Menelusuri Makam Siti Fatimah Binti Maimun Tertua di Asia Tenggara

Makam Siti Fatimah Binti Maimun sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang berada di Gresik, Jawa Timur.

oleh Liputan Enam diperbarui 30 Agu 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2019, 06:00 WIB
Makam Pemakaman dan Kuburan
Ilustrasi Foto Pemakaman (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Gresik, Jawa Timur merupakan kota yang berkembang seiring masuknya ajaran agama Islam yang dibawa oleh pedagang dari berbagai negara. Kota tersebut pula menjadi pusatnya persebarkan agama Islam ke seluruh Pulau Jawa.

Gresik pun dipenuhi oleh bangunan-bangunan yang beraroma Islami. Tokoh agama yang juga berjasa pada persebaran Islam di Gresik ialah Siti Fatimah Binti Maimun. Sebagai tanda penghormatan kepadanya, Makam Siti Fatimah binti Maimun ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya.

Siti Fatimah binti Maimun adalah putri dari pasangan Syekh Maimun atau Sultan Mahmud Syah dan Dewi Aminah. Sang ayah merupakan pria keturunan Iran, sedangkan ibunya berasal dari Aceh.

Singkat cerita, Siti beserta keluarganya datang ke tanah Jawa dan akhirnya menetap di Desa Leran, Gresik. Mengutip dari berbagai sumber, Siti Fatimah dikenal juga dengan nama Putri Dewi Retno Swari atau Dewi Swara, ia lahir pada 1064.

Di Desa Leran lah Siti Fatimah tinggal, sekaligus menyebarkan ajaran agama Islam. Tepatnya ia berdakwah di wilayah Giri, tapi pendakwah sebelumya adalah Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Giri Wali songo.

Berdasarkan penelusuran di disparbud.gresikkab.go.id, makam Siti Fatimah Binti Maimun berada di desa tempatnya melakukan syiar agama, yaitu Desa Leran. Makam tersebut terletak di dalam sebuah cungkup. Nah, cungkup tersebut dibuat dari batu kapur yang diambil gunung Suci (Desa Suci, Manyar).

Bangunan makam ini agak berbeda dengan makam yang lainnya, karena cungkupnya dibangun dengan gaya arsitektur yang mirip dengan candi Hindu-Budha. Kabarnya, cungkup makam Siti Fatimah didirikan oleh Raja Majapahit yang beragama Hindu.

Dahulu, Raja Majapahit itu hampir menikah dengan Siti Fatimah. Kedatangan Siti ke Majapahit pun atas permintaan ayahnya yang memiliki keinginan untuk mengIslamkan Raja tersebut sebagai prasyarat jika hendak memperistri Siti Fatimah binti Maimun.

Akan tetapi, niat Siti itu ditolak oleh Raja Majapahit, hingga akhirnya ia diperlakukan dengan sangat tidak layak oleh Raja tersebut. Sehubungan dengan itu, Raja Majapahit yang merasa bersalah akhirnya memutuskan untuk membangun cungkup makam Siti Fatimah binti Maimun.

Oleh karena itu, tidak heran kalau gaya cungkup makam Siti Fatimah dipengaruhi oleh Hindu yang merupakan agama yang dianut Raja Majapahit. Kawasan makam Siti Fatimah binti Maimun dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan.

Pengelolaan itu terhitung sejak 1973. Bangunan makam Siti Fatimah binti Maimun juga sudah ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya Nasional. Selain itu, makam tersebut juga telah dikukuhkan menjadi makam Islam tertua di Asia Tenggara.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Gresik Dipercantik dengan Tugu dan Gardu yang Keluarkan Bunyi Suling

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Tugu Lontar (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Gresik, Jawa Timur melanjutkan pembangunan beberapa tugu (landmark) di sejumlah sudut kota setelah terbangunnya dua tugu yang kini berdiri kokoh menghiasi wilayah berjuluk "Kota Santri" tersebut.

"Sebentar lagi juga akan berdiri 'Garsuling' atau Gardu Suling yang dilengkapi bunyi-bunyian seperti suling, untuk mengingatkan sejarah Gresik yang menggunakan simbol bunyi-bunyian sebagai penanda buka puasa atau subuh," kata Bupati Gresik, Sambari Halim Radianto di Gresik, awal Juli lalu, dilansir Antara.

Sambari mengatakan, pembangunan tugu atau penanda sebuah kawasan itu adalah bagian dari keinginan pemkab untuk mempercantik kota dan pengingat asal usul sejarah suatu kawasan.

Ia mengatakan, pembangunan sepenuhnya dilakukan oleh pihak perusahaan yang ada di Kabupaten Gresik dan bagian dari kerja sama atau upaya bersama membangun wilayah.

"Kami mendorong perusahaan lain yang ada di sini juga melakukannya. Tidak hanya mengambil keuntungan saja dari daerah ini tapi juga memberikan kontribusi bersama mempercantik kota," katanya.

Sebelumnya, Sambari juga telah meresmikan Tugu Lontar yang terletak di Perempatan Kebomas Gresik, yang ditandai dengan penandatanganan prasasti dan penyerahan dokumen oleh President Director PT Smelting, Hiroshi Kondo.

Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkab Gresik Sutrisno mengatakan, Tugu Lontar dibangun sejak 3 Desember 2018 sebagai hasil kerja sama dengan PT Smelting yang seluruh pembiayaan dilakukan oleh PT Smelting.

"Tugu Lontar ini diharapkan bisa menjadi bangunan baru untuk mempercantik Kota Gresik, dan menjadi penanda semangat bersama dalam mencapai kemajuan yang terus-menerus dan memberi warna baru pada perkembangan Kota Gresik," kata dia.

Tugu Lontar dirancang Daniel Mirmanoe Candra Sujanto yang dikenal sebagai arsitek lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan dikenal sebagai perancang Tugu Pelangi Surabaya.

Tugu Lontar merupakan karya seni kontemporer yang menggabungkan dua tema dari dua kebudayaan yang berbeda, yakni Indonesia dan Jepang, dan perlambang kuatnya perindustrian di Gresik.

Selain itu, sebelumnya juga dibangun tugu replikasi keris Sumilang Gandring oleh PT Wilmar Nabati Indonesia di Jalan Veteran Gresik, dengan fisik bangunan berbentuk keris dan memiliki tinggi sekitar 15 meter.

Pemberian nama Keris Sumilang Gandring untuk menghormati jasa Bupati Sidayu ke-8, yakni Kanjeng Sepuh Sidayu (Pangeran Haryo Suryodiningrat) yang pada masa dulu memiliki senjata pamungkas yang diberi nama Keris Sumilang Gandring.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya