Liputan6.com, Surabaya - Ketua Rumpun Tracing Pemprov Jatim, Kohar Hari Santoso menyatakan, klaster yang terjadi di Bojonegoro ini di awal dari terdeteksinya seorang pedagang rengkek atau pedagang keliling yang sakit dan dirawat di sebuah rumah sakit.
Saat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan rapid test, hasilnya, pedagang tersebut ternyata reaktif (positif). Namun, sayangnya, ia meninggal, sebelum hasil tes swab-nya keluar.
"Ada pedagang rengkek yang sakit dan dirawat. Rapid testnya reaktif. Sempat dilakukan swab, keluar belakangan setelah beliaunya meninggal. Lalu ada kasus lagi, dilakukan rapid test dan hasilnya reaktif," ujar Kohar dalam konferensi pers melalui live streaming di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat malam, 8 Mei 2020.
Advertisement
Terkait dengan temuan itu, dilakukan rapid test terhadap 269 pedagang yang ada di pasar tersebut. Hasilnya, ternyata ada 86 orang yang dinyatakan reaktif atau (positif). Oleh karena itu, para pedagang tersebut akan dilakukan rapid test ulang dan segera dilakukan swab.
"Rencananya akan dilakukan rapid test ulang dan segera dilakukan swab. Hasilnya nanti akan di kirim ke Malang, karena RS Saiful Anwar Malang sudah bisa melakukan PCR," tutur dia.
Saksikan Video di Bawah Ini
Khofifah Minta Penutupan Pasar Sementara
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa meminta agar dilakukan penutupan terhadap pasar tersebut selama 7 hari. Penutupan dilakukan, sembari menunggu hasil swab keluar.
"Pasar akan ditutup selama 7 hari, sampai selesai swab. Lalu, memberikan proteksi terhadap siapa saja yang ada di lingkaran pasar. Sebab yang bisa dirapid kan penjualnya, (sedangkan) pembelinya, pelanggan, ini kan harus dilakukan tracing," tegasnya.
Ia pun meminta pada dokter Kohar sebagai koordinator tracing agar melakukan tracing atau pelacakan ulang terhadap siapa saja yang pernah melakukan kontak dengan para pedagang di pasar tersebut.
"Yang reaktif cukup besar, lakukan tracing ulang terhadap siapa saja yang pernah melakukan kontak," ujar dia.
Advertisement