Liputan6.com, Jakarta - Muhammad Nezzal, seorang bocah Palestina yang dibebaskan sebagai bagian dari perjanjian pertukaran tahanan antara Israel dan kelompok Hamas Palestina, mengaku mengalami sejumlah tindak kekesaran selama ditahan di Israel. bahkan, beberapa tahanan sampai kehilangan kesadaran karena pemukulan brutal pasukan Israel selama di penjara.
Nezzal ditangkap tiga bulan lalu di Kabatiye, Jenin, Tepi Barat, dan ditempatkan di penjara administratif selama enam bulan.
Baca Juga
Israel Umumkan Wajib Militer 7.000 Orang Yahudi Ultra-Ortodoks, Akan Ikut Perang di Gaza dan Lebanon?
Hamas Kasih Syarat Ke Donald Trump untuk Gencatan Senjata Gaza, Perang Israel Vs Hamas Bakal Berakhir?
Kisah Malang Mazyouna di Gaza, Wajahnya Hancur oleh Roket Israel dan Dilarang Mendapat Perawatan
Nezzal, yang pulang ke rumah dengan kondisi patah tulang di tubuhnya, mengatakan pasukan Israel terus-menerus menggerebek sel dan memukuli para tahanan.
Advertisement
“Beberapa kehilangan kesadaran akibat pemukulan di penjara. Ada seorang tahanan; setelah kehilangan kesadaran karena dipukuli, mereka mengeluarkannya dari sel, dan saya pikir mungkin dia telah meninggal, tetapi kami tidak dapat mengetahui apa pun tentang dia," kata Nezzal kepada Anadolu, seperti dikutip dari Antara, Rabu (29/11/2023).
"Pasukan pendudukan menyerang kami secara brutal. Mereka memukuli beberapa tahanan hingga mereka kehilangan kesadaran, dan yang lainnya menangis karena kejamnya penyiksaan,” ujarnya.
Nezzal, yang mengalami patah tulang di jarinya, memar di tangan dan berbagai bagian tubuhnya, mengatakan sebulan terakhirnya dirinya di penjara di Israel terasa seperti 20 tahun.
Nasib Tahanan Perempuan
Maysoon Musa Al Jabali, perempuan warga Palestina yang dibebaskan Israel berdasarkan kesepakatan pertukaran sandera mengisahkan pengalamannya selama ditahan. Menurutnya, otoritas penjara Israel sesuka hati menghajar dan menyiksa para tahanan perempuan Palestina.
Para sipir Israel juga tak segan menyemprot para tahanan Palestina dengan gas beracun dan hanya memberi sedikit makanan.
Jabali, yang ditahan Israel sejak Juni 2015, mengatakan kepada Anadolu pada Minggu, bahwa kondisi di penjara Israel memburuk sejak 7 Oktober 2023, ketika milisi Hamas menyerang Israel.
“Israel merampas segalanya dari para tahanan perempuan setelah 7 Oktober,” kata Jabali.
Jabali dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena penikaman di pos pemeriksaan Rachel’s Dome (Masjid Bilal) di dekat Betlehem di Tepi Barat, yang melukai seorang tentara perempuan Israel.
“Para sipir Israel menyiksa para tahanan perempuan dengan memukul, menyemprot dengan gas, dan mengirim mereka ke sel isolasi,” kata dia, menambahkan.
“Para sipir memberi tahu kami bahwa mereka bebas melakukan apa saja," ujarnya.
Tahanan perempuan di penjara Israel juga menghadapi kekurangan makanan. Menurut Jabali, pihak penjara menyediakan makanan bagi 80 tahanan tetapi jumlahnya hanya cukup untuk 10 orang.
Dia menambahkan bahwa para tahanan perempuan juga menerima "beberapa kabar tentang apa yang sedang terjadi di luar."
Meski sudah dibebaskan, Jabali mengatakan bahwa "warga Palestina yang merdeka tidak ingin kebebasan mereka diperoleh dengan cara seperti ini.”
"Kami telah membayar harga yang mahal demi kebebasan kami," katanya.
Setelah bebas, dia mengaku ingin meneruskan pendidikannya di perguruan tinggi.
“Saya memperoleh gelar sarjana di bidang pelayanan sosial di dalam penjara,” kata Al-Jabali.
“Ambisi saya adalah menyelesaikan pendidikan saya. Saya punya harapan besar.”
Jabali tiba di Kota Al Bireh di Tepi Barat tengah bersama 33 tahanan anak-anak setelah mereka dibebaskan berdasarkan kesepakatan pertukaran sandera.
Advertisement
Tawanan asal Israel Puji Hamas
Kondisi sebalikknya terjadi pada sandera asal Israel yang dibebaskan dari Hamas dari Gaza. Salah satu sandera menulis surat yang memuji perlakuan baik brigade Al-Qassam dan menyatakan putrinya yang juga disandera "merasa seperti ratu."
Dalam surat tertanggal 23 November yang dipublikasikan Al-Qassam pada Senin, Danielle Aloni menulis bahwa putrinya Emilia (5) menyebut penculik-penculiknya "seperti temannya."
"Anak-anak seharusnya tidak menjadi tahanan, namun terimakasih kepada kalian dan orang-orang baik lainnya yang kami temui sepanjang jalan, putriku merasa seperti ratu di Gaza," kata Aloni.
Tidak ada konfirmasi dari pihak keluarga Aloni mengenai surat yang disiarkan sayap bersenjata Hamas itu.
Danielle Aloni dan putrinya Emilia (5) dibebaskan pada 24 November sebagai bagian dari perjanjian jeda kemanusiaan antara Israel dengan Hamas di Gaza.
Melalui perjanjian pertukaran tahanan sejak Jumat lalu, 50 warga Israel telah dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan 150 tahanan wanita dan anak-anak Palestina dari penjara Israel.
Jeda Kemanusiaan
Ratusan warga Palestina berkumpul di Lapangan Baljiyat di kota itu untuk menyambut para tahanan yang dibebaskan sambil mengibarkan bendera Palestina, Hamas, dan Fatah, menurut koresponden Anadolu di lokasi.
Pada Jumat, Israel dan kelompok perlawanan Palestina Hamas menyetujui jeda kemanusiaan dan menghentikan sementara serangan Israel di Jalur Gaza, yang telah menghancurkan hampir segalanya, termasuk bangunan tempat tinggal, rumah sakit, dan sekolah.
Pada hari itu, Israel dan Hamas juga menukar 24 warga Israel dan warga asing dengan 39 warga Palestina dari penjara-penjara Israel.
Pada Sabtu, kedua pihak juga bertukar sandera gelombang kedua, yang terdiri dari 39 warga Palestina dan 13 warga Israel serta empat warga asing.
Berdasarkan perjanjian, para sandera akan dibebaskan secara bertahap selama empat hari.
Israel melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas yang dilakukan Hamas bulan lalu.
Serangan Israel itu telah menewaskan sedikitnya 14.854 warga Palestina, termasuk 6.150 anak dan lebih dari 4.000 perempuan, menurut otoritas kesehatan di wilayah tersebut.
Jumlah korban tewas di Israel mencapai 1.200 orang, menurut data resmi Israel.
Advertisement