Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, tidak ada aturan yang melarang pejabat negara untuk memihak dan berkampanye mendukung salah satu pasangan calon presiden tertentu di Pemilu 2024.
Hal itu dia sampaikan saat menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal banyaknya menteri di kabinet Jokowi yang secara terang mendukung kandidat tertentu meski bukan bagian dari tim sukses.
Baca Juga
Hal itu dia sampaikan saat menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal banyaknya menteri di kabinet Jokowi yang secara terang mendukung kandidat tertentu meski bukan bagian dari tim sukses.
Advertisement
"Itu hak demokrasi setiap orang, setiap menteri sama saja, presiden itu boleh loh kampanye, presiden boleh loh memihak," kata Jokowi di Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Jokowi menambahkan, jika ada menteri atau dirinya sebagai presiden akan berkampanye maka dilarang menggunakan fasilitas negara.
"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," wanti dia.
Lantas bagaimana respon para capres yang bertarus di Pemilu 2024Â ini?
Ganjar mengaku menghormati pilihan politik Jokowi untuk turun gunung membantu anaknya pada Pilpres 2024.
"Kalau umpama beliau turun gunung kan statementnya sudah disampaikan, boleh lho presiden kampanye, saya tidak pernah problem. Itu pilihan politik yang saya hormati," ungkap Ganjar pada acara diskusi di stasiun TV, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (26/1/2024).
Menurut Ganjar, pernyataan Jokowi dapat dinilai sendiri oleh masyarakat dan juga akan menjadi catatan buruk dalam sejarah, karena ada fatsun politik, moral, dan etika yang harus dijaga di dalam demokrasi.Â
"Akan dicatat dalam sejarah masing-masing, orang berubah karena sesuatu, dan kemudian orang bisa menilai, enggak apa-apa," ujar Ganjar.Â
Meski demikian, Ganjar menyampaikan, ada tanggung jawab politik dan moral yang harus ditinggalkan untuk dicontoh generasi muda dalam berpolitik dan berdemokrasi dan hal itu harus dimulai dari elit politikÂ
"Apa yang akan kita berikan kepada anak dan cucu terhadap pendidikan politik hari ini. Kalau kemudian elite kita tidak bisa memberikan contoh, tidak mengedukasi maka yang terjadi adalah suka-suka. Kalau sudah suka-suka, yang terjadi hukumnya hanya satu saja, machiavelli. Segala cara akan digunakan," kata Ganjar.Â
Mantan Gubernur Jateng itu mengingatkan, setiap pejabat publik bertanggung-jawab untuk menjaga netralitas dan tidak menghalalkan segala cara termasuk mengklaim program pemerintah sebagai keberhasilan instansi atau pribadi demi memenangkan Pemilu.Â
"Ya kan ada klaimnya, ini dari kami, ketika memberikan bantuan. Jangan lupa ya besok ucapin terima kasih ke sana ya, ini dari kami lho, kan kita tau diksinya. Kita tau cara berkomunikasi, kita tau lubang jarum yang kecil itu mau dimasukin dari mana untuk menghalalkan, makanya saya bilang tadi kalau semua sudah bebas-bebasan, maka yang terjadi adalah Machiavelli, aturan hanya sekadar aturan dan pasti orang akan bisa mengangkangi, dan kita akan diketawai oleh rakyat," pungkas Ganjar.Â
Sorotan Anies
Calon Presiden (Capres) nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan menyakini, jika Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI-Polri akan berkerja mengikuti sumpah dan taat pada Undang-Undang Dasar.
Hal ini dikatakannya saat menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni tidak ada aturan yang melarang pejabat negara untuk memihak dan berkampanye mendukung salah satu pasangan calon presiden tertentu di Pemilu 2024.
"Saya percaya ASN, TNI-Polri aka bekerja mengikuti sumpah yang mereka ucapkan saat mereka bertugas dan sumpahnya mengatakan mereka harus taat pada UUD, sumpahnya mereka harus taat pada seluruh aturan, itu sumpah," kata Anies di Bandara Internasional Minangkabau, Sumatera Barat, Kamis (25/1).
"Jadi sumpah itu diatas instruksi atasan dan sumpah itu harus di jaga dan saya percaya TNI, Polisi ASN orang-orang yang akan menjaga sumpah itu. Ini akan dipertanggungjawabkan bukan hanya dihadapan Allah, tapi juga dia harus menceritakan apa yang dikerjakan di tahun 2024 ini," sambungnya.
Selain itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini merasa heran terkait dengan Pemilu ini yang baru mempertanyakan soal kenetralitasan. Apalagi, Pemilu disebutnya sudah lima kali dilakukan di Indonesia.
"Anda bayangkan coba, kita sudah 5 kali Pemilu, baru tahun ini aja ada pertanyaan soal kenetralan. Sekarang kalau jadi kepala desa, jadi kepala polisi, jadi komandan kira-kira 5-10 tahun nanti ditanyain enggak sama anak-anaknya dulu tahun 2024, bapak termasuk rombongan yang netral atau rombongan yang cawe-cawe?," sebutnya.
"Jawab apa nanti sama anak cucunya? dan saya percaya semua bilang saya termasuk rombongan netral, saya termasuk menjaga sumpah dan itu bisa dikatakan dengan bangga. Tapi kalau yang cawe-cawe, yang mengganggu nah harus bohong nanti," sambungnya.
Lalu, saat disinggung soal apakah nantinya Jokowi yang merupakan seorang presiden tidak akan memakai fasilitas negara jika ikut melakukan kampanye. Menurutnya, netral tidak harus memerlukan effort apapun.
"Netral itu tidak perlu mengeluarkan effort apapun, tapi kalo intervensi itu harus ada effort. Kalau mau terlibat itu harus ada effort khusus," ungkapnya.
Â
Advertisement
TKN Merespons Gembira
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Ahmad Muzani sangat senang jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan haknya untuk berkampanye. Namun, Muzani mengembalikan hal itu kepada Presiden Jokowi.
Hal ini dikatakan Muzani saat menjawab pertanyaan jurnalis apakah TKN berharap Jokowi memihak dan berkampanye untuk Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
"Kami menyerahkan sepenuhnya hak itu kepada Presiden Joko Widodo. Jika beliau akan berkampanye kami akan dengan sangat bergembira dan senang sekali beliau akan turun gunung," kata Muzani di Media Center TKN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (25/1).
Meski demikian, Muzani tetap percaya diri Prabowo-Gibran akan menang meski Presiden Jokowi memilih tidak turun gunung. Sekjen Gerindra ini optimis paslon 02 menang satu putaran.
"Jika mungkin beliau tetap seperti ini, tidak berkampanye, kami hormati dan kami juga percaya diri bahwa Prabowo-Gibran menang satu putaran," ucapnya.
Muzani menambahkan, Presiden Jokowi pernah berkampanye saat Pilpres 2019. Sehingga, Presiden ikut berkampanye bukan sesuatu yang baru di perpolitikan Indonesia.
"2019 sudah terjadi dimana Pak Jokowi ketika itu menjadi calon Presiden juga harus berkampanye untuk dirinya kalau sekarang beliau berkampanye untuk orang lain, tapi sama saja intinya berkampanye dan itu pernah dilakukan oleh Pak Jokowi 2019," pungkasnya.