Saat Malam Puncak Festival Film Bandung Seperti Acara Agustusan

Ini tahun ke-empat SCTV menyiarkan live malam puncak FFB.

oleh Ade Irwansyah diperbarui 12 Sep 2015, 12:00 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2015, 12:00 WIB
Eddy D Iskandar
Eddy D Iskandar

Liputan6.com, Jakarta Sabtu (12/9/2015) malam ini perhelatan Festival Film Bandung 2015 dipastikan bakal berlangsung meriah di Monumen Perjuangan Bandung di kota Bandung, Jawa Barat. Acara penghargaan bagi insan film ini bakal dimeriahkan Kotak, Iwan Fals hingga Zaskia Gotik serta tayang live di SCTV.

Ini tahun ke-empat SCTV menyiarkan live malam puncak FFB. Sejak disiarkan live di TV nasional 2012, pamor FFB kian terangkat. Acara tingkat daerah berubah jadi tingkat nasional.

Saya masih ingat ketika meliput perhelatan malam puncak FFB 2006 silam. Itu kali pertama saya meliput FFB di Bandung. Begini saya dulu mencatatnya.

Tidak ada karpet merah yang terhampar di lobi Hotel Horison, Bandung, Jumat malam, 28 April 2006 silam. Interior hotel juga tak dihias berbeda.

Hanya saja, orang-orang yang berdatangan ke hotel itu jadi pertanda kalau sedang terjadi keriuhan di sana. Mereka, baik pria maupun wanita, kebanyakan berpakaian rapi. Pusat keriuhan berlangsung di ball room hotel. Dari ruang itu terdengar lantunan lagu pop yang dinyanyikan seorang biduan diiringi organ tunggal. Kali lain ia menyanyi lagu Sunda.

Ada 11 penghargaan untuk kategori film, tiga untuk sinetron, dan lima untuk FTV yang diberikan saat penganugerahan piala di malam puncak FFB 2014 yang digelar di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat pada 13 September 2014. (Liputan6.com/Panji Diksana)

Sambil mendengar lantunan musik, para tamu disuguhi hidangan prasmanan di sisi kiri ball room. Usai mengambil hidangan, mereka duduk di kursi yang disediakan. Oh, ada acara apa gerangan di sana? Resepsi pernikahankah? Bila menilik ada yang menyanyi diiringi organ tunggal, plus prasmanan, susah tak menyebut acara itu mirip resepsi pernikahan.

Tapi, sungguh, keriuhan di Hotel Horison malam itu bukan resepsi pernikahan. Melainkan, acara malam anugerah Festival Film Bandung (FFB) 2006.

Jumat malam itu kali ke-19 FFB digelar. Acara diawali dengan tari-tarian daerah Sunda lengkap dengan penarinya membawa panji-panji berwarna merah putih. Lalu, acara dilanjutkan oleh pidato sambutan. Serangkaian pidato sambutan itu mengingatkan pada acara perayaan kemerdekaan 17 Agustus. Kemudian, baru menginjak acara puncak: penyerahan piala pada para pemenang.

Penyanyi Judika Nalon Abadi Sihotang atau biasa dipanggil Judika menjadi salah satu pengisi acara malam puncak Festival Film Bandung (FFB) 2014 yang digelar pada 13 September 2014. (Liputan6.com/Panji Diksana)

Jangan bayangkan sebuah festival meriah mirip Festival Film Cannes atau Academy Awards yang menggelar karpet merah buat para artis yang berdatangan. Atau jangan pula mengira terjadi keramaian di Bandung menyambut festival ini. Tak ada pemutaran film khusus di pusat keramaian atau ada pawai jumpa fans dengan bintang-bintang yang jadi nomintor peraih piala. Bandung adem ayem saja menyambut FFB 2006.

Jangan pula mengira FFB digelar di sebuah tempat mewah. Panggung di ujung ball room yang jadi pusat perhatian cuma dilatarbelakangi kain hitam dan layar besar. Malam itu, FFB membagi piala pada film-film dan sinetron yang tayang di TV dan bioskop di Bandung sepanjang tahun. "Sampai Maret tahun (2006) ini,” kata ketua umum FFB Eddy D. Iskandar, novelis dan penulis skenario kawakan.

Pada FFB 2006 waktu itu, Berbagi Suami merajai perolehan piala untuk film dengan memborong 6 piala (Film, sutradara, skenario, tata artistik, pemeran pembantu wanita, dan pemeran utama wanita). Sedangkan Kiamat Sudah Dekat merajai kategori sinetron lewat 5 piala yang diperoleh (sinetron drama, penyunting, skenario, sutradara, dan pemeran anak).

Meriam Bellina mengaku tak menyangka mendapat penghargaan di Festival Film Bandung 2014.

Di malam penyerahan anugerah FFB itu, kebanyakan peraih piala tak datang mengambil penghargaan atas kerja mereka. “Hal itu memang kami sayangkan,” kata Eddy. Yang saya ingat betul, artis-artis yang datang langsung ditodong jadi pembaca pengumuman di panggung.

Kendati demikian, tak berarti FFB bukan ajang penting buat tolak ukur penilaian karya terbaik sineas anak negeri (di TV maupun film). Sebuah festival yang sudah berlangsung tanpa henti, bahkan ketika perfilman dianggap mati suri, jelas bukan ajang main-main.

Bahkan kala pemerintah Orde Baru meminta FFB mengubah nama jadi Forum Film Bandung karena alasan mengada-ada (kata “festival” itu cuma milik Festival Film Indonesia), festival ini tetap jalan. Andai FFB digelar lebih meriah bak festival sebenar-benarnya, ajang ini bakal bicara banyak, tak cuma jadi ajang bagi-bagi piala mirip malam perayaan 17 Agustusan.

Konsistensi dan menjaga reputasi sebagai ajang penghargaan yang minim kontroversi yang bikin gaduh kemudian membuat Festival Film Bandung dilirik stasiun TV. FFB kini lebih meriah dan jadi ajang penghargaan perfilman tingkat nasional. Selamat berpesta di FFB, insan film dan TV.** (Ade/Mer)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya