Hikayat Mbah Sabil dan Mbah Hasyim, Penyebar Islam di Padangan Bojonegoro

Mbah Sabil dan Mbah Hasyim merupakan dua tokoh penting dalam penyebaran Islam di Bojonegoro, Jawa Timur.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 29 Apr 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2020, 09:00 WIB
Makam Keramat Bojonegoro
Makam keramat Mbah Sabil dan Mbah Hasyim, dua tokoh penting dalam penyebaran Islam di Bojonegoro, Jawa Timur. (Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Bojonegoro - Desa Kuncen, begitu warga sekitar menyebutnya. Desa yang berada di Kecamatan Padangan, Bojonegoro, itu menjadi salah satu saksi masuknya Islam ke Jawa Timur. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya dua makam yang dikeramatkan, keduanya atas nama Mbah Sabil dan Mbah Hasyim.

Makam keramat tersebut berada dalam bangunan tua berukuran kurang lebih 7x8 meter, yang terletak di belakang Langgar Menak Anggrung Desa Kuncen.

"Bangunan makam itu tidak dikunci, semua masyarakat yang ingin berziarah bisa langsung masuk, berdoa tahlil di sana," ujar Muntaha, seorang peziarah asal Tuban, kepada Liputan6.com.

Abdul Halimi, sang Juru Kunci Makam pun mengantar ke dalam, melewati satu ruangan lagi dengan pintu lebih pendek. Di ruangan itu ada dua makam terlihat sangat terawat dan tercium aroma wangi. Itulah makam Mbah Sabil (sebelah barat) dan Mbah Hasyim (sebelah timur).

Halimi menceritakan, Mbah Sabil dan Mbah Hasyim merupakan dua tokoh yang menyebarkan Islam di Desa Kuncen yang pernah hidup sekitar abad ke XVII yang pengaruhnya sampai kemana-mana.

"Ketokohan Mbah Sabil mempengaruhi pesebaran tokoh-tokoh islam di Padangan dan sekitarnya," ujar Halimi.

Sebenarnya, kata Halimi, Mbah Sabil bukan asli Padangan, melainkan seorang tokoh dari Mataram Jogja yang ke Padangan dalam rangka untuk melarikan diri dari kolonial Belanda. Sedangkan Mbah Hasyim itulah yang asli orang Desa Kuncen, Padangan.

"Saat itu juga Mbah Hasyim adalah tokoh agama di Kuncen," kata dia.

Halimi menceritakan, Mbah Sabil pada saat pelarian dikejar-kejar Belanda kerap gonta-ganti nama.

"Seperti saat di Desa Jetak mengunakan nama Onggoh Prawiro, lalu saat ketahuan pindah lagi ke Dengok, namanya pun pindah lagi. Begitu juga disana keberadaanya diketahui, maka Mbah Sabil ganti nama lagi. Sampai kemudian Mbah Sabil ini bertujuan mau ke Ngampel Surabaya," kata Halimi

Dalam perjalanannya itu, lanjut dia, Mbah Sabil memiliki keistimewaan ketika melewati aliran sungai bengawan solo bukan naik perahu maupun kapal. Melainkan naik keranjang ternak terbuat dari bambu yang berlubang-lubang.

Diceritakannya, Mbah Hasyim mengetahui perjalanan Mbah Sabil menuju Ngampel, Surabaya, pada waktu fajar subuh sesampainya di aliran sungai bengawan Solo memasuki Desa Kuncen saat itu tengah menaiki keranjang.

''Karena melihat Mbah Sabil, Mbah Hasyim langsung berpikir ini bukan orang sembarangan,'' kata Halimi.

Dengan pemikirannya itu, lanjut dia, kemudian Mbah Sabil di cegat untuk beristirahat di kediaman Mbah Hasyim dan dalam pertemuan itulah Mbah Sabil diminta tidak usah melanjutkan perjalanan ke Ampel, lebih baik di desanya saja untuk memperjuangkan agama.

''Kemudian sejak itulah desa pertemuan Mbah Sabil dan Mbah Hasyim dikenal dengan Desa kuncen, yang artinya mengunci Mbah Sabil,'' kata Halimi.

Di Kuncen, Mbah Sabil dan Mbah Hasyim menjadikan langgar yang semula kecil, dibangun menjadi lebih besar dan dipergunakan untuk salah jumat merangkap pula sebagai sebuah pesantren.

Lokasinya berada di Desa Kuncen sebelah utara, kira-kira kearah timur laut dari tuga pahlawan. Menurut Halimi, tidak jelas berapa jumlah serta asal santri kedua tokoh islam itu. 

"Peran Mbah Sabil dan Mbah Hasyim kemudian diikuti para penyebar islam digenerasi selanjutnya di Padangan," ucap dia.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Tiga Kali Pindah

Halimi mengaku, tidak mengetahui banyak tentang kisah kehidupan dua tokoh tersebut. Dia bilang, peninggalan Mbah Sabil dan Mbah Hasyim tidak ada yang tersisa saat ini.

Bahkan, makam Mbah Hasyim dan Mbah Sabil sekarang bukan tempat aslinya, termasuk tempat tinggal keduanya tidak di dekat makam sekarang.

"Makam Mbah Sabil dan Mbah Hasyim tiga kali pindah,'' jelas dia

Halimi mengatakan, dulu makamnya berada di Desa Kuncen bagian utara dekat bengawan Solo. Dia bilang, bengawan solo pada saat itu belum selebar ini.

Dulu bengawan solo masih seperti sungai biasa, seiring waktu bengawan solo terus melebar kemudian hampir mengenai makam Mbah Sabil dan Mbah Hasyim yang saat itu dimakamkan di dekat bengawan.

"Karena erosi bengawan terus melebar, oleh warga makam dipindahkan, lebih keselatan agar tidak kena Bengawan Solo. Setelah dipindah erosi bengawan solo masih terus belanjut, kemudian dipindah lagi," kata dia.

"Lha, pada saat pemindahan ketiga itu kemudian dipindahkan ke sini,'' imbuh Halimi menjelaskan.

Halimi mengaku tidak tau kapan proses perpindahan makam itu dilakukan. Hanya saja menurutnya, pemindahan dilakukan oleh pendahulunya yaitu Kiai Abdurrohman, cucu dari mbah Ahmad Rowobayan.

"Itu sudah lama semua, beliu (mbah Abdurrohman) sudah meninggal semua,'' jelas dia.

Diketahuinya, tanah yang ditempati sebagai pemakaman Mbah Hasyim dan Mbah Sabil dulu adalah tanah kosong milik negara. 

Dalam proses perpindahan makam Mbah Sabil dan Mbah Hasyim dulu masih ada peninggalan kranjang yang digunakan oleh Mbah Sabil ke Ampel dan kemudian ke Kuncen.

"Peninggalannya ada kranjang dan peralatan untuk masak dari tanah,'' kata Halimi

Hanya saja peninggalan Mbah Sabil itu saat ini sudah tidak ada

"Karena dulu peziarah dimakam Mbah Sabil selalu mengambil dan mencuil barang-barang milik Mbah Sabil untuk dijadikan jimat,'' jelas dia.

Dirinya menyampaikan, makam kedua tokoh agama di Kecamatan Padangan tersebut tidak pernah sepi pengunjung atau peziarah.

"Selalu saja peziarah dari berbagai daerah datang. Bukan hanya masyarakat biasa, pejabat daerah juga sering datang untuk berziarah," kata Halimi.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya