Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemominfo), Anang Latif, menyatakan pembangunan BTS 4G di daerah 3T (terdepan, terpencil dan tertinggal) tahap pertama yang ditargetkan selesai pada Maret 2022, telah mencapai 86 persen.
"Pemerintah melakukan pemerataan pembangunan dengan dasar no one will be left behind. Saat ini, rata-rata progres pembangunan BTS 4G Fase 1 adalah 86 persen, di mana 1.900an lokasi telah on air dari target 4.200," ungkapnya di Kantor BAKTI Kominfo, Jakarta, Jumat (15/04/2022).
Baca Juga
Anang Latif menegaskan pembangunan fase 1 tersebut terus dikebut dan ditargetkan selesai 100 persen pada tahun 2022.
Advertisement
"Untuk pembangunan BTS 4G tahap 2 di 3.704 lokasi, akan dilakukan bertahap sesuai dengan ketersediaan fiskal. Tahun 2022, anggaran yang ada akan dialokasikan untuk pembangunan BTS 4G di 2.300 lokasi," tuturnya menjelaskan.
Menurut Anang Latif, pembangunan infrastruktur digital di wilayah 3T bukan hal yang mudah. Tantangan kondisi geografis alam, persoalan logistik, transportasi, dan ketersediaan SDM menjadi kendala tersendiri.
BAKTI Kominfo membangun BTS 4G di wilayah 3T yang sangat sulit dijangkau. Bahkan, banyak desa yang belum memiliki infrastruktur jalan yang layak dan aliran listrik.
"Sehingga pengiriman material ke lokasi BTS 4G banyak dilakukan dengan berjalan kaki dan menggunakan gerobak atau menggunakan perahu-perahu tradisional untuk menyeberangi lautan atau sungai-sungai," ucapnya.
Menurut Dirut BAKTI Kominfo, di wilayah pegunungan Papua memerlukan transportasi udara untuk sarana pengangkutan material dan peralatan.
"Ketersediaan transportasi tidak sebanding antara jumlah material dan selama pandemi Covid-19, pembatasan mobilitas orang dan barang juga memengaruhi kegiatan supply chain pembangunan BTS," ujar Anang Latif.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kelangkaan Microchip
Ia menilai antara tahap Material on Area (MOA) dan Material on Site (MOS) terdapat kesenjangan. Jadi material sudah tersedia di titik di area tersebut, menunggu transportasi ke titik tujuan yang umumnya merupakan medan yang sulit.
"Ada juga kesenjangan MOS dengan Ready for Service (RFS), artinya seluruh perangkat, material dan kelengkapannya sudah selesai proses instalasi dan siap diintegrasikan dengan layanan dari operator telekomunikasi," sambungnya Anang Latif.
Di level global, ia menyatakan saat ini terjadi kelangkaan pasokan microchip yang berdampak pada ketersediaan beberapa perangkat telekomunikasi.
"Adanya kelangkaan yang terjadi secara global (global shortage) pada supplymicrochip juga berdampak pada supply beberapa perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam pembangunan BTS," tuturnya.
Selain itu, gangguan keamanan menjadi tantangan tersendiri, terutama di Papua. Anang Latif menyatakan saat jumlah lokasi BTS yang dibangun di Papua dan Papua Barat mencapai sekitar 65 persen dari total BTS yang dibangun oleh BAKTI di seluruh Indonesia.
"Pada tanggal 2 Maret lalu, terjadi serangan penembakan di Kabupaten Puncak yang menewaskan 8 pekerja. Dari insiden tersebut, pekerjaan implementasi di hampir seluruh di Propinsi Papua dihentikan atas instruksi dari otoritas di Papua," ungkapnya.
Bagaimanapun, akselerasi pemerataan pembangunan di daerah 3T terus berjalan. Dirut Anang Latif optimistis target pembangunan BTS 4G di Indonesia akan tercapai tahun ini.
"Seluruh tantangan dan persoalan tersebut, tidak menyurutkan tekad pemerintah untuk terus melanjutkan penyediaan sinyal 4G dan akses internet bagi masyarakat di wilayah 3T," tandasnya.
Advertisement
Dukungan Alokasi Dana APBN
Dirut Anang Latif menyatakan pembangunan BTS 4G didukung alokasi dana APBN secara bertahap yang disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah.
"APBN yang dialokasikan untuk pembangunan 4.200 BTS 4G sebesar Rp 11 Triliun. Salah satu komponen terbesar untuk biaya logistik pengiriman material, karena banyak lokasi pembangunan yang belum terdapat infrastruktur fisik dasar, seperti jalan, sehingga harus ditempuh dengan menggunakan helikopter," jelasnya.
Kementerian Kominfo memberikan apresiasi atas dukungan operator seluler untuk penyediaan sinyal di wilayah 3T. Menurut Dirut BAKTI Kominfo, operator seluler dan vendor sangat mendukung program penyediaan sinyal.
"Saat ini, masyarakat di beberapa wilayah 3T sudah mulai memanfaatkan jaringan BTS yang telah dibangun oleh BAKTI. Pembayaran kepada para vendor tidak mengalami kendala karena anggaran telah tersedia dan termin pembayaran progres telah diatur di dalam kontrak," Anang Latif menjelaskan.
Adapun,dari 4.200 desa yang jadi target pertama pembangunan BTS tersebut, seharusnya diselesaikan pada bulan Desember 2021. Akibat kendala pandemi Covid-19, BAKTI meminta perpanjangan tenggat waktu hingga 31 Maret 2022.
Berdasarkan data yang dihimpun di lapangan, target pembangunan BTS tahap pertama yang dapat beroperasi baru ada di 1.791 desa 3T. Dengan demikian, menurut Center for Budget Analysis (CBA), masih ada sekitar 2.409 desa yag belum dibangun menara pemancar jaringan (BTS) 4G.
Bangun Satelit Backup Satria
Sebelumnya, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemkominfo merealisasikan pembangunan satelit senilai Rp 5,2 triliun untuk mem-backup satelit Satria 1.
Diungkapkan oleh Direktur Utama BAKTI Anang Latif, satelit tersebut dinamakan Hot Backup Satellite (HBS) dan fungsinya sebagai satelit cadangan jika satelit internet cepat Satria 1 mengalami anomali ketika meluncur.
"Kemkominfo akan menjalankan satelit Satria 1 untuk menyediakan akses internet di 150 ribu titik layanan publik. Penyediaan Satria 1 perlu didukung satelit backup HBS, jika terjadi anomali selama masa peluncuran maupun gangguan selama masa operasional 15 tahun mendatang," kata Anang dalam konferensi pers di Kemkominfo yang disaksikan secara daring, Jumat (11/3/2022).
Anang menjelaskan, selain digunakan untuk menopang Satria 1, satelit HBS juga menjadi tambahan kapasitas internet sebesar 80 Gbps. Biaya pembangunan satelit ini adalah Rp 5,2 triliun.
Anang pun menjelaskan, proses pengadaan satelit ini sudah dilakukan 19 Oktober 2021 hingga 24 Februari 2022. Hasil lelang tender proyek satelit HBS dimenangkan oleh Kemitraan Nusantara Jaya.
Advertisement