Respons Polda Jatim soal Pernyataan Ahli HAM PBB Terkait Kasus Veronica Koman

Polda Jatim angkat bicara mengenai tanggapan lima pakar dari Kantor Komisi Tinggi HAM PBB (OHCHR) yang mendesak Indonesia untuk melindungi hak semua orang termasuk pembela hak asasi manusia (HAM) Veronica Koman.

oleh Agustina Melani diperbarui 18 Sep 2019, 14:21 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2019, 14:21 WIB
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) angkat bicara mengenai tanggapan lima pakar dari Kantor Komisi Tinggi HAM PBB (OHCHR) yang mendesak Indonesia untuk melindungi hak semua orang termasuk pembela hak asasi manusia (HAM) Veronica Koman.

Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) menyatakan tetap jalan melakukan pemeriksaan sesuai prosedur dalam kasus Veronica Koman, tersangka dugaan kasus berita bohong dan provokasi asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.

"Silahkan saja, itu haknya menyampaikan. Demikian kita tetap jalan sesuai prosedur," ujar Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera, saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Rabu (18/9/2019).

Ia menuturkan,  Indonesia merupakan negara berdaulat sehingga tidak dapat diintervensi.

"Pada prinsipnya Indonesia negara berdaulat, tidak ada intervensi apapun terutama penegakan hukum," kata dia.

Sebelumnya, Polda Jatim telah melakukan pemanggilan pemeriksaan terhadap Veronica Koman. Akan tetapi, aktivis tersebut belum memenuhi panggilan. Ia pun menolak tuduhan yang disangkakan kepadanya.

Mengutip kanal Global Liputan6.com, Adapun lima pakar OHCHR mendesak Indonesia untuk “melindungi hak semua orang untuk melakukan protes damai, memastikan akses ke internet dan melindungi hak-hak pembela hak asasi manusia Veronica Koman dan semua orang lain yang melaporkan protes di Papua dan Papua Barat,” demikian seperti dikutip dari OHCHR.org, Rabu, 18 September 2019.

"Kami menyerukan langkah-langkah segera untuk memastikan perlindungan kebebasan berekspresi dan mengatasi tindakan pelecehan, intimidasi, campur tangan, pembatasan yang tidak semestinya, dan ancaman terhadap mereka yang melaporkan protes," tutur para ahli.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Selanjutnya

Lebih lanjut, situs OHCHR.org menuliskan sebagai berikut:

 

Veronica Koman, seorang pengacara yang telah mengalami pelecehan dan penganiayaan online karena dia terus bekerja pada dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua, disebut sebagai "tersangka" oleh pihak berwenang yang menuduhnya menyebarkan informasi palsu dan memicu kerusuhan setelah dia menerbitkan laporan pada protes dan serangan rasis terhadap siswa Papua di Jawa Timur yang telah memicu demonstrasi.

"Kami menyambut tindakan yang diambil oleh Pemerintah terhadap insiden rasis, tetapi kami mendesaknya untuk mengambil langkah segera untuk melindungi Veronica Koman dari segala bentuk pembalasan dan intimidasi dan menjatuhkan semua tuduhan terhadapnya sehingga ia dapat terus melaporkan secara independen tentang situasi hak asasi manusia di negara ini."

Para ahli juga menyatakan keprihatinan serius atas laporan yang mengindikasikan bahwa pihak berwenang mempertimbangkan untuk mencabut paspornya, memblokir rekening banknya dan meminta Interpol untuk mengeluarkan Pemberitahuan Merah untuk menemukannya, karena ia dikatakan berada di luar negeri.

Para ahli menekankan bahwa pembatasan kebebasan berekspresi tidak hanya merusak diskusi tentang kebijakan Pemerintah, tetapi juga membahayakan keselamatan para pembela HAM yang melaporkan dugaan pelanggaran.

 

 

Lima Pakar OHCHR

Mengutip dari situs OHCHR.org, kelima pakar OHCHR tersebut antara lain:

1Clement Nyaletsossi Voule (Togo), Pelapor Khusus tentang hak untuk berserikat  dan berkumpul secara damai:

2.David Kaye (AS), Pelapor Khusus untuk promosi dan perlindungan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi;

3.Dubravka Šimonović (Kroasia ), Pelapor Khusus tentang kekerasan terhadap perempuan, penyebab dan konsekuensinya;

4.Meskerem Geset Techane (Ethiopia), Ketua Kelompok Kerja tentang diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan;

5.Michel Forst (Prancis), Pelapor Khusus tentang situasi pembela HAM.Pelapor Khusus dan Kelompok Kerja adalah bagian dari apa yang dikenal sebagai Prosedur Khusus Dewan Hak Asasi Manusia.

Prosedur Khusus, badan pakar independen terbesar dalam sistem Hak Asasi Manusia PBB, adalah nama umum mekanisme pencarian fakta dan pemantauan independen Dewan yang menangani situasi negara tertentu atau masalah tematis di semua bagian dunia.

Ahli Prosedur Khusus bekerja berdasarkan sukarela; mereka bukan staf PBB dan tidak menerima gaji untuk pekerjaan mereka. Mereka independen dari pemerintah atau organisasi apa pun dan melayani dalam kapasitas masing-masing.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya