Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria, menegaskan pentingya regulasi terkait kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Meski begitu, Nezar sendiri juga mendorong demokratisasi AI agar dapat menyebar ke pengguna dan kalangan masyarakat yang lebih luas.
Baca Juga
Hal ini dinyatakan Wamenkominfo Nezar Patria di Artificial Intelligence Innovation Summit 2023 yang diselenggarakan di JIExpo Kemayoran Jakarta Pusat, pada Kamis (10/8/2023) lalu.
Advertisement
Menurut Wamenkominfo Nezar Patria, demokratisasi akan memberikan akses penggunaan, pemanfaatan, pengembangan, dan pengaturan AI, yang membuka peluang inovasi dan penyelesaian berbagai isu kontemporer AI secara kolaboratif.
Dia mengatakan, seperti dikutip dari siaran pers di laman Kominfo, oleh karena itu, selain keberadaan infrastruktur internet, juga diperlukan regulasi dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai.
"Saya kira itu yang menjadi tupoksi di Kementerian Kominfo nantinya, agar AI bisa bermanfaat dan lebih tepat guna sesuai kebutuhan lintas pemangku kepentingan, bukan hanya pihak tertentu," ujarnya.
Nezar menyebut, ada enam isu yang terkait dengan pemanfaatan kecerdasan buatan dalam keseharian.
Enam isu ini adalah kesalahan atau misinformasi, privasi atau kerahasiaan, toxicity atau ancaman berbasis siber, perlindungan hak cipta, bias implementasi AI, dan pemahaman nilai kemanusiaan.
Sehingga, untuk mengatasi isu-isu ini, diperlukan regulasi agar pemanfaatan AI sebagai teknologi, juga memungkinkan keberagaman dan menciptakan fair level playing field.
"Saya kira antisipasi-antisipasi dalam bentuk regulasi mungkin sudah bisa melibatkan semua stakeholder untuk bisa berbicara bersama di sini," kata Wamenkominfo.
Â
Siapkan SDM untuk Keterampilan AI
"Kita akan memanfaatkan AI secara mudah dan pendekatan ini berarti AI akan lebih mudah, lebih murah, lebih ramah bagi pengguna," imbuh Wamenkominfo Nezar Patria.
Nezar juga mengklaim, Kementerian Kominfo telah melakukan pendekatan democratization of governance, melalui penerapan tata kelola ekosistem digital dengan melibatkan beragam stakeholders.
"Termasuk juga mendukung perencanaan atau desain yang dibuat Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terkait Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (Stranas KA) di tahun 2020," ujarnya.
Menurut Nezar, Kementerian Kominfo juga menyiapkan Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang AI, Penyusunan Peta okupasi Bidang AI, serta pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia.
"Ada literasi digital yang sudah diselenggarakan di berbagai daerah. Dan melalui program Digital Talent Scholarship melatih 2.220 peserta untuk beragam keterampilan AI," pungkas Wamenkominfo.
Advertisement
Pemerintah Diminta Susun Regulasi AI untuk Jurnalisme
Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet berharap pemerintah bergerak cepat untuk menyusun regulasi AI.
Hal ini terkait penggunaan AI yang menimbulkan sejumlah dilema dan tantangan yang perlu diantisipasi dan diatasi. Salah satu dilema yang muncul adalah terkait dengan akurasi dan validitas informasi dihasilkan oleh Artificial Intelligence.
Seperti diketahui, berbagai bidang pekerjaan secara perlahan mulai memanfaatkan kemampuan kecerdasan buatan, termasuk media dan jurnalisme.
Walau dapat membantu menghasilkan konten berita secara otomatis, cepat, dan efisien. Namun, konten AI tersebut belum tentu akurat dan valid.
Ini karena AI dapat menghasilkan bias atau kesalahan yang tidak disengaja. Hal tersebut dapat terjadi karena dari data, algoritma, atau tujuan yang digunakan untuk melatih AI.
Alhasil, bila terlalu mengandalkan AI maka dapat berimbas merusak kredibilitas media dan jurnalisme, serta menimbulkan dampak negatif bagi publik.
"Kami meminta pemerintah untuk menyusun regulasi terkait penggunaan AI yang mampu menjawab dilema menyangkut akurasi, penggantian pekerjaan jurnalis oleh AI," kata Ketua MPR Bamsoet melalui keterangannya, Kamis (10/8/2023).
Â
Regulasi AI Bisa Bantu Jurnalis
Dia juga menambahkan, "regulasi ini juga harus memasukkan tentang privasi dan keamanan data, transparansi dan akuntabilitas, duplikasi konten, sensitivitas dan trauma, serta kurangnya pemahaman dan kontekstual."
Ketua MPR RI ini berharap, dengan adanya regulasi tersebut pemerintah dapat menjadikan AI sebagai peluang bagi sejumlah kalangan pekerjaan, seperti jurnalis.
"Kita berharap regulasi ini dapat membantu dan memudahkan pekerjaan, sehingga AI benar-benar bisa dimanfaatkan secara maksimal dan tidak disalahgunakan."
Meski begitu, Bamsoet mengakui AI masih memiliki kekurangan dan celah kecurangan terhadap penerapan AI dalam kegiatan sehari-hari.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan terus dapat memperbaiki kekurangan tersebut dan mengatur pembatasan penggunaan AI dalam tiap aspek dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.
"Kami ingin hasil akhir dari penggunaan AI dapat dicek dan divalidasi kembali, sehingga bantuan AI dalam memudahkan pekerjaan dapat menghasilkan informasi akurat dan juga valid," katanya.
Advertisement