Liputan6.com, Jakarta - Di saat kebanyakan orang berpikir media sosial (medsos) menjadi alat komunikasi untuk 'menyatukan' semua, persepsi tersebut malah dipandang kontras oleh Chamath Palihapitya.
Diketahui Palihapitya adalah salah satu mantan petinggi raksasa medsos Facebook. Ia bergabung pada Facebook pada 2007 dan menjadi Vice President User Growth di sana.
Baru-baru ini, Palihapitya berkata bahwa medsos ternyata bisa menjadi alat yang memecah belah masyarakat. "Saya juga turut merasa bersalah. Medsos tak dimungkiri kini telah memecah belah masyarakat," ujar Palihapitya sebagaimana dikutip laman Science Alert, Sabtu (6/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
Pernyataan yang cukup mengejutkan ini, disampaikan saat acara kelulusan mahasiswa Stanford School of Business. Palihapitya bahkan mengimbau kepada warganet untuk rehat bermain medsos jika merasa lelah.
Lebih lanjut, salah satu kebiasaan warganet di medsos yang ia anggap 'penyakit' adalah kebiasaan pengguna yang mengukur 'popularitas' di medsos lewat berapa banyak jempol (like) yang didapat.
"Tolak ukur mereka selalu dipatok dari situ (jumlah likes). Ini jelas menghancurkan masyarakat. Mereka tidak bekerja sama, tidak menghargai karya asli di dunia nyata. Saya pikir ini menjadi amsalah global," lanjutnya.
Psikolog Sependapat
Pada kesempatan yang sama, psikolog sosial Lizbeth M. Kim, juga sependapat dengan apa yang disampaikan Palihapitya. Menurutnya, apa yang dikatakan Palihapitya sangat benar dan sehrusnya menjadi isu serius yang diperhatikan pada zaman sekarang.
"Pernyataan Palihapitya menjadi pengingat penting akan pola kehidupan yang kita jalani sekarang. Kita selalu bertumpu pada medsos dan melupakan bahwa kodrat medsos itu seharusnya menyampaikan aspirasi pengguna, menghubungkan satu sama lain dalam jalinan positif, memberikan kredibilitas dari suatu akun," kata M. Kim.
Advertisement
Bukan yang Pertama
Pernyataan Palihapitya sebenarnya bukan pertama kali meluncur dari mantan petinggi Facebook. Sebelumnya, mantan presiden Facebook, Sean Parker, menyebut medsos itu telah membuat penggunanya kecanduan.
Alasannya, Facebook telah berkembang dengan cepat dan mengubah hubungan yang dilakukan dalam masyarakat. Ia tak segan menyebut Facebook telah memanfaatkan celah pada psikologi manusia.
Sama dengan apa yang dikatakan Palihapitya, unggahan yang mendapatkan beragam "Like" atau komentar, telah menjadi semacam 'dopamin' bagi pengguna. Jadi, media sosial selalu mencari celah agar pengguna dapat menghabiskan sebanyak mungkin waktunya di layanan tersebut.
"Para pencipta, kreator--seperti aku, Mark (Zuckerberg), dan Kevin Systrom (Instagram), seluruh orang ini sebenarnya mengetahui hal tersebut. Dan kami tetap melakukannya," tuturnya.
Selain Parker, salah satu sosok penting yang turut mengembangkan tombol "Like" di Facebook itu juga mengaku tak lagi mengakses aplikasi media sosial itu. Ia merasa godaan untuk menggunakan media sosial dan aplikasi lain setara dengan kecanduan heroin.
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: