Sutradara Ungkap Rahasia Mayit Hidup yang Penuh Teror di Zona Merah, Original Series Terbaru Vidio

Hadirkan zombie versi Indonesia, Zona Merah akan tayang di Vidio pada 8 November 2024.

oleh Naia Trianisa Pangestu diperbarui 09 Okt 2024, 12:40 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2024, 12:40 WIB
Zona Merah
Aghniny Haque, Sidharta Tata dan Fajar Martha Santosa di SCTV Tower saat wawancara untuk Zona Merah. (Dok. Liputan6).

Liputan6.com, Jakarta Zona Merah, series terbaru yang akan tayang pertama kalinya di Vidio pada 8 November 2024 mendatang. Serial ini menghadirkan cerita bergenre horor dan thriller, dengan tema mayat hidup yang menyeramkan. Seperti All Of Us Are Dead, Train To Busan, World War Z dan Walking Dead, Zona Merah akan memperlihatkan aksi para karakter yang berjuang untuk bertahan hidup setelah manusia berubah akibat wabah yang melanda. 

Perbedaannya di series ini, zombie tersebut disebut dengan versi lokal yaitu mayit hidup dengan disutradarai oleh Sidharta Tata dan Fajar Martha Santosa, yang sebelumnya sukses dengan Pertaruhan The Series 2

Zona Merah juga didukung oleh deretan bintang Tanah Air, termasuk Aghniny Haque, Andri Mashadi, Lukman Sardi, Devano Danendra, Maria Theodore, Ruth Marini, dan Ratna Riantiarno. Dengan jajaran pemeran yang kuat dan cerita penuh ketegangan, serial ini diharapkan akan menjadi tontonan yang dinanti oleh para penggemar genre horor dan thriller.

Penggabungan unsur lokal dan mitos-mitos di Indonesia menjadi inspirasi lahirnya sebutan mayit hidup, Sidharta Tata dan Fajar Martha menjelaskan terbentuknya istilah tersebut saat wawancara yang dilakukan di gedung SCTV pada 8 Oktober 2024.

Zombie Lokal

Mayit Hidup dalam Zona Merah. (dok. Vidio)
Mayit Hidup dalam Zona Merah. (dok. Vidio)

Fajar mengatakan bahwa dirinya dan tim penakawan awalnya juga merasa aneh dan lucu dengan penggunaan kata ‘mayit’ namun sepanjang penulisan dan pengembangan cerita, mereka menyebutkan istilah tersebut yang terbaik untuk digunakan dalam Zona Merah.

“Kami mencoba kata ganti yang tepat untuk zombie, kita coba pakai kata ganti mayat yaitu mayit, mungkin awalnya terdengar konyol lalu lama-lama keren juga kok,” jelas Fajar.

Selain itu, Sidharta Tata juga menambahkan bahwa alasan terbesar terpilihnya penyebutan tersebut adalah untuk memberikan kesan lebih natural dan melokal karena spontanitas dan kebiasaan masyarakat Rimbalaya, kota fiktif yang memang dibuat seperti Yogyakarta untuk serial tersebut.

“Ini kan ngomongin soal Jawa Tengah, berbahasa Jawa, mayit itu sebenernya kata yang tidak sengaja terucap dari karakter,” ucap Tata

Konflik yang Mendalam

Sidharta Tata dan Fajar Martha Santosa
Sidharta Tata dan Fajar Martha Santosa

Bukan hanya melawan mayit hidup, para karakter disana juga harus menghadapi keserakahan dari para manusia yang memiliki kekuasaan di Kota Rimbalaya. Sidharta Tata mengatakan bahwa cerita ini juga terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi di salah satu tempat di Indonesia yang juga digabungkan dengan urban legend di Indonesia.

Sehingga serial ini akan menghadirkan aksi, thriller, horor, dan politik yang akan menambah ketegangan saat para penonton menyaksikan Zona Merah. Bukan hanya itu, komedi-komedi yang mengocok perut juga akan terselip di setiap episode-episodenya.

“Dalam series ini kita bisa bermain dengan banyak hal. Kita bisa mengkombinasikan antara action, thriller, horor, bahkan komedi. Artinya ketika kalian melihat series itu menjadi paket komplit," ujar Tata.

 

100 Pemeran Figuran

Fajar pun menceritakan sedikit tantangan yang para tim produksi alami saat proses syuting. Dengan menggunakan lebih dari 100 pemain figuran untuk berperan sebagai masyarakat kota dan juga mayit ini pastinya mendatangkan banyak rintangan. Setiap adegan yang diulang atau pindah lokasi membutuhkan tenaga dan waktu lebih banyak daripada biasanya.

"Tantangannya banyak banget. Setiap hari kita bahkan mengerjakan minimal scene dengan seratus orang pemeran figuran. Entah itu jadi mayit, entah jadi warga, atau keduanya, dan kejar-kejaran," ungkap Fajar.

 

Tantangan 

Walaupun kesulitan dan tantangan yang dialami, Aghniny yang memainkan Maya sebagai peran utama ini menyatakan kebahagiaannya dapat bekerja bersama dengan Fajar dan Tata untuk series ini. Meskipun membutuhkan stamina yang besar dalam memainkan karakter tersebut, ia merasa syuting yang dilakukan sangat sehat.

Setiap hari syuting yang dilakukan selalu selesai dengan tepat waktu, 18.00 WIB. Hal tersebut sangat berbeda dengan projek-projek sebelumnya yang dirinya lakukan.

“Ada 17 scene gitu. Ini beneran selesai sebelum jam 18.00 sudah selesai. Itu banyak banget (scene) itu. Dan menurut aku ini dikerjakan sangat baik, dan mungkin emang persiapannya matang ya,” kata Aghniny.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya