. Jadi seperti generasi yang lahir 1980 ke atas itu adalah generasi yang behave to consume-nya mudah tergoda. Jadi ini jelas membuat konsumsi akan lebih tinggi," ujar Felicia dalam Money Buzz, Selasa (28/3/2023).
Sebagai perbandingan, pada pemilu sebelumnya, mayoritas pemilih berasal dari generasi X (Gen X) dan baby boomer yang lahir sebelum 1980an. Menurut Felicia, generasi tersebut memiliki kecenderungan untuk lebih hemat atau ditabung jika mendapat stimulus dari gelaran pemilu.
Advertisement
Kenaikan Konsumsi
Sehingga kenaikan konsumsi juga relatif lebih minim. berbeda dengan generasi setelahnya, atau milenial hingga gen-Z yang memiliki kecenderungan konsumtif lebih tinggi.
"Jadi kalau generasi orang tua yang baby boomers, cenderung kalau dikasih stimulus mungkin arahnya lebih ke saving. Tapi kalau generasi yang muda-muda, kecenderungannya dibelanjakan,” kata Felicia.
Di sisi lain, pemilu kali ini berbeda dari pemilu sebelumnya. Di mana kali ini pemilihan bukan hanya untuk Presiden dan Wakil Presiden. Melainkan pemilihan umum serentak meliputi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur, Walikota dan Bupati, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota/Kabupaten. Jadi bisa dibayangkan berapa belanja kampanye yang akan beredar pada pesta demokrasi kali ini.
"Karena pemilu maju di kuartal I 2024, kita melihat harusnya dua kuartal sebelumnya atau setelah Lebaran, sekitar September intensitas konsumsi akan sangat tinggi. Kalau kita lihat dari beberapa pemilu sebelumnya, rata-rata konsumsi naik 5 persen pada satu—dua kuartal jelang pemilu," ujar Felicia.