Balai Yasa Surabaya Gubeng, Bengkel Kereta Api Peninggalan Belanda

Bengkel untuk transportasi kereta api disebut balai yasa. Surabaya adalah salah satu kota di Jawa yang memiliki balai yasa yaitu Balai Yasa Surabaya Gubeng.

oleh Liputan Enam diperbarui 14 Okt 2019, 04:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2019, 04:00 WIB
(Foto: Dok KAI)
Balai Yasa Stasiun Gubeng Surabaya (Foto: Dok KAI)

Liputan6.com, Jakarta - Setiap transportasi membutuhkan perawatan terhadap mesinnya. Hal ini penting dilakukan, untuk keamanan dan kenyamanan pengguna transportasi itu sendiri.

Begitu pula dengan kereta api. Ada kalanya transportasi dengan badan panjang ini diperiksa dan diperbaiki. Bengkel khusus kereta api disebut dengan Balai Yasa.

Balai Yasa (BY) merupakan tempat yang dipakai untuk perawatan besar sarana perkeretaapian. Di sinilah, transportasi kereta api memperoleh semi perawatan akhir (SPA), pemeliharaan akhir (PA) hingga modifikasi.

Istilah "Balai Yasa" pertama kali muncul pada 1959 untuk Balai Yasa Yogyakarta. Kini di Jawa telah ada lima Balai Yasa, salah satunya di Surabaya.

Balai yasa yang ada di Surabaya adalah Balai Yasa Surabaya Gubeng (SGU). Balai yasa ini terletak di Jalan Tampak Siring, Surabaya, tak jauh dari Stasiun Gubeng.

Melansir informasi dari situs resmi heritage.kai.id, Balai Yasa SGU dibangun pada 1912 oleh Pemerintahan Belanda, Staatspoorwegen, perusahaan kereta api milik Hindia Belanda. Pada masa itu,perusahaan kereta api tersebut memelihara lokomotif uap atau listrik serta kereta yang terbuat dari kayu.

Di sini banyak kereta diperbaiki. Setiap satu kereta dibutuhkan kurang lebih lima hari untuk perbaikan. Sedangkan untuk perbaikan besar, misalnya pada kereta api kecelakaan, dibutuhkan waktu paling lama sekitar dua minggu.

Selain di Surabaya, Balai Yasa juga terdapat di beberapa kota lain. Di Yogyakarta terdapat Balai Yasa Pengok yang dibangun pada 1914. Tugas pokok balai yasa ini adalah melaksanakan overhaul lokomotif. 

Kota lain yang terdapat balai yasa adalah Tegal. Di Balai Yasa Tegal perawatan dan perbaikan kereta api dikhususkan untuk gerbong barang dan kereta penumpang.

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Perjalanan Gedung Bersejarah Siola Kini Jadi Museum Surabaya

Museum Surabaya
Museum Surabaya (sumber: iStockphoto)

Sebelumnya, mungkin tak banyak yang tahu mengenai apa dan bagaimana Gedung Siola itu. Gedung Siola merupakan salah satu aset bersejarah yang dimiliki oleh Surabaya, Jawa Timur.

Bangunan yang berada di area Jalan Tunjungan ini dahulunya adalah bekas dari berbagai jenis bangunan yang dialihfungsikan. Akan tetapi Pemerintah kota (PemKot) Surabaya kini sudah menetapkan fungsinya sebagai Museum Surabaya.

Mengutip dari berbagai sumber, kisah mengenai Gedung Siola bermula pada 1877, yaitu ketika investor berkebangsaan Inggris bernama Robert Laidlaw  membangun gedung tersebut untuk dijadikan tempat bisnisnya. Saat itu, ia menamakan pusat perkulakan di gedung itu Het Engelsche Warenhuis. Ia bahkan sempat menjadi pengusaha tekstil terbesar saat itu dan memiliki usaha bernama Whiteaway Laidlaw.

Masa kejayaan keluarga Laidlaw berakhir di sektor perdagangan pada 1935.Ini terjadi setelah pemiliknya meninggal. Setelah Jepang masuk, gedung tersebut dibeli oleh pengusaha asal Jepang. Pengusaha itu mengubah nama gedung menjadi ’Toko Chiyoda’. Di toko itu, banyak yang menjual aneka tas dan juga koper. Saat itu, tas dan koper populer sehingga mendorong orang-orang untuk menjual barang tersebut.

Setelah Sekutu datang ke tanah Surabaya, Jepang tunduk kalah kepada Sekutu, lantas gedung menjadi kosong tak berpenghuni. Pada 1945, bangunan ini menjadi gedung pertahanan masyarakat Surabaya untuk menghindari serangan Sekutu yang datang dari utara, sehingga pantas disebut gedung perjuangan pemuda Surabaya.

Pertempuran yang dahsyat tersebut membuat pejuang membumihanguskan gedung itu. Selanjutnya, pada 1960 yaitu ketika masa kemerdekaan telah diraih, gedung itu direnovasi dan namanya diganti menjadi toko Siola.

Nama tersebut diambil dari singkatan nama kongsi pemiliknya antara lain Soemitro-Ing Wibisono-Ong-Liem-Ang. Ketika itu, Toko Siola mulai dibuka dan menjadi salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya.

Jadi, bisa dikatakan kalau Siola adalah mal pertama yang ada di Surabaya. Singkat cerita, pada 1998 Gedung Siola ditutup lantaran tidak mampu bersaing dengan tempat perbelanjaan modern saat itu seperti Pasar Atum, Pasar Turi, Plaza Surabaya, dan Tunjungan Plaza.

Akan tetapi, setelah gedung tersebut mengalami perubahan fungsi, nama, dan juga sering gagal dijadikan tempat bisnis, akhirnya gedung itu dikembalikan kepada Pemkot Surabaya.

Pada 2015, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) beserta jajarannya menjadikan gedung tersebut sebagai museum yang bernama Museum Surabaya.

Museum Kota Surabaya ini berisi 1.000-an benda-benda bersejarah dalam kaitan perjalanan Surabaya yang berada di lantai I Gedung Siola. Koleksi di museum ini mulai dari arsip kependudukan sejak 1837, baju Dinas Pemadam Kebakaran sejak zaman Belanda, alat transportasi seperti dua becak yang berwarna biru dan putih.

Kisah mengenai Gedung Siola ternyata panjang dan rumit ya, serta sangat mempunyai nilai historynya yang tinggi.  

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya