Kisah Perjalanan Grab dari Lahir Hingga Jadi Decacorn

Sejak 2012 hingga 2019, sudah banyak pencapaian yang diraih Grab. Apa saja?

oleh Cahyu pada 09 Mar 2019, 14:39 WIB
Diperbarui 09 Mar 2019, 15:16 WIB
Sudah Cek Promo Level Decacorn dari Grab
Sejak 2012 hingga 2019, sudah banyak pencapaian yang diraih Grab. Apa saja?

Liputan6.com, Jakarta Online-to-Offline (O2O) mobile platform, Grab, didirikan oleh Anthony Tan dan Tan Hooi Ling pada 2012. Dilansir dari liputan6.com (1/3/2019), awalnya ide tentang Grab muncul ketika Tan yang masih menjadi mahasiswa di Harvard Business School mendengar keluhan temannya soal layanan taksi di Malaysia yang sering salah rute atau mengenakan tarif mahal.

Akhirnya, Tan mencoba untuk menjadikan masalah ini sebagai proyek kuliahnya. Ia mempresentasikan proyek ini di hadapan profesor pengajarnya dengan berbekal konsep ride sharing milik Garrett Camp. Tanpa disangka, proyek ini berhasil menjadi juara ke-dua Business Plan Contest di Harvard Business School dan finalis penghargaan Minimum Viable Product Funding Harvard.

Baru setelah itu, Tan dan sesama rekannya di Harvard Business School, Ling, meluncurkan aplikasi My Teksi di Malaysia pada Juni 2012. Aplikasi ini kemudian dikenal sebagai GrabTaxi di negara lain. Tan meluncurkan Grab Taxi ini dengan modal 25 ribu dollar AS atau Rp 358 juta.

Namun, kisah awal perjalanan GrabTaxi tak semulus itu. Tan dan Ling mendapat banyak penolakan dari perusahaan taksi untuk bekerja sama. Hingga akhirnya perusahaan taksi ke-lima mau bergabung di GrabTaxi.

Lambat laun, perjalanan Grab mulai berjalan lebih laju. Setahun kemudian, GrabTaxi berhasil masuk ke pasar Filipina, Singapura, dan Thailand. Selanjutnya, pada 2014, GrabTaxi melebarkan sayapnya ke Vietnam dan Indonesia.

Pada tahun yang sama, Tan dan Ling mulai ingin mengembangkan bisnisnya. Tak lagi sekadar bekerja sama dengan perusahaan taksi, ia juga ingin mengajak perusahaan rental mobil atau orang pribadi yang ingin menjadikan mobilnya sebagai kendaraan bisnis untuk bergabung di GrabCar. Akhirnya, GrabCar resmi beroperasi pada Juli 2014.

Empat bulan kemudian, tepatnya pada November 2014, Grab mulai membuka layanan GrabRide. GrabRide merupakan layanan transportasi online yang menggunakan jasa ojek motor. Kini, layanan ini menjadi jasa transportasi paling populer di Jakarta yang identik dengan kemacetan.

Memasuki 2015, Grab tak lagi hanya jadi jasa transportasi. Perusahaan ini juga mulai menyediakan layanan pengantaran barang. Dengan nama GrabExpress, Grab membantu masyarakat Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Singapura yang ingin mengantarkan paket ke kerabat. Pada tahun ini pula muncul layanan GrabHitch.

Januari 2016, Grab mulai memasuki dunia fintech dengan layanan GrabPay. GrabPay menjadi satu-satunya jasa pembayaran digital di Asia Tenggara yang memiliki akses terhadap lisensi e-money di enam negara ekonomi raksasa ASEAN.

Masih pada 2016, pengguna mulai bisa menikmati layanan GrabFood. President of Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, di Empirica, Jakarta, Rabu (13/2/2019), mengatakan bahwa kini Grab Food saat ini sudah tersedia di 178 kota di Indonesia dan 187 kota di Asia Tenggara.

Grab Indonesia
Ekspansi GrabFood berkembang pesat baik di Indonesia maupun di seluruh Asia Tenggara (Instagram @grabid).

Tahun 2017 juga menjadi tahun yang indah bagi Grab dengan berbagai pencapaiannya. Selain berhasi menembus pasar Myanmar dan Kamboja, Grab juga memiliki beberapa partnership dan perkembangan bisnis baru. Sebut saja GrabCoach, GrabShuttle, JustGrab, P2P fund transfer, GrabRewards, merchant payments, dan bekerja sama dengan Kudo.

Setahun kemudian, Grab membuat sebuah gebrakan bernama GrabVentures. Melalui program ini, Grab memberi modal dan pelatihan untuk para penggiat start-up agar bisa mengembangkan bisnis mereka. Di Indonesia, Ridzki mengatakan bahwa Grab Ventures memberikan investasi sebesar 250 juta dollar AS atau Rp 3 triliun.

Pada 2018, Grab juga meluncurkan Grab Platform, GrabFresh yang membantu pengguna untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, dan GrabWheels di Singapura. Namun, gebrakan paling besar yang dilakukan Grab pada 2018 adalah mengakuisisi Uber. Sejak saat itu, Grab menjadi sebuah Super App.

"Kita sudah meluncurkan Super App dari tahun lalu, sejak kita akuisisi Uber. (Sejak saat itu) kita mulai menyediakan Delivery, bill payment yaitu (layanan) pembayaran di dalam aplikasi kita, konten-konten, kemudian tempat olahraga di dalam aplikasi kita," ujar Ridzki.

Grab sebagai Super App terkemuka di Asia Tenggara, menawarkan solusi sehari-hari dengan layanan transportasi, pengiriman barang dan makanan, pembayaran mobile, dan hiburan digital. Dengan filosofi platform terbuka, Grab menyatukan para mitra untuk membuat hidup lebih baik bagi semua pengguna di Asia Tenggara

Seiring ekspansinya tersebut, Grab berhasil mengundang berbagai perusahaan untuk berinvestasi di perusahaannya. Misalnya, Grab mendapatkan pendanaan dari perusahaan otomotif Korea, Hyundai, senilai Rp 250 juta dollar AS atau Rp 3,6 triliun. Selain itu, Grab juga mendapatkan investasi dari Toyota senilai 1 miliar dollar AS. Paling baru, Grab mendapatkan pendanaan dari Goldman Sachs Investment Partner dan Cini Venue. Nilainya pun cukup besar, yaitu 2,7 miliar dollar AS. Belum lagi pendanaan dari investor lainnya, seperti Oppenheimer Funds, Ping An Capital, Mirae Asset  - Naver Asia Growth Fund, dan Lightspeed Venture Partner.

Kini, Grab telah mencapai level decacorn. Artinya, valuasi Grab sudah mencapai lebih dari 10 miliar dollar AS. Bermula dari modal 250 juta dollar AS, sekarang valuasi Grab sebesar 11 miliar dolar AS atau Rp 155 triliun. Grab pun masih terus mengukir sejarah baru.

 

 

(Adv)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya