Liputan6.com, Jakarta - Prospek dagang ZTE di Amerika Serikat (AS) kembali kena masalah. Diawali dari sanksi Menteri Perdagangan AS sampai intervensi dari Presiden Donald Trump, perusahaan Tiongkok itu dijegal oleh Senat AS.
Dilansir Business Insiders, Rabu (20/6/2018), senator AS menghadirkan plot twist di drama ZTE. Sebab, tidak hanya senator liberal (oposisi) yang menolak rencana Trump untuk 'mengampuni' ZTE, tapi senator konservatif ikut kompak menolak mengampuni ZTE.
Pasalnya, kedua belah pihak baru saja berhasil meloloskan RUU pertahanan nasional yang berpotensi menyetop intervensi Gedung Putih untuk menolong ZTE.
Advertisement
Baca Juga
"Mereka (senator konservatif) seharusnya jangan membiarkan Trump menekan mereka sampai mengurangi keamanan, baik itu secara ekonomi dan pertahanan," ucap Chuck Schumer, senator liberal AS.
Schumer juga menekankan potensi yang dimiliki ZTE untuk memata-matai masyarakat AS.
Senator konservatif Tom Cotton mengaku senang pada RUU ini. Ia bersama Senator Marco Rubio menjadi yang terdepan di kalangan konservatif dalam menjegal pengampunan Trump.
Cotton sebelumnya mengingatkan pemerintah AS tidak boleh memakai perangkat ZTE dan Huawei karena alasan keamanan.
"Huawei dan ZTE memiliki hubungan luas dengan Partai Komunis Tiongkok, juga rekam jejak melakukan bisnis dengan rezim berbahaya seperti Korea Utara dan Iran," ucapnya dalam akun Twitter resminya.
Gedung Putih belum berkomentar terkait langkah mengejutkan Senat, tetapi Presiden Trump diperkirakan akan segera melakukan lobi-lobi dengan politisi Partai Republik.
Langkah Mengejutkan dari Legislatif
Presiden Trump memang siap 'mengampuni'Â ZTE yang tengah terjerat hukuman berupa pelarangan membeli perangkat dari AS selama tujuh tahun. Perusahaan pun mengalami kerugian besar.
Masalahnya, sanksi tersebut sebetulnya berasal dari Departemen Perdagangan AS serta didukung kalangan senator. Mereka tak kuasa mencegah intervensi Trump.
Dilansir Reuters, Partai Demokrat dan Partai Republik sejatinya setuju sanksi ini, apalagi ZTE sudah sejak lama dicurigai oleh FBI dan CIA.Â
"Teknologi mereka adalah ancaman keamanan menurut otoritas pertahanan dan penegak hukum kita. Mengapa pula pemerintahan Trump mempertimbangkan melonggarkan hukuman pada pemain buruk seperti ZTE?" ujar Schumer.
Dalam masalah kebijakan luar negeri, posisi Presiden AS memiliki kuasa yang besar, dan untuk mencegah langkah Trump maka dibutuhkan produk hukum baru.
Namun demikian, langkah itu akan sulit, sebab Partai Demokrat tidak sedang berkuasa di legislatif AS.
Tidak mungkin juga Kongres melakukan veto untuk mengatasi hal ini, sebab veto butuh 2/3 dukungan, sedangkan mayoritas Partai Republik belum tentu mau menjegal Trump.
Bila rencana Trump lancar, ZTE bisa kembali berbisnis di AS setelah membayar denda.
Advertisement
Awal Mula Sanksi
Perusahaan perangkat telekomunikasi ZTE yang bermarkas di Shenzhen, Tiongkok, mendapat hukuman dari Amerika Serikat (AS) berupa pelarangan membeli komponen selama tujuh tahun.
Dilansir New York Times, pencekalan ini diumumkan Departemen Perdagangan AS karena ZTE tak kunjung menghukum pegawai mereka yang melanggar sanksi AS.
Sanksi tersebut adalah pelarangan penjualan terhadap Iran dan Korea Utara, dan ZTE ditemukan melakukan mengirimkan produk ke dua negara tersebut.
ZTE memang berasal dari Tiongkok, tetapi produk-produknya memakai hasil manufaktur AS, mulai dari chip sampai teknologi suara.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross sudah geram dengan kelakukan dua perusahaan Tiongkok, yakni Huawei dan ZTE, karena kerap melanggar sanksi AS.
"Kami ingin dunia memperhatikan kalau permainan telah berakhir. Mereka yang menyepelekan sanksi ekonomi dan hukum pengendalian hukum ekspor, tidak akan bebas tanpa hukuman, mereka akan tertimpa konsekuensi paling keras," ucap Ross.
Pada Maret lalu, ZTE diketahui menjual produk-produk buatan AS ke Iran untuk membangun jaringan telekomunikasi. ZTE juga ketahuan mikroprosesor, server, dan router ke Korea Utara.
Pihak kejaksaan agung AS turut menyatakan ZTE berkali-kali berbohong dan menyesatkan penyidik federal, pengacara, dan penyidik internal terkait tindakan mereka saat mengirim produk ke negara-negara yang kena sanksi.
(Tom/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini