Liputan6.com, Jakarta Celo (Klemen Awi) sudah belasan tahun menetap di Papua. Hingga usianya beranjak dewasa, kedua orangtuanya memberitahu kalau dirinya memiliki saudara kembar yang tak jelas di mana rimbanya.
Kemudian, orangtua Celo pun mengutusnya untuk mencari si saudara kembar, berbekal informasi yang didapat dari mimpi sang ayah yang hanya menggunakan nama jalan dan lokasi tempat pencarian yang disebutnya `medan perang`.
Dari pedalaman Papua, Celo menyusuri kota Jayapura menggunakan perahu kecil. Ia mendayung hingga puluhan kilometer untuk bisa mencari saudara kembarnya di kota. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Babe (Babe Cabita), seorang pengusaha yang pailit, terlibat banyak hutang dan memercayakan urusan bisnis kepada dukun.
Perkenalan Celo dengan Babe membawa keduanya berkelana ke Jakarta. Keduanya punya satu misi, yakni menemukan saudara kembar Celo, yang akhirnya diketahui berprofesi sebagai pemimpin geng terbesar di Jakarta.
Karena memiliki kemiripan wajah dengan saudara kembarnya, Celo pun menjadi buruan anggota geng yang dipimpin oleh Stella (Marissa Nasution) yang menginginkan warisan yang dimiliki oleh kembaran Celo.
Film arahan sutradara Irham Acho Bachtiar tersebut dikemas dalam unsur komedi dan action. Sepanjang cerita, penonton disuguhkan dengan aksi kocak Celo dan Babe yang terlibat aksi kejar-kejaran dengan para preman. Belum lagi kepolosan dan keluguan Celo sebagai pria asal Papua pedalaman yang sukses mengocok perut penonton.
Kehadiran sosok Celo di film tersebut memegang posisi sangat central. Dengan gaya bahasa, logat bicara dan ekspresi mimik wajah, Celo mampu menghadirkan cerita humor yang selama ini kental didominasi 'Tanah Jawa' di setiap film layar lebar.
Belum lagi aksi para stand up comedy, yang juga ikut mendukung film garapan rumah produksi Rapi Films itu. Film ini dikembangkan dari cerita mob Papua berjudul Epen Kah Cupen Toh yang sukses menyita perhatian masyarakat di situs YouTube.
Film Epen Cupe dijadwalkan tayang pada 13 Mei 2015 tersebut memang menghadirkan humor yang berbeda melalui gaya komedi ala Indonesia Timur. Selama ini, komedi Indonesia Timur terbilang minim menghiasi 'plot' perfilman Indonesia meski memiliki jumlah penggemar yang banyak.(Gie/Mer)
Advertisement