Review Film Titane: Perempuan Dalam Belenggu Kesepian dan Guncangan Jiwa Mencoba untuk Bebas

Dibutuhkan pikiran terbuka untuk memahami Titane yang digambarkan dengan polos oleh sineas Julia Ducournau. Berikut review film Titane.

oleh Wayan Diananto diperbarui 16 Nov 2021, 12:48 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2021, 06:30 WIB
Poster film Titane. (Foto: Kazak Productions/ Frakas Productions/ IMDb)
Poster film Titane. (Foto: Kazak Productions/ Frakas Productions/ IMDb)

Liputan6.com, Jakarta Aturan pertama yang mesti dicamkan sebelum menonton Titane, sejumlah adegan bisa jadi membuat Anda kurang nyaman. Pemikiran yang terbuka dan berpijak pada film sebagai karya seni (bebas) di sejumlah negara sangat disarankan.

Oke. Titane bukan film buruk. Karya sineas Julia Ducournau ini mendapat apresiasi dari sejumlah ajang penghargaan seperti Festival Film Cannes dan Festival Film Internasional Toronto dalam sesi midnight madness.

Di Indonesia, Titane bisa diakses secara legal lewat platform streaming KlikFilm. Berikut resensi film Titane yang dibuka dengan perjalanan gadis kecil Alexia (Adele Guigue) bersama ayahnya (Betrand Bonello) dengan mobil.

 

Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Cerita Alexia

Titane.
Dalam Titane, Alexia kecil diperankan aktris Adele Guigue. (Foto: Kazak Productions/ Frakas Productions/ IMDb)

Alexia yang berada di belakang menendangi jok yang diduduki ayahnya. Teguran keras dari sang ayah berujung kecelakaan maut yang mencederai kepala Alexia. Bertahun-tahun kemudian, Alexia tumbuh menjadi pribadi penyendiri, murung, dan cenderung dingin.

Suatu malam, usai bekerja di tempat hiburan, seorang pria (Thibault Cathalifaud) yang mengaku sebagai penggemar ingin memacarinya. Pria ini nekat mencumbu Alexia (Agathe Rousselle) dan berujung tragedi mengerikan.

Alexia menusuk lubang telinga pria ini dengan tusuk konde hingga tewas. Setelahnya, ia membantai sejumlah orang dan kabur. Alexia menyamar sebagai laki-laki lalu bertemu pria paruh baya, Vincent (Vincent Lindon) yang kehilangan anak.

Kehidupan dan Pelarian

Titane.
Dalam film Titane, Vincent diperankan aktor Vincent Lindon. (Foto: Kazak Productions/ Frakas Productions/ IMDb)

Belakangan diketahui, Alexia mengandung. Hidupnya diwarnai dengan pelarian setelah kasus pembunuhan yang melibatkannya diekspos media. Hatinya yang dingin perlahan menghangat sejak Vincent hadir.

Satu film, khususnya di level festival, bisa diterjemahkan ke dalam banyak makna. Titane salah satu yang demikian. Sejumlah adegan vulgar dalam film ini membuat penonton termasuk kami mengernyitkan dahi.

Kalau adegan mandi ditampilkan “polosan” kami masih maklum, mengingat yang namanya mandi ya pasti tanpa busana. Namun, adegan (maaf) bercinta dengan benda mati membuat kami syok berat.

 

Gambaran Maskulinitas

Titane.
Dalam Titane, Agathe Rousselle memerankan Alexia dewasa. (Foto: Kazak Productions/ Frakas Productions/ IMDb)

Setiap orang pasti punya selera dan ketertarikan secara seksual namun yang ditampilkan dalam Titane benar-benar bikin melongo. Bisa jadi, adegan ini tak bisa ditelan mentah-mentah. Ada semburat makna di baliknya.

Benda mati bisa jadi gambaran maskulinitas yang acapkali membuat posisi perempuan dalam kultur sosial melemah. Atau sebaliknya, perempuan nekat melawan semampunya seperti yang digambarkan Alexia dalam film ini.

Ia melawan kehamilan dengan beragam cara meski akhirnya, upayanya seperti mendorong tembok. Tenaga habis, namun yang didorong bergeser setengah milimeter pun tidak.

 

Penggambaran Ugal-ugalan

Titane.
Salah satu adegan dalam film Titane. (Foto: Dok. Kazak Productions/ Frakas Productions/ IMDb)

Kedua, Titane sebenarnya penggambaran yang ugal-ugalan soal dampak kesepian dan tidak diterima oleh lingkungan terdekat. Kesepian, penolakan, dan pelecehan seksual sangat mungkin membuat hati nurani korban meranggas.

Saat nurani meranggas, manusia akan kehilangan sisi kemanusiaan. Yang terjadi kemudian, sang tokoh utama menjadi monster bagi diri sendiri maupun orang di sekitarnya. Semengerikan itu.

Ketiga, untuk mengembalikan sisi kemanusiaan itu butuh perjuangan yang berat dan lama. Maka, Titane menggambarkan interaksi mendetail soal bagaimana Vincent memanusiakan Alexia.

Drama Psikologis

Titane.
Salah satu adegan dalam film Titane. (Foto: Dok. Kazak Productions/ Frakas Productions/ IMDb)

Dari janji tak akan menyakiti, membunuh siapapun yang ingin menyakiti Alexia meski itu dirinya sendiri, hingga memberi kasih sayang yang sebisa mungkin tanpa syarat.

Berliku hingga kedua pelaku kehabisan energi. Titane kami maknai sebagai drama psikologis tentang kesepian dengan nuansa fantasi yang liar. Terasa riil meski di banyak titik tidak juga.

Kredit patut diberikan kepada Agathe Rousselle dan Vincent Lindon yang bermain intens dan berani. Keduanya menciptakan jarak kemudian dipangkas perlahan hingga mendapat kedekatan yang pas sekaligus menyentuh.

Kesepian dan Guncangan Jiwa

Titane.
Salah satu adegan dalam film Titane. (Foto: Dok. Kazak Productions/ Frakas Productions/ IMDb)

Julia Ducournau sebagai penulis sekaligus sutradara tahu betul arah film ini dan apa saja nyang hendak disampaikan. Titane bukan tipe film yang bikin nyaman dan melegakan.

Ia menyuarakan kesepian, guncangan jiwa, penerimaan diri, dan bagaimana perempuan yang terbelenggu bisa merasa “bebas” memperlakukan tubuh juga perasaan. Sekali lagi, pikiran terbuka dibutuhkan untuk mengapresiasi Titane yang mengguncang.

 

 

Pemain: Agathe Rousselle, Vincent Lindon, Garance Marillier, Lais Salameh, Adele Guigue, Thibault Cathalifaud

Produser: Jean Christophe Reymond

Sutradara: Julia Ducournau

Penulis: Julia Ducournau

Produksi: Kazak Productions, Frakas Productions

Durasi: 108 menit

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya