Tolak Pasal Bermasalah RUU Penyiaran, IJTI Surabaya Aksi Jalan Mundur di Gedung Grahadi

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Koordinator Daerah (Korda) Surabaya melakukan aksi jalan mundur menuju Taman Apsari atau depan Gedung Negara Grahadi, sebagai bentuk penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 30 Mei 2024, 05:09 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2024, 05:09 WIB
IJTI Korda Surabaya melakukan aksi jalan mundur menuju Taman Apsari atau depan Gedung Negara Grahadi, sebagai bentuk penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
IJTI Korda Surabaya melakukan aksi jalan mundur menuju Taman Apsari atau depan Gedung Negara Grahadi, sebagai bentuk penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Koordinator Daerah (Korda) Surabaya melakukan aksi jalan mundur menuju Taman Apsari atau depan Gedung Negara Grahadi, sebagai bentuk penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran.

Ketua IJTI Korda Surabaya Falentinus Hartayan menjelaskan, aksi berjalan mundur dilakukan untuk menggambarkan bahwa sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran yang disusun DPR RI untuk menggantikan Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran adalah kemunduran bagi kemerdekaan pers Indonesia.

"Karena beberapa pasal di RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers" ujarnya, Rabu (29/5/2024).

Falen, sapaan akrabnya mencontohkan, Pasal BA huruf (q) dan Pasal 42 Ayat 2 RUU Penyiaran tentang penyelesaian sengketa jurnalistik khusus dibidang penyiaran oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Dua pasal RUU Penyiaran ini bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, yang telah mengatur bahwa sengketa jurnalistik diselesaikan oleh Dewan Pers," ucapnya.

IJTI Korda Surabaya juga menyoroti Pasal 508, Ayat 2 huruf (c) RUU Penyiaran yang melarang penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi.

Menyikapi pasal yang dinilai membungkam kemerdekaan pers ini, IJTI Korda Surabaya menggelar teatrikal dengan menampilkan seorang jurnalis di dalam terali besi dengan kedua tangannya dirantai.

Kemudian ditarik serta diseret paksa oleh dua orang berpakaian jas sembari berupaya membungkam mulut sang jurnalis menggunakan lakban.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tiga Pernyataan Sikap

Puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) menggelar aksi damai menolak revisi Rancangan Undang-undang (RUU) penyiaran di Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) menggelar aksi damai menolak revisi Rancangan Undang-undang (RUU) penyiaran di Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Dalam orasinya, IJTI Korda Surabaya menyampaikan tiga pernyataan sikap Pertama, agar seluruh pasar bermasalah yang mengancam kemerdekaan pers dibatalkan.

Kedua agar melibatkan Dewan Pers dan Masyarakat Pers dalam pembahasan RUU Penyiaran. Ketiga, mendesak pemerintah mengembalikan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi

"Ini penyampaian sikap dan kami, IJTI Korda Surabaya, secara terbuka untuk diketahui masyarakat, intinya kami tidak ingin DPR RI mengesahkan RUU Penyiaran dengan gegabah karena ada beberapa pasal bermasalah yang mengancam kemerdekaan pers." ucap Falen, yang juga jurnalis Metro TV ini.

Infografis DPR Setujui RUU Kesehatan Jadi Undang-Undang. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis DPR Setujui RUU Kesehatan Jadi Undang-Undang. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya