Liputan6.com, Jakarta Leigh Whannell adalah seorang yang lengkap. Ia penulis skenario, sutradara, sekaligus aktor. Bersama James Wan--yang kini lebih dikenal sebagai sutradara Fast and Furious 7, Leigh Whannell melahirkan Saw, sebuah horor slasher sukses yang kemudian beranak-pinak dengan total tujuh film.
Pada 2010, Leigh Whannell dan James Wan melahirkan Insidious. Wan sebagai sutradara dan skenario ditulis Whannell--yang juga ikut bermain sebagai Specs. Filmnya sukses berjilid-jilid. Setelah Insidious: Chapter 2 rilis 2013, kita disuguhi bab ketiga atau Insidious: Chapter 3 di bioskop.
Advertisement
Baca juga:Â REVIEW Insidious: Chapter 3
Jabatan sutradara dipegang Whannell lantaran saat proyek Chapter 3 berjalan, Wan sibuk menggarap Fast and Furious 7. Maka, film ketiga Insidious menjadi debut penyutradaraan film panjang pria asli Australia ini. Di Chapter 3 ini pula kita melihatnya memainkan tiga peran sekaligus: sutradara, penulis skenario, dan aktor.
Belum lama ini, Liputan6.com berkesempatan berbincang dengan Leigh Whannell via telepon. Kami bicara banyak hal, mulai dari keterlibatannya di Insidious: Chapter 3 hingga kesannya sebagai warga Australia yang bertetangga dengan Indonesia.
Berikut petikannya.
Baca juga:Â Wawancara Eksklusif Bintang Insidious 3, Stefanie Scott
Â
Wawancara Leigh Whannell
Liputan6.com: Apa yang akhirnya membuat Anda memutuskan mengambil peran sebagai sutradara di Chapter 3?
Leigh Whannell: Saat James Wan tak bisa menyutradarai film ini. Saya pikir, sayalah pilihan paling alami untuk menyutradarai film ini. Karena saya yang menulis dua film sebelumnya. Selama ini saya berpikir apa film pertama yang akan saya sutradarai, dan ini adalah pilihan paling bagus. Ketika saya ditawari untuk menyutradarai film ini ada satu momen di mana saya berpikir, akan sangat bodoh bagi saya bila tidak mengambil kesempatan ini.
Liputan6.com: Kenapa Anda memfokuskan film ketiga pada karakter Elise Rainier saat ia masih hidup? Kenapa tidak melanjutkan film kedua, ketika kita melihatnya sebagai hantu?
Leigh Whannell: Saya sangat menyukai karakter Elise Rainier yang dimainkan Lin Shaye. Di akhir film pertama kita melihatnya mati. Dan saya ingin melihatnya hidup karena dia menjadi hantu di film kedua. Oleh karena itu saya membuat cerita sebelum film pertama, prekuel. Tujuannya untuk lebih jauh menyusui karakter Elise.
Liputan6.com: Kalau begitu, apa kita juga bakal melihatnya (Elise Rainier) tetap hidup di Chapter 4?
Leigh Whannell: Jika Chapter 4 ada saya masih ingin melihatnya hidup. Jadi chapter ke-empat juga mungkin saja bisa berupa sebelum film pertama. Tapi saya masih belum tahu juga. Saya belum menulis ceritanya.
Liputan6.com: Apakah Anda punya pengalaman dengan dunia gaib? Lalu, apa memang ada tempat semacam The Further?
Leigh Whannell: Saya tak penah mengalami bertemu hantu atau semacamnya. Tapi dari yang saya tahu, banyak orang menemui pengalaman itu. Dari situ saya memahami ada bagian kehidupan di luar sana yang tak kasat mata. Bagi saya, The Further adalah tempat dari mana para hantu berasal. Dan saya ingin mengatakan itu tempat yang menyeramkan.
Liputan6.com: Saat menulis cerita film horor, apakah Anda terinspirasi film-film horor dari Asia?
Leigh Whannell: Tentu saja saya sangat terinspirasi film-film horor Asia. Saya suka nonton film horor dari Jepang, Thailand, juga Indonesia. Bagi saya budaya Asia dengan supernaturalnya sangat kaya. Saya sangat menyukainya.
Liputan6.com: Oh, ya, Anda nonton film horor Indonesia?
Leigh Whannell: Semua orang tahu film The Raid dari Indonesia. Tapi saya juga suka film horor Indonesia. Saya lupa judulnya, tapi ada film horor dari Indonesia yang saya suka.
Liputan6.com: Anda adalah penulis skenario, aktor, dan kini jadi sutradara. Mana peran yang paling Anda suka?
Leigh Whannell: Susah untuk bilang paling suka yang mana. Menjadi aktor membuat kau bisa bemain-main, seperti sedang memakai topeng dan jadi orang lain. Kau seperti sedang main drama saat anak-anak. Sutradara adalah pekerjaan yang melelahkan. Kau harus fokus (saat jadi sutradara). Sedangkan jadi penulis kau merasa kesepian. karena kau melakukan semuanya sendirian.
Tapi kalau disuruh memilih satu peran saja, saat ini saya sedang menikmati jadi sutradara.
Liputan6.com: Apakah Anda hanya akan menyutradarai film yang Anda tulis naskahnya? Apa yang Anda tulis saat ini?
Leigh Whannell: Setiap penulis pasti ingin menyutradarai film yang ditulisnya. Saya pun begitu. Namun saya ingin mencoba banyak genre film. Saat ini saya tengah menulis beberapa proyek. Masih tak tahu mana yang akan saya kerjakan. Saya sedang menulis cerita fiksi ilmiah yang menggabungkan dengan horor.
Liputan6.com: Siapa penulis skenario favoit Anda?
Leigh Whannell: Saya suka Charlie Kaufman. Saya sangat suka (filmnya) Eternal Sunshine of the Spotless Mind; juga Being John Malkovich. Saya juga suka Paul Thomas Anderson. Pokoknya saya suka yang memiliki sisi originalitas dalam menulis.
Liputan6.com: Apakah Anda akan selalu berkolaborasi dengan James Wan?
Leigh Whannell: Saya sangat senang bekerjasama dengan James (Wan). Kami sudah kenal lama dan cocok. Tapi saat ini belum ada proyek yang saya kerjakan dengan James. Biasanya kami saling sharing ide dan akhirnya memutuskan untuk kerja bareng. Saat ini dia mengerjakan proyek-proyek besar, dan saya bahagia untuknya.
Liputan6.com: Anda asli Australia, tentu Anda pernah ke Bali?
Leigh Whannell: Bagi orang Australia sepertinya ke Bali sudah seperti kewajiban. Tapi jujur saya sendiri belum pernah ke sana.
Liputan6.com: Oh, ya? Tapi Anda familiar dengan Indonesia, tentu? Makanannya, misalnya?
Leigh Whannell: Ya, saya familiar dengan masakan Indonesia dan saya suka budaya indonesia. Saya suka masakan kuah yang seperti kari dan saya juga sate. Saya ingin suatu saat nanti bisa kunjungi Indonesia menyelami lebih dalam budayanya.** (Ade/Put)
Advertisement