Liputan6.com, Jakarta - WhatsApp kini menjadi aplikasi chatting paling banyak dipakai di seluruh dunia. Sayangnya, ada sejumlah negara yang anti dengan aplikasi ini.
Salah satunya adalah Prancis yang belum lama ini, pemerintahnya mengembangkan layanan messenger sendiri.
Advertisement
Baca Juga
Sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari Reuters, Rabu (24/4/2019), layanan chatting milik Prancis ini didukung enkripsi keamanan besutan mereka.
Menurut Kementerian Digital Prancis, pihaknya mengembangkan aplikasi chatting yang dilengkapi enkripsi untuk meredakan kekhawatiran bahwa pihak asing bisa memata-matai percakapan pribadi antarpejabat tingginya.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut pun bukan penggemar WhatsApp dan Telegram, pasalnya keduanya tak punya kantor di Prancis.
Hal ini berpotensi terjadinya peretasan data di server WhatsApp dan Telegram di luar Prancis.
Sejauh ini, sudah ada 20 petinggi dan PNS di Prancis yang memakai aplikasi baru ini.
Aplikasi dirancang oleh para pengembang Prancis. Rencananya, musim panas nanti, seluruh anggota pemerintahan bisa memakai aplikasi chatting tersebut.
"Kita perlu menemukan cara untuk punya layanan pesan terenkripsi yang tidak dienkripsi oleh Amerika Serikat atau Rusia," kata juru bicara kementerian digital Prancis.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
WhatsApp dan Telegram Tak Aman
Dia melanjutkan, potensi peretasan dan pelanggaran data bisa terjadi seperti pada Facebook. "Karenanya kita harus memimpin (dengan memiliki aplikasi chatting sendiri)," tuturnya.
Nah, aplikasi chatting terenkripsi besutan pemerintah Prancis ini dikembangkan berdasarkan kode bebas pakai yang ada di internet. Kemudian, aplikasi ini bisa tersedia untuk seluruh orang Prancis.
Sayang, si juru bicara enggan menyebutkan kode-kode apa yang dipakai serta nama layanan pesan milik Prancis ini.
Advertisement
Pernah Jadi Penggemar Telegram
Sekadar informasi, sebelumnya orang-orang di sekitar Presiden Macron menyukai aplikasi Telegram untuk chatting. Mereka juga menggunakan aplikasi ini untuk mengobrol.
Sayangnya, kesadaran akan privasi meningkat di awal tahun ini. Bahkan, perangkat keamanan asal Prancis Thales dipasang di smartphone khusus untuk kerja. Hal ini mencegah penggunaan aplikasi Telegram maupun WhatsApp.
Sekadar informasi, WhatsApp dibeli oleh Facebook pada 2014. Perusahaan sendiri kini tengah jadi sorotan karena jutaan data milik pengguna disalahgunakan dan dibagikan dengan pihak yang tak seharusnya.
Pada sisi lain Telegram dikemabngkan oleh orang Rusia yang berseberangan haluan dengan pemeritahnya.
Bahkan di Rusia aplikasi Telegram diblokir lantaran perusahaan enggan memberikan akses ke pemerintah untuk melihat data-data pengguna.
Baik WhatsApp dan Telegram masing-masing mempromosikan keamanan ultra karena data mereka dienkripsi dari saat pengguna mengirim pesan sampai pesan diterima.
(Tin/Jek)