190 Aplikasi Tizen Lahir Hanya dalam 2 Bulan

'Developer Tizen saat ini ada sekitar 850, dan hanya dalam waktu dua bulan, mereka bisa melahirkan 190 aplikasi'

oleh Iskandar diperbarui 29 Okt 2016, 17:09 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2016, 17:09 WIB
Samsung
Andy Djiwandono, Director Samsung R&D Institute Indonesia. Liputan6.com/Iskandar

Liputan6.com, Jakarta - Tim Samsung R&D Institute Indonesia (SRIN) mengklaim bahwa pihaknya tengah menggenjot pengembangan aplikasi berbasis sistem operasi (OS) Tizen.

Samsung
 belakangan ini memang tengah rajin merilis sejumlah perangkat berbasis Tizen, mulai dari smart TV, smartwatch hingga smartphone.

"Selain mengembangkan layanan lain, saat ini kami tengah fokus pada aplikasi Tizen. Developer Tizen saat ini ada sekitar 850, dan hanya dalam waktu dua bulan, mereka bisa melahirkan 190 aplikasi," kata Andy Djiwandono, Director SRIN yang ditemui Tekno Liputan6.com saat media gathering, Jumat (28/10/2016) sore di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta.

Sistem operasi Tizen diklaim lebih unggul dibandingkan Android dan iOS. Secara teknis, Tizen menggunakan native code, sebuah bahasa pemrograman komputer yang berjalan di prosesor tertentu.

Sementara Android menggunakan Java Byte Code yang memiliki sistem garbage collector. Sistem pembersihan memori tidak terpakai ini malah kadang menghambat proses komputasi aplikasi. 

 Bukan itu saja, Tizen adalah OS yang tepat untuk dipasang di sejumlah perangkat yang terkoneksi alias Internet of Things (IoT). Beberapa perangkat yang dinilai cocok untuk dipasangi Tizen adalah vacuum cleaner, mesin cuci, dan wearable device.

Di sisi lain, Andy mengungkapkan bahwa SRIN juga sudah mulai mengembangkan software atau perangkat yang dapat memudahkan aktivitas para difabel dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

"Beberapa waktu lalu, kami berbincang-bincang dengan beberapa difabel. Dari situ, kami bisa tahu langsung apa yang dibutuhkan mereka. Saat ini, kami baru mulai mengembangkan solusi yang bisa memudahkan aktivitas mereka," tuturnya.

Andy menjelaskan, SRIN dibentuk sejak 2012 dan saat ini diperkuat lebih dari 100 sumber daya manusia (SDM). Pada 2013, pihaknya menciptakan solusi untuk kebutuhan pasar lokal dan juga sejumlah negara. Kemudian pada 2014, meluncurkan beberapa solusi untuk enterprise atau B2B.

"Selanjutnya pada 2015, kami membuat layanan untuk pasar Asia Tenggara serta membentuk SRIN Academy untuk developer, dosen, dan mahasiswa. Dalam hal ini, kami berkolaborasi dengan beberapa universitas," terangnya.

Untuk di tahun 2016 dan ke depannya, lanjut Andi, SRIN memiliki target untuk menjadi salah satu pusat R&D muiltinasional yang ada di Indonesia dan penemuannya bisa dikomersialisasikan.

(Isk/Din)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya