Liputan6.com, Jakarta - Dugaan serangan siber yang 'didanai' oleh sebuah negara saat ini memang sedang menjadi topik pembicaraan yang hangat. Terakhir, Rusia dituduh melakukan peretasan saat pemilihan presiden Amerika Serikat beberapa waktu lalu.
Tak sekadar omong kosong belaka, tuduhan ini didasarkan pada kode-kode yang digunakan untuk masuk ke dalam sistem, dan skala serangan yang hanya bisa dilakukan oleh instansi pemerintahan tertentu saja.
Advertisement
Baca Juga
Nah, baru-baru ini salah satu serangan siber berskala besar bernama "Operation BugDrop," menimpa negara Ukraina. Kabarnya, serangan siber tersebut menginfiltrasi 70 organisasi pemerintahan dan mencuri informasi sensitif dalam jumlah yang besar.
Seperti yang dikutip dari laman firma keamanan CyberX, Kamis (23/2/2017), dalam aksinya, para peretas menggunakan metode yang cukup sulit untuk dibendung, yaitu meretas mikropon yang terpasang di PC. Menurut CyberX, peretas 'menyadap' mikropon PC milik target dengan dokumen Microsoft Word yang berisi malware di dalamnya.
Saat dokumen tersebut dibuka, peretas bakal bisa menguping dan mengambil ratusan gigabyte (GB) data. Adapun, data-data yang dicuri termasuk rekaman audio, screenshots, dokumen, dan kata sandi.
Mereka mengatakan, "Operation BugDrop adalah sebuah operasi serangan siber yang terorganisasi yang menggunakan malware canggih dan didukung oleh sebuah organisasi memiliki sumber daya dan dana yang substansial."
Seperti disebutkan di atas, serangan siber tersebut menargetkan beberapa organisasi di Ukraina, mulai dari perusahaan yang berhubungan dengan fasilitas distribusi engineering dan rancangan distribusi oli dan gas, organisasi kemanusiaan, surat kabar, dan masih banyak lagi.
Tak hanya Ukraina, beberapa negara seperti Rusia, Austria, dan Arab Saudi juga menjadi target serangan siber tersebut.
(Ysl/Cas)