Menelusuri Wisata Budaya di Klenteng Kim Hin Kiong Gresik

Ingin ke Gresik tapi bosan dengan wisata yang itu-itu saja? Cobalah mengunjungi Klenteng Kim Hin Kiong. Di sana pengunjung bisa berlibur sembari belajar mengenai sejarah budaya di masa lalu.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Sep 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2019, 06:00 WIB
(Foto: Dok Disparbud Gresik)
Klenteng Kim Hin Kiong (Foto: Dok Disparbud Gresik)

Liputan6.com, Jakarta - Ingin ke Gresik, Jawa Timur tapi bosan dengan wisata yang itu-itu saja? Cobalah mengunjungi Klenteng Kim Hin Kiong. Di sana pengunjung bisa berlibur sembari belajar mengenai sejarah budaya di masa lalu.

Klenteng Kim Hin Kiong berada di Jalan Dr. Setia Budi Gang Klenteng No. 56 Kelurahan Pulo Pancikan, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik. Klenteng ini berada di tengah-tengah kawasan pecinan yang saat ini mulai berbaur dengan perkampungan Arab.

Klenteng Kim Hin Kiong didirikan pada 1 Agustus 1153. Bisa dikatakan  klenteng ini merupakan salah satu yang tertua di Jawa Timur. Demikian mengutip laman Disparbud Gresik, Minggu (8/9/2019).

Dari bentuk arsiteknya sendiri, Klenteng Kim Hin Kiong tidak begitu besar, tapi memiliki ciri khas dominasi warna merah dan kuning. Di bagian depan klenteng dihiasi dengan ornamen-ornamen Tiongkok yang khas serta terdapat dua patung cok say (singa).

Sementara pada bagian teras terdapat hiolo dengan ornamen kepala naga. Pada ruang utama terdapat altar untuk memuja patung Dewa Thian San Seng Boo. Pada bagian kanan klenteng terdapat panggung wayang Po Te Hi yang dipentaskan pada waktu-waktu tertentu saja.

Klenteng Kim Hin Kiong juga diketahui sebagai tempat peribadahan Tridharma (Buddha, Taoisem, dan Konfusius). Karena klenteng masih digunakan untuk beribadah pengunjung tidak disarankan untuk memotret bagian dalam klenteng tanpa seizin pengurus.

Klenteng Kim Hin Kiong juga menjadi saksi dari toleransi beragama yang ada di Gresik karena walaupun berada di daerah mayoritas pemeluk agama Islam, tapi jemaat klenteng dan warga sekitar bisa saling menghormati.

(Tito Gildas, mahasiswa Kriminologi Universitas Indonesia)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Mengenal Hok An Kiong, Klenteng Tertua di Surabaya

(Foto: Dok Kemdikbud)
Bangunan utama Klenteng Hok An Kiong (Foto: Dok Kemdikbud)

Sebelumnya, jalan-jalan di Surabaya, Jawa Timur tak hanya mencicipi kuliner, melihat bangunan sejarah, dan keliling kota. Di Kota Pahlawan ini, wisata religi juga dapat menjadi pilihan.

Surabaya yang memiliki beragam masyarakat dari berbagai suku, etnis, dan agama menjadikan sebagai kota multi-kultural. Oleh karena itu, di kota ini juga ditemui sejumlah tempat ibadah dari beragam agama. Tempat ibadah di kota ini juga ada yang memiliki cerita dan termasuk bangunan bersejarah. 

Salah satunya, Klenteng Hok An Kiong. Berdasarkan Buku Travelicious, Jalan Hemat, Jajan Nikmat Karya Ariyanto, klenteng ini merupakan salah satu klenteng tertua yang ada di Surabaya.

Kelenteng Hok An Kiong didirikan sekitar 1830-an. Bangunan yang berada di Jalan Coklat, Pabean, Surabaya ini pada awalnya merupakan daerah pelabuhan.

Sebelumnya, klenteng Hok An Kiong disebut juga klenteng coklat, karena dilihat dari nama jalannya yaitu Jalan Coklat. Kapal-kapal saudagar dari Tiongkok, China sering mampir ke daerah Pabean yang kini sudah menjadi Pasar Ikan.

Seiring bertambahnya kapal-kapal saudagar Tiongkok yang bersandar di Kalimas, terutama dekat Pabean dan Slompretan, membuat ratusan awak kapal kadang-kadang beristirahat di daerah itu. Ada beberapa saudagar kaya yang tergabung dalam perkumpulan Hok Kian Kong Tik Soe.

Mengutip berbagai sumber, Mereka merasa iba melihat para awak kapal beristirahat di sana. Kemudian, tercetuslah ide dari perkumpulan tersebut untuk mendirikan tempat ibadah yang sekaligus bisa menjadi tempat beristirahat untuk awak kapal itu.

Maka, jadilah bangunan Kelenteng Hok An Kiong. Mengutip Jurnal Intra Petra.ac.id, interior di klenteng ini didesain dengan gaya budaya Fujian. Klenteng ini pada mulanya hanya terdiri dari halaman depan untuk ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ruang altar utama hanya kepada Dewi Mahcoh Po.

Bangunan itu kini sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Kota Surabaya berdasarkan SK Walikota Surabaya No.188.45/258/436.1.2/2012.

 

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya